Rumah Pramudya yang hangat

376 20 0
                                    

.
.
.
😐like it? So, give me ☆ hehe
.
.
.

"Fel, Sam... gue mau nanya... kalian sengaja kayak gitu sama Juan?" Tertangkap basah. Ya, kedua orang yang disebut sangat kaget. Sepertinya mereka sudah melakukan semua dengan rapih. Bara ini, sangat mirip dengan Mamanya. Lembut dan baik. Berbeda dengan Sam yang keras seperti kakeknya, dia tidak mau disebut seperti Papanya, tidak sudi katanya. Nyatanya, sifat manipulatif itu juga datang dari Kakeknya sih. "Jawab, jangan cuma liat-liatan!" Suasana jadi aneh. Bahkan Glen dan Nathan yang sejak tadi nyerocos pun diam beribu bahasa. Pertanyaan itu hanya di jawab dengan anggukan dari dua orang yang tengah di interogasi.

"Huh...." Bara mengambil nafas panjang.
"Gue nggak ngerti deh sama kelakuan kalian. Bisa nggak jangan bikin musuh? Apa lagi Juan udah jadi saudara," tujuan keduanya sejak awal hanya menunjukkan pada Juan jika lingkungan ini sangat tidak cocok dengannya. Hanya itu.

"Bang Bara enak ngomong gitu, gue nggak suka bang. Udah lah, abang selama ini juga diem aja gue kayak gimana... nggak usah tiba-tiba peduli!" Bara memang tidak pernah ikut campur dalam perjalanan hidup Sam. Dia hanya tahu kewajibannya sebagai Abang. Dia tidak pernah ada saat Sam butuh penjelasan kenapa Papanya tidak pernah hadir, Dia juga tidak berkata apapun saat Kyle datang bersama Juan. Tak ada suara yang keluar. Semua berakhir saat Sam tiba-tiba meninggalkan tempat. Dia pergi dengan mobilnya.

"Nggak di tahan bang?" Tanya Nathan ragu.

"Percuma, paling juga ke tempat Pram. Tu anak kalau di ajak ngobrol kabur terus kerjaannya, sok paling sakit!" Sudah. Ketiga orang yang lebih muda sudah tidak berani berucap.

.

Tujuannya tentunya memang tidak jauh-jauh dari Pram. Orang yang bersedia melihat lukanya. Bukan Sam yang berandalan, bukan Sam yang polos di depan Oma, bukan Sam yang manis di depan Tante Stephane, bukan juga siswa pintar di sekolah. Hanya seorang Samuel yang terluka dengan keadaan hidupnya. Pram jauh lebih mengerti Sam ketimbang Kakaknya sendiri. Seringkali dia memilih datang padanya, bahkan setelah Mamanya meninggal dia malam-malam pergi ke tempat Pram hanya untuk membagikan air matanya.

Pram. Pramudya hanya anak seorang Dokter. Dia kaya, tapi jangan pernah bandingkan dengan Sam. Ibunya juga seorang Ibu Rumah Tangga. Keluarga ini menerima Sam dengan baik. Bukan seperi rumahnya. Di sini, ia tahu kalau anak harus diperhatikan dan disayang. Dia sadar, Bara seperti itu karena masa kecilnya terlalu hambar. Ia hanya sedikit beruntung karena sempat sakit dan menerima perhatia Mamanya. Yah, Bara juga mendapat kasih sayang yang sama dengan Sam. Tapi, jelas ada perbedaan karena saat itu Sam membutuhkan perhatian khusus.

"Wah, Sam. Malem banget, nyari Pram? Naik aja ke atas"

"Iya, Bunda. Permisi ya," mungkin karena terlalu sering datang Bundanya Pram pun jadi sayang padanya. Bahkan membiarkan Sam memanggilnya bunda. Lesu, begitulah Sam yang dilihat wanita bernama Karina itu. Dia berniat membuatkan minuman hangat untuk Sam dan Pram, jadi dia pergi ke dapur setelah bayangan Sam pun meninggalkan tempat.

Tok tok tok

"Siapa?" Tak ada jawaban. Dan dia tahu siapa. "Masuk, Sam!" Sudah dibilang, mereka ini lebih seperti saudara kandung alih-alih Sam dan Bara yang terikat hubungan darah.

Bunda juga segera pergi setelah mengantar susu cokelat hangat kesukaan Sam. "Heran, berandalan kok suka susu cokelat" gurau Pram yang berujung didiamkan Sam. Jelas ada masalah.

"Kenapa lo? Berantem sama bokap?" Sam menggeleng. "Bara?" Dia diam. Pram bisa menyimpulkan kalau memang Bara masalahnya.

"Kenapa lagi sih? Kalian nggak pernah berantem, tapi masalah lo ujung-ujungnya Bara terus," Iya ya. Padahal dia biasa saja kalau beradu mulut dengan Papanya, tapi kalau dengan Bara? Dunia seperti jungkir jempalik rasanya. Kacau.

Morning in the Night (end)Where stories live. Discover now