chapter 7 - mesin waktu doraemon

586 96 12
                                    

Minggu, 25 Desember

Hari ini natal. Tapi sama seperti biasanya, tidak ada perayaan apapun di rumahku.

Aku tidak pernah percaya Santa, tapi aku ingin hadiah seperti teman-temanku. Kado-kado itu, aku juga mau.

Saat meminta pada ibu, dia malah memarahiku. Katanya selama ini pun aku sudah membuang-buang harta Ayah.

Seharusnya kalau tidak mau memberiku sesuatu tidak usah bilang membenciku berulang-ulang.

Aku tidak perlu diberitahu lagi kalau ibu membenci anak laki-laki. Katanya nakal, susah diatur dan menyebalkan.

Tapi aku tidak seperti itu, hanya terlahir bodoh saja.

*

"Hazel."

"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak memanggilku begitu?"

"Tapi nama itu cocok dengan warna matamu."

Cengiran Kiel dibalas wajah masam. "Jangan sembarangan mengganti nama orang."

Dalam sepersekon senyum Kiel mengempis, ranumnya mengerucut. "Lantas kamu mau disebut apa? Prim tidak mau, Rose apalagi. Mendengarnya saja kamu sudah seperti mau membuhunku."

"Tidak usah repot-repot. Lagipula aku tidak mau berteman denganmu," jawabnya ketus.

Kiel berujar kesal, cemberut. "Kamu kenapa jual mahal sekali sih?"

"Karena aku tidak mau berteman denganmu."

"Oh, ayolaaaah. Apa susahnya sih? Bertemanlah denganku. Ya, ya, yaaaaaaa?"

"Tidak mau! Berapa kali aku harus bilang-"

"Primrose?"

Keduanya menoleh. Yang terpanggil mengumpat samar ketika melihat seorang wanita berpakaian serba putih sedang celingak-celinguk di kejauhan.

"Ada yang mencarimu."

Pelototan Primrose kasat mata meneriakkan, "AKU DENGAR. KAMU PIKIR AKU TULI?"

Tatkala Kiel baru berucap, "Di sebelah-" mulutnya sudah lebih dulu dibungkan. Ia kebingungan tapi tetap mengikuti Primrose yang menyeretnya.

"Kenapa kamu kabur?" penasaran Kiel di sela pelarian.

"Tidak usah berisik. Jangan sampai dia menemukan kita."

"Kenapa?"

"Astaga kamu bawel sekali sih?!" Primrose ngos-ngosan. Di antara semua anak yang ada di sana, Kiel bisa menjamin kalau dia adalah anak paling tidak bisa sabar.

Dihardik begitu, Kiel manyun. "Padahal niatnya aku ingin membantumu."

"Membantu apa?"

Mereka memasuki lorong yang suram di sore hari. Langkah keduanya menggema. Semenatara Primrose menunggu sambil waswas mencari tenpat untuk bersembunyi, Kiel justeru merajuk. Ia menolak menjawab karena terus digalaki oleh teman yang belum mau menjadi temannya itu.

"Cepat katakan!" bentak Primrose. Napasnya terpatah-patah. Jujur saja dia sudah tidak sanggup kalau harus terus berlari. Akan tetapi rupanya tempat ini sangat luas.

Kiel mendelik, meski begitu tak urung dia mengubah genggaman tangan mereka dan mengambil posisi sebagai pemimpin; menentukan langkah mereka yang semula tidak jelas ke satu tujuan pasti.

cromulent | jaemrenWhere stories live. Discover now