25. BALKON DAN CERITANYA

Começar do início
                                    

"Yang penting kalian kerjanya bener, Kopi Tujuh Belas rame, umpan balik dari pelanggan bagus, itu udah cukup. Kalo omzet-nya bagus, nanti ada bonus," ucap Diko mengundang sorak sorai para karyawannya.

Nuala berdecak kagum dengan abangnya itu. Meskipun ia tidak sedarah dengan Diko, ia selalu merasa tidak ada benteng yang menghalanginya. Ia merasa beruntung memiliki abang yang baik dan perhatian kepada orang-orang di sekitarnya. Yang lebih penting lagi, Diko tidak perhitungan dan bijaksana.

"Bos, boleh request nggak gue off-nya hari Minggu?" Reno mencoba bernegosiasi.

"Bulan depan ajuin ke gue kalo mau ganti hari. Bulan ini disabar-sabarin dulu Minggu tetep nge-shift." Diko membalas dan direspons dengan acungan jempol oleh Reno.

"Sekalian, Bos, si Alan ganti jadi satu shift sama Nuala," usul Andre dengan cepat.

"Apa sih dari tadi gue mulu? Gue diem aja tetep kena." Nuala yang sedang mengelap mesin espresso menggunakan kain microfiber langsung menggerutu kesal mendengar namanya disebut lagi.

"Iyaaa, maaf, Bos kecil," ucap Andre merasa bersalah.

"Udah-udah, kita briefing dulu, sepuluh menit lagi waktunya terima pelanggan," lerai Niko yang sering memimpin briefing sebelum Kopi Tujuh Belas siap dibuka.

"Gue apa lo nih, Bos?" tanya Niko kepada Diko selaku pemilik coffee shop ini.

Diko menggunakan tangannya untuk mempersilakan Niko memimpin. Ia masih harus mengurus revisi skripsinya untuk bimbingan besok pagi.

•••

Suasana hati Nuala semakin membaik setelah menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Meracik kopi dan melayani setiap pelanggan yang datang sudah ia anggap sebagai penyembuhan.

Berada di garda terdepan Kopi Tujuh Belas memang mengharuskannya tampil dengan senyum tanpa tekanan. Masalah yang sedang ia alami mau tidak mau harus ia singkirkan demi profesionalitas pekerjaan.

"Tongkrongan Perganta rame, Ren?" tanya Nuala ketika Reno datang membawa nampan yang sudah kosong setelah mengantar pesanan ke Tongkrongan Perganta.

"Rame sama anak-anak sih," balas Reno sudah bersiap mengantar pesanan ke bangunan sebelah.

"Ada Zio juga?" Nuala spontan bertanya dan diangguki oleh Reno.

"Mau gue panggilin?" Laki-laki itu menawarkan dan segera dibalas gelengan oleh Nuala.

"Enggak, nggak usah." Nuala menolaknya.

Reno tersenyum penuh arti seraya menaikturunkan alisnya sebelum keluar lagi dari coffee shop ini. Meninggalkan Nuala yang mendengus pelan melihat reaksi sahabatnya itu.

Bel yang terletak di atas pintu berbunyi, seorang laki-laki masuk ke dalam Kopi Tujuh Belas. Zio, laki-laki itu berjalan menuju ke arah meja bartender.

Nuala yang sadar dengan kehadiran Zio lantas meminta izin kepada Andre untuk meninggalkan meja bar dan membantu Eca mengurus pastry.

"Bang, mau bayar pesenan anak Perganta," ucap Zio sembari mengeluarkan ponselnya untuk memindai barcode yang tersedia.

"Totalnya udah dikasih tau Reno, kan?"

Zio mengangguk dan memperlihatkan hasil transaksi yang sudah ia lakukan kepada Andre. Setelah Andre mengecek transaksi tersebut, Zio kembali menyimpan ponselnya.

Laki-laki itu tidak lantas pergi. Ia menunggu Nuala kembali lagi ke meja bartender. Ia ingin berbicara dengan Nuala setelah akhir-akhir ini merasa jauh dari perempuan itu.

520 MEANINGSOnde histórias criam vida. Descubra agora