14 | Panas

21 4 0
                                    


"Dyan aku mau pantun," Celetuk Virsa.

Mereka sedang duduk berduaan di bangku Dyan. Varrel yang sebelumnya merupakan teman sebangkunya langsung menghilang sekejap setelah Virsa menghampiri mereka. Dyan yang malas melawan Virsa pun tidak menghiraukan Virsa yang langsung duduk di sampingnya. Entah mengapa, hari ini ia merasa lebih lelah dari biasanya.

Dyan terbatuk sedikit sebelum menjawab. "Ga boleh."

"Lah?"

Dyan menatap Virsa malas. "Kalo gue ngomong gitu, emang bakal lu turutin?"

Virsa menyengir kaku. "Hehe, ngga."

"Nanti bilang 'cakep' ya!" Lanjutnya.

"Malas."

Virsa berdecak. Ia mendorong pelan Dyan. "Harus!"

Dyan memutar bolanya malas. Ia menopang wajahnya pada mejanya dan menatap gadis itu menunggunya mulai melakukan pantun yang ia rencanakan. Nyatanya, ia sendiri juga penasaran.

Kemudian Virsa pun berdehem. Ia menarik nafas hendak mengucapkan sesuatu. Namun kemudian ia terhenti, berpura-pura memasang wajah merengut pada Dyan.

"Belum!"

"Hah?" Dyan menaikkan alisnya heran. Apanya yang belum? Dyan tidak bilang apa-apa tuh.

"Sabar, kan aku belum pantun," Ujar Virsa. Dyan hanya terdiam bingung dengan maksud Virsa. Ya, Dyan juga tahu kalau dia belum pantun.

Kemudian Virsa kembali mencoba mengucapkan sesuatu. Namun ia kembali terhenti. Ia mencoba menahan tawanya melihat muka kebingungan Dyan. 

Lalu ia berpura-pura kembali marah. "Ih! Belum Dyan!"

"?? Gue ga bilang apa-apa??"

Virsa memanyunkan bibirnya. "Ulangi nih ya! Jangan ganggu lagi!"

Dyan hendak memprotes karena ia sendiri tidak mengatakan apa-apa. Mengapa malah disalahkan? Tetapi ia menahan dirinya karena lagi-lagi penasaran dengan rencana Virsa.

Kali ini Virsa sedikit terkekeh, tidak kuat menahan tawanya. "Dyannn! dibilangin nanti!"

"Gue ga bilang apa—"

"Aku belum mulai, kamu udah cakep duluan."

"Gue engga...?" Dyan mencoba mencerna maksud dari Virsa dengan otak lemotnya. Ia tidak mengatakan 'cakep' tetapi disalahkan karena cakep. Apa artinya?

Kesadaran mulai memukul Dyan. Ia sadar, bahwa telah terperangkap pada tangan Virsa lagi. Dyan mengatupkan bibirnya yang hendak berprotes tadi. Matanya menatap lekat Virsa yang tidak mengalihkan pandangannya sama sekali. 

Dyan menghela nafasnya. Ia mendorong pelan dahi Virsa dengan dua jarinya. "Gue juga tau gue cakep."

Benar, Dyan yang menanti-nanti pantun dari Virsa, malah terperangkap pada gombalan mautnya. Virsa mengeluh dan mengusap-usap dahinya. Awalnya gadis itu memasang muka kesal pada Dyan. Namun sekejap, Ia langsung merubahnya menjadi gelak tawa.

"Kamu harus liat wajah kamu sih," Ujar Virsa sambil terkekeh.

"Biar bisa mengagumi wajah gue lagi?" 

Tawa Virsa terhenti mendengar kenarsisan Dyan. Ia menatap lelaki itu sinis. "Salah kah?" Tanya Dyan sambil menaikkan salah satu alisnya.

Virsa kembali tersenyum. "Ngga kok. Emang cakep banget. Kalo ngga, ngapain aku gombal kayak tadi?"

"Virsa."

Kedua sejoli itu melihat ke arah suara yang memanggil Virsa. Terlihat seorang lelaki dengan mata lelah balik menatap mereka. Si ketua kelas, Wildan.

Weirdos.Where stories live. Discover now