Médicament

467 34 17
                                    

Hey everyone, di sini saya anak fakultas bisnis cosplay jadi anak medis yang otaknya sampai panas baca jurnal dan artikel. Harap maklum kalau ada kesalahan diagnosa. Biasanya saya menganalisis manajemen dan bisnis bukan organ manusia😭😭
.
.
.
.
But, yeah. Happy reading
(Btw, I use a British and Australian accent. Yup! Mixed)

.
.
(Post ulang karena katanya pada gk bisa bukak!)

Emosi sudah lelaki paruh baya itu mendengar jawaban mantunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Emosi sudah lelaki paruh baya itu mendengar jawaban mantunya. Menantu yang sama sekali tidak dia inginkan hadirnya. "Berani kamu ngomong gitu ke saya?!"

"Kenapa? Saya nggak salah, saya selama ini diam karena sadar diri posisi saya. Tapi, kalian seenaknya memperlakukan Juan seperti orang remeh, salah kalau saya marah? Aku salah, Mas?" Arsena tersentak. Tak pernah dia menyangka akan tiba waktu di mana dia tak mampu menjawab Kyle.

"Keadaan jadi seperti ini, dan kamu nanya? Saya pikir kamu cukup paham jawaban saya," ia lirik putranya yang malah diam. Seperti orang bodoh. Bukannya mengatakan sesuatu. "Arsena, Papa nggak mau tau... mulai besok kamu papa liburkan!!" Suaranya meninggi. Arsena tertegun. Pekerjaannya, hal yang paling dia cintai, hal yang selalu dia usahakan sampai tega meninggalkan segala hal.

"Apa-apaan? Aku udah kerja keras buat perusahaan, Pa!!"

"Urus anak kamu, bodoh!! Saya ngga pernah ajarin kamu mementingkan pekerjaan lebih dari keluarga!"

"Oh, iya... Papa nggak gitu. Tapi papa nuntut aku sempurna kan?! Aku ngga akan nikah sama Bianca dan situasi jadi kayak gini kalau dari awal Papa restuin aku sama Kyle!" Serasa ditusuk dengan tombak. Apakah sebenarnya Arsena memang seperti ini, apakah kehadiran Bianca tidak pernah dia inginkan. Lalu, bagaimana ekstensinya dan juga Sam?

"Bang, sadar nggak lo ngomong apa depan anak lo?!" Arsena tersentak. Ia tatap putranya yang mematung.

"Bar... maksud Papa nggak gitu...."

"Pa, aku nggak tau perasaan Papa ke Mama kayak apa. Maaf... maaf kalau ternyata kehadiranku tidak menjadi kebahagiaan untuk Papa" Matanya memanas. Sakit, sungguh sakit rasanya. Ia tatap mata Arsena yang terbuka lebar. "Aku minta maaf... kalau Mamaku memang seharusnya tidak ada di hidup Papa," ia beralih menatap Kyle yang juga terlihat terkejut dengan pernyataan Arsena.

"Kamu benar-bener Ar..."

"Udah, opa." Bara bersuara. Walau lirih, suara itu berhasil membuat Candra mengalihkan perhatiannya ke Bara. Kakeknya itu sudah berkacak pinggang. Lelah dengan anaknya sendiri.

"Pa, aku mohon Papa temui Sam walau sebentar. Sam butuh Papanya... papanya yang ia tunggu dari kecil... setidaknya tolong kasih sedikit perhatian Papa ke Sam, anak papa! Saya mohon!!" Bara berjalan meninggalkan sebuah senyuman penuh luka. Ia keluar dari rumah itu, dan entah akan kembali atau memilih pergi selamanya.

Morning in the Night (end)Where stories live. Discover now