chapter 26 - pengecualian

256 51 9
                                    

Aku tidak menuduh tapi Mark pasti dalang dari semua ini.

Entah virus jahat macam apa yang dia tebarkan sampai perilaku Dreamies kembali ke setelah pabrik. Setelah cukup lama melunak, mereka mendadak keras kembali. Tak terlepas Chenle. Syukur Jisung tetap kebal meski dasarnya dia tipe yang suka ikut-ikutan.

Aku akan membalas semua teriakan dan titah semena-mena mereka kalau tidak sedang jadi penyembah lilin aromaterapi. Kepala kleyengan yang dikolaborasi perut bergejolak membuat dayaku cepat habis. Belum lagi adanya variasi baru di mana aku selalu lemas dan akan terkapar di kasur setiap kesempatan hadir. Rasa-saranya aku ingin memaki keras. Siapa sangka hamil semenyiksa ini?

Tapi tidak. Aku harus menghemat energi karena kosongnya stok yang biasa digunakan untuk meladeni hal tidak berguna. Contohnya menuruti kemauan para jelmaan setan a.k.a Mark dan antek-anteknya.

Tentu ketidakpedulainku memiliki konsekuensi. Makhluk tengil seperti mereka mana tahan dicueki?

Dengan sengaja mereka menguras kulkas sehingga tiada yang bisa kutemukan kala ingin mengisi ulang perut. Tak terkecuali susu dan buah, satu-satunya amunisiku untuk bertahan dalam krisis nafsu makan ini. Tatkala ingin memesan antar, ponselku tidak berguna karena password wifi diganti dan bagian terbaiknya adalah paket dataku telah kadaluwarsa kemarin. Oh, belum selesai sampai di situ, sebab saat bertanya pada Jisung, dia tidak bersedia menjawab karena Mark melayangkan ancaman sebelum pergi ke dorm 127.

"Kamu serius tidak mau memberitahuku?" tanyaku tak bertenaga.

Jisung meringis dengan segenap rasa sesal di wajahnya. "Maaf, hyung. Ini pertaruhan antara hidup dan mati."

Aku mengembus napas. Memang keparat si Mark Lee itu.

"Kadang sifat penurutmu itu menyebalkan, Ji," delikku sinis, bertolak pinggang.

Jisung mencebik. "Terpaksa, hyung ...."

Mengambil langkah cepat aku naik ke kamar dan dengan memakai jaket kembali menuruni tangga. Tidak ada alternatif lain selain sedikit berjuang melawan tidak kondusifnya tubuh dan mencari di luar. Bulan Oktober ini temperatur makin turun namun masih bisa ditanggulangi oleh outher yang tidak terlalu tebal.

Ujar Jisung datang dari tempat yang masih sama. "Mau ke mana, hyung?"

Aku menoleh kilat dan melempar lirikan tajam. Berani-beraninya dia bicara padaku dengan nada tanpa dosa setelah menyatakan bergabung dengan kubu musuh. Jutek aku tetap menyahut. "Aku mau berkeliling, memborong jajanan dan semua makanan. Lihat saja, aku juga bisa bersantai seharian dan tidak pulang karena kalian semua sudah berbuat keji padaku. Kamu dilarang ikut!" sergahku, seketika meredupkan senyum Jisung yang baru eksis dua detik. Aku tahu maksudnya dengan sekali lihat.

Kendati begitu, Jisung tetap mengintil dan berusaha menempeliku meski berkali-kali kucampakkan. Cengengesan. "Ayolah, hyung. Aku, kan, bukan sengaja ingin tega padamu, hum? Mark hyung bilang akan mengadukanku pada Jaemin, hyung."

Jisung berhasil memerangkap tangan kananku dengan kedua tangannya. Kernyitanku merespons apa yang ia sampaikan sebagai alasan. "Memangnya apa yang kamu lakukan pada si itu?"

"Si itu?" Jisung memiringkan kepala.

"Orang yang kamu takutkan akan mendengar kebenaran yang Mark ketahui," balasku ketus.

"Oooooooh," Jisung tergelak sekilas. Suaranya manis di sekeliling daun yang berguguran. "Jaemin, hyung? Kenapa tidak katakan langsung saja sih? Kalian masih bertengkar, ya, sampai-sampai hyung anti menyebut namanya?"

Masih? Apakah artinya Jisung tahu kalau aku sedang mengibarkan bendera permusuhan kepada Jaemin? "Memang jelas sekali, ya?"

"Hm," terangguk Jisung memvalidasi. "Yang lain juga. Hyung selalu mendelik dan menekuk wajah jika Jaemin hyung terlihat oleh mata. Bahkan para staf juga tahu, tapi kami semua tidak berani ikut campur karena takut merusak suasana. Jadi kalian kenapa? Hyung bisa memberitahuku. Aku pandai menjaga rahasia."

cromulent | jaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang