09 | Call

16 5 0
                                    


"Hah...."

Dyan menghela nafasnya panjang, Merasa lega setelah kembali di dalam kamarnya. Jantungnya mulai berdetak dengan tempo yang normal. Namun rasa tegang masih tersisa di dalam dadanya.

Tetapi ia juga berpikir, apakah degup jantungnya kencang dikarenakan Ayah Virsa, atau dirinya yang seperti sedang menyatakan perasaan?

"Gila apa?! Ya karena Bapaknya lah!" Sanggah Dyan dalam hati.

Ia melemaskan tubuhnya ke ranjang kesayangannya. Ia istirahat sejenak dan mengatur nafasnya pelan. Kemudian ia teringat dengan gadis itu.

"Canggung sama bapaknya? Padahal bapaknya kelihatan peduli sama dia," Pikir Dyan. Melihat bagaimana ayah Virsa langsung menginterogasi Dyan, membuktikan bahwa ia peduli dengan anak gadisnya. Lalu mengapa? Mengapa mereka canggung?

"..." Lalu Dyan tersadar. Bahwa ia memikirkan Virsa, lagi. Entah seberapa keras Dyan mencoba melupakannya, Virsa selalu muncul. Di hadapannya dan di pikirannya.

"...Jangan-jangan gue dipelet," Gumam Dyan.

Ia mengusap wajahnya kasar. Kemudian sebuah dering panggilan terdengar dari ponselnya. Dyan mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelponnya.

"Nomor ga dikenal? Lagi?" Pikir Dyan.

Dengan ragu-ragu, Dyan pun mengangkat panggilan tersebut dan meletakannya di telinganya. "Halo?"

"Hi, Pak Ojek," Ujar suara dari sisi lain panggilan. Yap, suara yang sangat ia kenal. Virsa, dengan suara yang masih terdengar serak.

Dyan menghela nafasnya panjang dan hendak menutup panggilan tersebut. Namun ia dihentikan oleh Virsa. "Sebelum ditutup, mohon didengarkan beberapa pernyataan yang tidak bisa saya ucapkan tadinya, Pak Ojek," Ujarnya.

Dyan tidak menjawab. Namun ia juga tidak melanjutkan jarinya untuk menutup panggilan. Seolah-olah ingin mendengarkan apa yang ingin dikatakan Virsa.

Tidak mendengar balasan apapun dari Dyan, Virsa pun berdehem. "Pertama, KAMU LUCU SEKALIII. Sumpah tadi pas kamu nggendong aku, rasanya pengen tak peluk kenceng! Tapi aku ga ada tenaga. Terus pas aku bangun, aku sadar aku di kamarku. Berarti kamu gendong aku sampe rumah! SAMPE KAMAR! Apalagi kamu pasti ketemu ayahku. Jujur deh, kamu tadi mau ngelamar aku kan?"

Virsa mengoceh terus menerus. Tanpa memberikan Dyan kesempatan untuk menjawab. Jika Dyan menutup teleponnya sekarang pun, sepertinya gadis ini tidak akan tahu. Padahal tadi dia sangat lemas hingga tidak bisa berjalan. Bagaimana ia bisa mendapatkan kembali energi sebanyak ini? Apa benar ini si anak introvert itu?

Walau mengetahui bahwa ia bisa menutup teleponnya dari pada mendengarkan celotehan Virsa, ia tidak melakukannya. Ia diam. Mendengarkan. Memperhatikan. Setiap kata. Setiap kalimat. Setiap pernyataan. Setiap pertanyaan.

"Tidur beberapa menit bisa bikin dia mendingan. Keren." Dyan tanpa sadar mencatat fakta itu di ingatannya.

"...Jadi! Besok Ayo nge date!" Semangat Virsa.

Mendengar kalimat yang spesifik itu membuatnya terkejut. "Hah?"

"Sebagai balas budi atas anterannya ke halte dan nganterin aku ke rumah! Tenang aja, Date nya terserah kamu kok!" Ujar Virsa.

"Kalau gitu ga usah nge date."

"Ih! Kok gitu!"

"Bye," Ujar Dyan hendak menutup panggilan.

"EH! BENTAR!" Henti Virsa.

Dyan melakukan sesuai yang diucapkan Virsa. Ia tidak melanjutkan langkahnya untuk menutup panggilan. Apa ini?! Jangan-jangan ia benar-benar dipelet!

Weirdos.Where stories live. Discover now