chapter 12 - peran utama

540 95 58
                                    

Rampung dengan jadwal yang padat merayap dari fajar sampai gelap, kelopak mataku dibuat melebar sedikit oleh pesan yang menyambar-nyambar ponsel ketika datanya dinyalakan. Tiga dari Wonwoo, delapan dari Ju-yeon, satu dari Jisung.

Terlebih dahulu aku membuka gelembung yang dikirim Wonwoo. Dia mengetik "Hai" sebagai salam pembuka– tak pernah absen dilakukan setiap menghubungiku –disusul stiker menggemaskan, lalu memilih pertanyaan apakah aku sibuk atau tidak sebagai pendahuluan, baru menjelaskan inti yang berupa satu ajakan.

Aku punya waktu luang tiga jam sebelum ke agensi. Bisakah aku menggunakannya untuk menemuimu?

Namun fokusku terjerat di serangkai kata yang menciptakan senyum dan tidak afdol rasanya kalau tidak dibaca berulang-ulang.

Aku merindukanmu.

Bateraiku yang tinggal duapuluh persen mendadak kelebihan kapasitas, membuat agak eror sampai aku berguling-guling di kasur. Kenyang kegirangan macam remaja puber kasmaran, aku berhenti, tengkurap sambil masih nyengir, lanjut membuka pesan lain yang belum ditengok. Kali ini dari Ju-yeon.

Meskipun kata pengantarnya cukup panjang–juga disertakan alasan kenapa dia jarang menghubungiku belakangan, pesan yang ia kirimkan kurang lebih isinya sama dengan Wonwoo. Dia mengajakku pergi, tapi dua kata terakhirnya yang berbunyi,

Aku merindukanmu.

membikin aku mengerjap karena bisa-bisanya dua orang itu seperti punya ikatan batin.

Aku mengedik kepala dan beralih ke ruang obrolan bersama Jisung. Dia paling singkat, padat dan memerintah.

Besok temani aku hyung, aku ada rencana mau membeli kemeja.

Belum satupun dari mereka mendapat balasan tatkala pintu diterobos dengan kumandang,

"Ayo ikut denganku."

Rasanya aku mau jadi amuba agar bisa membelah diri.

Karena gemingku Jaemin bertanya,
"Kamu sudah punya janji?"

Aku menggeleng lalu menganguk pelan, memantik heran sampai alisnya mengerut.

"Jadi?"

"Aku akan pergi denganmu."

"Kalau begitu siap-siap. Aku tunggu di bawah."

Biarlah tiga yang lain kutolak karena tidak mungkin aku menyia-nyiakan seorang Na Jaemin yang mengajak pergi berdua. Aku tidak pernah membayangkan kalau kami akhirnya akan berkencan. Haha, bolehkah kuanggap begitu?

Seperempat jam semangat memilah pakaian, menggunakan tipis riasan dilengkapi kacamata kesayangan, aku mematut diri di depan cermin. Decapku tak tertahan. Soal penampilan, aku memang paling keren.

Kursi samping pengemudi kutempati, sementara Jaemin berperan sebagai pemegang kendali pedal. Kami menggunakan mobil pribadinya, omong-omong. Senyumku merekah tipis, tak sabar dengan gagasan malam romantis yang telah berjubal di kepalaku.

Kala kendaraan telah diparkir dengan apik, aku dituntun ke sebuah kafe dan langsung tertuju pada satu meja. Lima langkah di belakang Jaemin, aku membeku seraya bertanya-tanya apakah ternyata aku terlalu percaya diri. Seketika raut bahagiaku dikarau masam. Dreamies ada di sini.

"Hyung, kemari." Jisung mempersilakanku mendarat di kursi sebelahnya. Aku masih belum bisa merespons dengan benar, masih terimbas kaget sebab apa yang kuhadapi tidak sesuai ekpektasi.

"Kamu mengajak dia?" Mark melirikku skeptis, pertanyaannya dirujuk pada Jaemin yang menjatuhkan diri di samping Chenle.

"Ya."

cromulent | jaemrenNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ