Promise 5

231 32 8
                                    

Seanara: ma hari ini nara gak sekolah

Seanara: sakit

read.

Nara menatap layar ponselnya yang masih menyala, menantikan balasan dari Mama meski hanya sebuah pesan singkat namun ternyata nihil. "Lagi sibuk kali ya?"

Ia memperhatikan keadaan kamarnya yang sepi, matanya terpaku pada tumpukan sertifikat olimpiade dan banyaknya medali terpajang di sebuah lemari khusus pemberian Papa.

Harus sejauh apa lagi jalan yang ditempuh Nara agar dapat menggapai Mama?

drrt drrt

Mama: jgn lupa minta tugas pengganti.

Mama: ya.

Nara tersenyum kecil. Senyum yang amat dipaksakan dan terasa menyesakkan.

Bisa tidak ... sehari saja Mama melihat Nara sebagai anaknya yang butuh diberikan kasih sayang?

"ADUH NGAPAIN MELLOW GINI JIR?????? GUE JAGOAN! JAGOAN GAK NANGIS!" Nara mengepalkan tangan, mencoba menyemangati diri sendiri ditengah kesedihannya. "Ya elahhhh cuma gini doang harusnya lo terbiasa Nara!"

Tawa Nara berubah sumbang, meskipun berkali kali menguarkan hati ia tetap merasakan sakit yang tak terdefinisi di suatu tempat dalam lubuk hatinya.

Seanara: Ma, jangan pulang malam yaa

Seanara: Nara pengen makan malam bareng sama mama

Mama: saya sibuk.

Meski begitu mengapa Nara selalu mengemis kasih sayang?

Walau tahu akan sakitnya penolakan, kenapa ia masih terus berharap suatu saat Mama akan berubah mencintainya seperti yang Tante Kinan lakukan kepada dua anaknya?

Seanara: jaga kesehatan ya maaa, i love you <3

Kenapa Nara tidak dicintai?

Apakah karena ia lahir dari kesalahan?

Bagaimana ya ... rasanya dicintai itu.

•••

"Buat deadline tugas pertemuan 5 udah gue kirim lewat email ya, asisten minta sebelum UTS jadi gue kerjain kebut baru beres tadi."

Nara mengernyit karena sayup sayup mendengar suara familiar dari teras rumah.

"Coba minta asprak deh kalau lo masih belum paham, jangan sampe jam 2 tugas lo masih molor." Nada suara Langit berubah tegas. "Tanggungjawab sama tugas masing-masing, jangan karena keteledoran lo semua temen kelompok lo kena nilai minus."

"Ck."

Nara mencubit pipinya berkali-kali guna memastikan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi. Matanya mengerjap, mengamati postur tubuh Langit dari balik pintu rumah, yang kini sedang duduk dengan setumpuk laporan bersebaran di teras rumahnya.

"Lo ... ngapain?"

"Udah bangun?" Langit menatap Nara sejenak sebelum kembali sibuk dengan laptop dihadapannya. "Perut lo masih sakit gak?"

Tanpa sadar Nara meraba perutnya sendiri, menggeleng pelan meski tahu Langit tidak akan melihatnya karena mata lelaki itu fokus pada pekerjaan didepannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PromiseWhere stories live. Discover now