senanda || pesan misterius

1.1K 85 23
                                    

Kuberuntung jadi anakmu, Bunda
(Rumah Ke Rumah - Hindia)

———

Tidak ada yang lebih membosankan daripada kehidupan Senanda di musim ujian. Kegiatannya hanya itu dan itu saja dari hari pertama ujian dimulai hingga seterusnya.

Belajar, lalu berangkat ke sekolah untuk ujian. Hal itu diulang kembali tiada henti, tiada bosan. Kehidupan Senanda seolah hanya berpusat pada dua hal itu saja, dan menganggap yang lainnya tidak penting untuk mendapat perhatiannya.

Selama masa ujian, Senanda hampir tidak pernah memegang ponsel. Hanya sekali saja ketika malam sebelum tidur. Itu pun untuk memeriksa grup kelas di sebuah aplikasi pesan, mana tahu ada info penting. Pesan dari Aiden kadang baru sempat dibalas saat pagi hari, ketika ia dalam perjalanan berangkat ke sekolah, atau baru dibalas saat teringat saja.

Persis seperti apa yang Senanda katakan sebelumnya, bukan? Untungnya ia memiliki pasangan yang super pengertian. Tidak marah saat pesannya lama dibalas.

Persaingan di SMA Unggul bukan main ketatnya. Berisikan teman-teman yang pintar tentu merupakan sebuah tantangan tersendiri. Pastinya bukan hanya Senanda seorang yang melakukan kegiatan membosankan itu, murid lainnya juga akan sama sibuknya. Meski di hari-hari sebelumnya juga sudah sering mengulang pelajaran, tetap saja membuka kembali materi yang ada serta mengerjakan berbagai soal terkait itu perlu. Senanda anak yang lumayan ambisius jika terkait nilai. Ia selalu mengusahakan yang terbaik. Dan karena itu jugalah ia tertimpa masalah di masa lalu.

"Aman, Nan?" Adit meletakkan satu kotak susu rasa cokelat di meja depan Senanda. Saat ini mereka sedang berada di kantin, menunggu ujian untuk mata pelajaran berikutnya dimulai. Dalam satu hari, mereka hanya memiliki dua mata pelajaran yang diujiankan.

"Aman, Dit. Kamu bagaimana?"

Adit terduduk lesu di depan Senanda. "Gue mual. Mabuk karena kebanyakan belajar kayaknya."

Senanda tertawa. Tadi adalah ujian Matematika, dan nanti adalah ujian Bahasa Inggris.

"Gue lapar. Lo mau gue pesankan makanan apa, Nan?" tanya Adit sambil berdiri.

Pagi tadi Senanda sudah sarapan, tapi setelah ujian pertama tadi ia mulai merasa sedikit lapar. Tidak heran. Matematika sangat menguras waktu, pikiran dan tenaga. Kepala siapa pun akan dibuat berasap karenanya. "Batagor, deh, Dit. Tolong, ya." Senanda tersenyum manis hingga matanya menyipit. Kalau Aiden sampai lihat, cowok itu pasti akan cemburu. "Oh! Aku traktir, deh." ia merogoh saku celana, dan mengulurkan selembar uang berwarna biru pada Adit.

"Wah! Rejeki anak baik." setelah menerima uang dari Senanda, Adit lekas beranjak ke beberapa stan makanan yang tersedia.

Bersamaan dengan perginya Adit, datanglah Aiden bersama ketiga temannya memasuki kantin. Melihat Senanda duduk di salah satu meja tengah kantin sendirian, membuat mereka menghampiri.

"Sayang," sapa Aiden di dekat telinga Senanda, lalu duduk tepat di samping kekasihnya.

Senanda menoleh cepat dengan tangan sibuk mengusapi telinga yang terasa geli. "Kak Ai? Bagaimana ujiannya? Lancar?"

Aiden hanya mengangguk. "Begitulah."

"Begitulah itu artinya dia yang bakalan dapat juara umum dari ketiga angkatan, Nan," jelas Inggrid yang duduk di depannya.

Tidak lama kemudian Adit datang membawa pesanan mereka. Disusul Pandu dan Restu, serta seorang wanita paruh baya bantu membawakan pesanan Aiden dan ketiga temannya.

"Se, gue ada chat lo semalam, tapi belum dibaca, loh." Aiden menatap Senanda dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat. Pasalnya dia sendiri pun tahu kekasihnya itu sibuk belajar.

Senanda.Where stories live. Discover now