17. TELEPON SEBELUM TIDUR

23 3 0
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

17. TELEPON SEBELUM TIDUR

"Jia, Jia!" Nuala mempercepat langkah kakinya ketika melihat Jia baru saja memasuki gerbang SMA Mahanta. Sepertinya Jia juga baru saja sampai.

Perempuan yang dipanggil Jia itu berhenti dan menolehkan kepalanya ke arah Nuala yang sudah berdiri sejajar.

"Gue mau tanya sesuatu boleh?"

Jia mengangguk dan memberikan seulas senyum hangatnya. "Boleh, mau tanya apa?"

"Sekitar dua hari lalu Zio bilang ke gue mau pergi sama lo, itu bener?" tanya Nuala berharap Zio tidak berbohong padanya sore itu.

"Dua hari lalu gue emang pulang sekolah bareng Zio sih, Al, tapi dia buru-buru balik katanya mau ngajakin lo jalan-jalan sekalian pamit kalo mau ke luar kota buat persiapan lomba panahan," jawab Jia tanpa ada keraguan sedikitpun dari wajahnya.

"Pamit ke luar kota?" Nuala mengerutkan keningnya karena bingung.

"Loh, emang lo nggak tau kalo kemarin sore pas pulang sekolah Zio langsung berangkat, Al?" Jia pun ikut bingung sekarang.

Nuala menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tau kalo Zio udah berangkat. Beberapa hari ini gue enggak di rumah jadi nggak tau tentang Zio," cicitnya.

"Sorry to hear that, Nuala," ucap Jia merasa tidak enak pada Nuala. "Lo coba hubungi Zio aja siapa tau dia lagi nggak sibuk atau nanti kalo Zio hubungi gue langsung gue minta buat ngabarin lo," sambungnya.

"Makasih ya, Jia."

"No need to. Gue ke kelas dulu ya soalnya gue piket nih sekarang nggak enak sama yang lain kalo dateng telat."

"Iya, sekali lagi makasih ya." Nuala berusaha mengulum senyum terbaiknya kepada Jia dan dibalas tidak kalah ramah oleh perempuan itu sebelum beranjak pergi.

Pagi ini Nuala baru saja mendapatkan dua fakta yang mengejutkan. Pertama, Zio bohong padanya mengatasnamakan Jia untuk pamit pulang sore itu. Kedua, Zio pergi keluar kota untuk panahan dan ia tidak sempat memberi semangat secara langsung pada laki-laki itu.

Nuala tidak marah pada Zio, mungkin dia memiliki alasan yang logis kenapa harus berbohong hanya untuk pamit pulang. Sebelumnya Zio tidak pernah membohonginya, apa pun yang keluar dari mulut Zio itu bisa dipegang dan dipercaya. Dia benar-benar sahabat yang bisa diandalkan.

"Woy, bengong aja lo! Kenapa dah?" Reno menghampiri Nuala yang jalan sendiri memasuki lobi.

"Beberapa hari ini gue nggak semangat banget kerjanya, karena nggak ada shift bareng lo," keluh Reno dengan bibir yang mengerucut.

"Bang Diko nyuruh gue off seminggu."

"Iya, gue juga udah tau. Tadi gue cuma mengungkapkan isi hati gue aja."

Nuala menoleh ke arah Reno dan menghentikan langkahnya. Hal itu juga membuat Reno ikut berhenti melangkah. Dua-duanya saling melempar pandangan. Nuala memiliki banyak pertanyaan untuk Reno, sedangkan Reno bingung ditatap seserius itu oleh Nuala.

"Kenapa? Ada apa Bos Kec—maksud gue ada apa Nuala Andhira?" tanya Reno mengganti panggilannya, karena Nuala tidak suka dipanggil seperti itu di luar jam bekerja.

"Zio kenapa ya, Ren?" tanya Nuala tanpa konteks yang jelas sehingga Reno bukannya menjawab, malah semakin bingung dengan pertanyaannya.

"Kenapa apanya?"

"Ya, dia kenapa pergi tapi nggak pamit sama gue dulu? Kenapa kemarin dia menghindar dari gue seharian? Kenapa dia nggak bales chat gue juga dari kemarin?" cecar Nuala kesal sekesal-kesalnya.

520 MEANINGSWhere stories live. Discover now