senanda || vitamin pagi

1.1K 105 23
                                    

Never thought I'd find you
But, you're here, and so I love you
(Glue Song - Beabadoobee)

———

Bel di rumah keluarga Ardinan berbunyi beberapa kali pagi ini. Senanda yang baru saja menyuapkan sesendok makanan terakhir di piring berdiri, berniat membuka pintu. Namun, sang bunda, Anisa, menahannya dan meminta untuk duduk kembali.

"Pagi Yah, Kaivan."

Ardinan menoleh. "Aiden? Pagi sekali kamu bertamu ke rumah saya."

Aiden tertawa kecil. "Aiden mau jemput Senanda, Yah. Sekalian mau minta ijin buat berangkat bareng."

"Duduk dulu, Aiden." Bunda menepuk kursi di sebelahnya yang kosong. "Kamu sudah makan?"

Aiden mengangguk. "Sudah, Bun, terima kasih."

Senanda meneguk air di gelasnya sampai habis. Sesekali melirik Aiden yang tampak berbasa-basi dengan orangtuanya. Ia lalu menatap sang ayah yang sedang menyeruput teh. "Yah, aku boleh berangkat bareng Kak Ai hari ini?"

"Boleh. Uang jajan sudah?"

Senanda mendekati Ardinan lalu mencium pipinya. "Sudah, kok." ia lalu beralih pada bunda, melakukan hal yang sama. "Aku pergi sekolah dul—"

"Kak!" Kaivan berseru. Kedua alisnya tertekuk. Lingkaran samar di bawah mata yang akhir-akhir ini terlihat sukses membuat sekeluarga khawatir.

Senanda memutar mata. Berlagak seolah terpaksa mencium pipi adiknya. "Banyak mau," ucapnya. Selesai berpamitan, Senanda beranjak keluar dari rumah setelah mengenakan sepatu dengan Aiden mengekori di belakang. Begitu memasuki mobil Aiden yang terparkir di depan gerbang rumah dan menutup pintunya, barulah Aiden menariknya untuk dipeluk erat.

"Kangen, deh." Aiden memeluk pinggang Senanda, lalu mengusapkan dahinya di bahu si kekasih. "Jangan pulang sama Adit terus dong, Se, sama gue aja sesekali. Emang lo pacarnya Adit apa?"

Pagi-pagi sudah menggerutu saja Kakak pacar, Senanda membatin. Tangannya terangkat untuk mengelusi rambut di belakang kepala Aiden perlahan. Sayang kalau diberantakan, padahal sudah tertata rapi.

"Kapan-kapan, ya, Kak Ai," balas Senanda pelan.

Sebuah ciuman didaratkan Aiden di pipi kiri Senanda. "Kapannya itu hari ini? Besok? Lusa?"

Rewel, deh. Senanda jadi kebingungan menjawab hal yang belum bisa ia pastikan betul. Takutnya Aiden kecewa saat ia mengiyakan, tapi kemudian tidak terlaksana. "Nanti aku coba bicarakan sama Adit." Senanda melepaskan pelukan, membuat Aiden memasang wajah masam. Ia berdeham "Mendingan sekarang kita berangkat, Kak Ai."

"Berasa bucin sendiri gue." Aiden menggerutu lagi. "Lo nggak terpaksa kan, nerima gue, Se?"

Senanda menggeleng cepat. "Mana ada! Aku nggak segila itu, ya."

Aiden kembali pada posisinya, menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi mobil. "Kalau gitu ..." telunjuknya mengetuk permukaan pipi beberapa kali, mengode Senanda.

Senanda menghela napas. Baru ia sadari setelah mereka berpacaran kalau Aiden ini tipe yang suka sekali sentuhan. Love language-nya physical touch barangkali. Senanda tidak masalah dengan itu, karena ia pun suka. Maka dari itu dengan kilat ia mengecup pipi Aiden.

Dahi Aiden berkerut. "Apa itu tadi? Nggak terasa sama sekali. Yang lama dong, Sayang."

Senanda tersenyum datar. "Oke." ia kembali membawa tubuhnya mendekati Aiden. Tangannya meraih wajah kekasih, lalu memberikan kecupan lagi di pipi itu dengan keras, menekannya, dan dalam posisi seperti itu selama tiga detik sebelum akhirnya menjauhkan diri. "Sudah puas, Kak Ai?"

Senanda.Where stories live. Discover now