Pulang?

515 26 0
                                    

.
.
.

"Gue paham, tapi kalau pergi gini... kasian Bang Bara juga. Dia juga yang bakalan kena omel Bokap lo,"

"Gini deh bang, coba lo di posisi gue. Bokap lo selingkuh, terus nyokap lo meninggal gara-gara stress mikirin keluarganya yang amburadul ini!" Pram rasa, Sam sudah mulai emosi sekarang. Dan itu bukan sesuatu yang baik.

"Sam, ini udah hampir dua bulan. Oke lo belum bisa move on. Tapi, kalau gini terus lo bakalan nyiksa diri sendiri. Semua udah terjadi, udah takdirnya gini. Lo harus terima itu, Sam. Jalanin semua dari awal,"

"Haha, dan itu kata-kata yang keluar dari anak yang orang tuanya masih utuh, harmonis?"

"..." Pram diam. Dia tidak bisa mengatakan apa pun. Dia tahu tidak seharusnya mengatakan itu padahal Sam sedang hancur dengan pikirannya sendiri. "Pulang Sam, nggak seharusnya lo lari!" Pram tidak pernah memaksakan apa pun pada Sam. Dia boleh pulang, atau tidur di sini.

"Jangan lari terus... gue nggak bisa selalu ada... tapi gue usahain,"

"Iya," setelah itu Pram masuk ke dalam. Sam segera pulang, dia tau Pram tidak berniat mengusir. Dia tahu kalau Pram khawatir. Tapi, sebenarnya Sam tidak mau pulang. Ke tempat yang katanya rumah, padahal cuma ladang ranjau yang kalau salah injak bisa mati.

Dengan malas dia menyetir mobil kesayanganya itu hingga tiba di pekarangan rumah.

"Baru pulang, Mas?" Tanya satpam sambil membuka gerbang. Sam hanya membalas dengan mengangguk.

Rumah megah dan mewah dengan gaya klasik. Selera Mamanya banget, Sam juga. Kebanyakan kesukaan Mamanya juga jadi kesukaan Sam. Dia bukan anak yang cengeng minta Mama Papanya stay di rumah, dari kecil banyak temennya yang orang tuanya juga sibuk. Dia bersyukur aja, Mama masih sering ambil libur buat nemenin Sam. Pokoknya anak nomer satu, kerjaan terakhir.

Tapi, di rumah ini dia menyaksikan betapa pahlawannya tersiksa baik batin maupun fisik oleh suaminya sendiri. Sam mungkin sebenarnya niru Papanya, emosi dikit main tangan. Makanya gampang buat dia nonjok Glen kayak kemarin.

Dia masih ragu untuk turun. Badannya nggak enak sama sekali, nyesek, pusing, mual. Malah rasanya di tenggorokan udah ada telur yang tadi pagi dia goreng bareng Bundanya Pram. Merasa baikan, akhirnya dia turun dan masuk ke rumah. Sepi, ya kayak biasanya aja.

Sam  lihat ada orang di taman, Oh si Mama tiri lagi nyuapin Joseph. Juan nggak tau deh ke mana, Bara jelas pasti di kamar. Nggak bakal keluyuran. "Baru pulang, Hah?!" Suara keras dan besar. Tidak  asing. Karena ini suara Papanya, tumben di rumah. Batin Sam. "Ke mana aja kamu jam segini baru pulang?" Bentak Arsena sambil nunjukin jam tangan yang menunjukkan pukul satu siang.

"Nginep tempat bang Pram," pusing. Sialan. Badannya sungguh tidak bisa menahan.

"Kamu mikir apa sih? Punya rumah malah kelayapan nggak jelas! Bikin malu tau nggak, orang tuanya Pram bisa mikir apa, nggak mikir kamu hah?" Papa mendorong punda Sam. Tapi, reaksi Sam cuma diam. Bara yang denger suara ribut akhirnya turun. "Kamu minimal kalau minggat ke hotel apa tidur di jalan, jangan di rumah orang! Gila kamu?!" Papa beneran marah.

"Di ajak ngomong orang tua itu di denger, Sam. Liat Papa!" Papa memaksa Sam menatap matanya. Sembab. Papa diam.

"Apa? Papa mau aku gimana? Sam capek, terus Sam harus gimana pah? Papa ngerti nggak sih? Sam mana tahan di rumah yang isinya pelakor sama..."

PLAK!

Keras. Suaranya keras sampai membuat Bara yang takut melerai akhirnya turun dan menahan tangan papanya yang hendak menggapai ke arah Sam. Entah mau mukul lagi atau apa. "Jaga bicara kamu!!"

Morning in the Night (end)Where stories live. Discover now