chapter 8 - renjun

733 90 16
                                    

"Aku janji akan memberitahu namaku jika kamu mau melakukannya."

Berbeda dari yang sudah-sudah, Kiel kali ini bersidekap dada, cemberut. "Kamu selalu mengatakan itu, tapi tidak pernah serius. Tidak. Kali ini aku tidak akan percaya," katanya.

Dengan meninggalakan delikan kesal Kiel pergi. Sedikit lucu ketika sepasang tungkai pendeknya berderap perlahan, diam-diam menunggu Primrose memanggil. Sudah makin manyun ia saat menggapai kenop, akhirnya Primrose mengabulkan tuntutannya.

"Renjun."

Senyum Kiel merekah ranum, bertanya seolah tidak sedang bersorak riang dalam benak. "Apa?"

"Renjun. Itu namaku. Puas?"

Kiel berbalik. Kurva di bibirnya makin lebar. "Hehe."

Primrose yang telah diketahui bernama asli Renjun ini mendelik atas cengir kemenangan Kiel– baru sadar telah dikelabui. Rupanya anak itu hanya melepas umpan, ia yang bodoh karena mau-mau saja memakannya.

Kiel berderap terburu, lantas mengangsurkan tangan yang sekadar ditanggapi sebelah alis terangkat bertanya oleh Prim– ralat, Renjun. "Apa?"

"Mari ulang perkenalan kita."

Renjun menarik napas. Kiel ini memang diluar perkiraan. Pentingkah mereka melakukan itu?

"Tentu saja! Kita harus melakukannya dengan benar agar bisa berteman."

Baiklah, terserah.

Renjun mengamit uluran Kiel, serta merta membuat kamar semakin benderang oleh aura bahagia yang segera tersebar.

"Halo Renjun! Salam kenal!"

Kiel ... bagaimana bisa dia tidak tersentuh kelam tempat ini?

Lihatlah. Dia bahkan tidak sadar akan kekampuannya yang sangat lihai menularkan senyum dan mengontaminasi Renjun sampai satu yang lain turut mekar di bilah merah mudanya. Padahal sepak terjang Renjun selama di sini telah melekat pada kesan judes tak tertolong. Terlebih hanya karena suara antusias Kiel, Renjun benar-benar ditaklukan. Tck. Kemana ia yang berwatak keras itu?

"Namaku Jonquil, tapi Selena memanggilku Kiel. Ayo kita berteman, Renjun! Namamu bagus, aku suka!"

Ketimbang daffodil, Kiel lebih menginterpretasikan seroja yang tumbuh cantik di tengah lumpur.

Renjun menarik tangannya lebih dulu, berdecih kecil pertanda meledek. "Tentu saja namaku bagus. Terutama jika dibandingkan dengan namamu."

Cemberut Kiel kembali hadir, membuat Renjun menahan geli.

"Menyebalkan," gerutu Kiel yang dalam satu detik tiba-tiba membatu, lantas masih dengan kecepatan yang sama ia kehilangan rona di wajah. Renjun perhatikan peristiwa perpindahan ekspresi dalam waktu singkat ini sambil keheranan. Pun saat airmuka Kiel mengalami perubahan kembali; bibir maju beberapa senti sampai mirip paruh bebek, mata berkaca-kaca, juga sedih yang menyepuh hidung mancung sampai bersemu.

"Ada apa?" tanya Renjun mulai waswas. Jangan bilang Kiel melakukan hal cero–

"Aku terlanjur bilang pada Selena kalau kamu selalu di sini. Maaf!"

Seperti yang bisa diduga, Renjun dan tempramennya sama-sama memekik. "Apa?!"

"Selena curiga kenapa aku sering masih lapar padahal makanan yang diantar ke kamar selalu habis!" Kiel katakan dengan sekali tarikan napas. Beberapa hari menempeli Renjun sudah cukup untuk paham jika si teman sangat emosian, seolah di puncak kepalanya tertanam gunung merapi yang siap erupsi sewaktu-waktu. Menakutkan.

"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak mengaku apapun kondisinya?!"

"Iya! Tapi Selena selalu tahu kalau aku berbohong. Dia sangat mengenalku ...." Suara Kiel menuruh sedih seiring mencapai ujung.

cromulent | jaemrenWhere stories live. Discover now