senanda || aiden's boyfie

1K 101 13
                                    

You and me together,
nothing is better
(Set Fire to the Rain - Adele)

———

"Beli sate yang ada di dekat perempatan jalan, yuk, Kak Ai," celetuk Senanda. Ia saat ini sedang bersandar pada kepala kasur sambil bermain game candy crush di ponsel Aiden. Baru ia unduh. Sementara ponselnya sendiri sedang dicas di dekat TV.

Aiden yang baru selesai memakai kaos ke tubuhnya pun ikut menghempaskan diri untuk duduk di samping pacarnya. "Emangnya udah sehat?"

Senanda mengangguk. Fokusnya tidak teralihkan dari layar ponsel. Aiden saja tidak diliriknya. Ia juga membiarkan pacarnya itu untuk meraba dahi, memeriksa suhu tubuh. Tapi Senanda memang sudah merasa baik-baik saja sejak sore tadi. Tinggal lemas sedikit saja yang belum hilang sepenuhnya.

"Kalau begitu, satu jam lagi baru kita pergi," ucap Aiden. Kepalanya direbahkan pada bahu Senanda, menatap pada permainan yang asik sekali dimainkan pacarnya sejak tadi. "Sekalian kita malam mingguan berarti, ya, Se."

"Oh? Sekarang malam minggu, ya?"

Aiden tertawa. "Kelamaan jomblo, ya, Dek sayang?"

Senanda mendengus. "Tapi nanti kita jalan aja ke sananya."

"Kenapa begitu?"

"Kayaknya seru aja jalan-jalan di trotoar pas malam. Nggak jauh juga tempatnya. Ya?"

Aiden menghela napas. "Emangnya gue dikasih opsi jawaban lain selain 'iya'?"

Kalimat bernada pasrah tersebut berhasil memancing tawa kecil Senanda keluar. Aiden  berakhir gabut sendirian karena diabaikan oleh pacarnya demi sebuah game. Alhasil dia menjadikan pipi Senanda sebagai hiburan. Diciuminya berkali-kali dengan gemas. Untung pacarnya sedang anteng.

Satu jam terlewat begitu saja. Senanda sudah mengganti pakaian dengan yang lebih tebal dan hangat, apalagi kondisi tubuhnya yang baru sembuh dari demam. Bisa mengomel Aiden kalau mendapati dirinya hanya memakai kaos biasa.

Aiden membuka pintu apartemen dan membiarkan Senanda keluar duluan. Dia menyusul setelahnya, lalu merangkul Senanda. Tujuan mereka adalah lift yang akan membawa mereka ke lantai dasar. Baru setengah jalan, Aiden tiba-tiba saja meraih sisi wajah Senanda untuk menghadap ke arahnya dan mengecup ringan bibir itu beberapa kali.

Senanda jelas saja terkejut, tidak sempat mengelak. Untung saja sekitar mereka sedang sepi, begitu tadinya ia berpikir. Namun, siapa yang menyangka kalau di detik berikutnya ia akan terperanjat saat pintu apartemen di samping mereka terbuka, dan seorang lelaki keluar dari sana. Lelaki itu sempat menatap mereka juga selama beberapa saat, membuat Senanda semakin kikuk, apalagi wajah Aiden yang masih belum menjauh.

"Yo! Bang Ose. Mau ke mana, Bang?" Aiden menegakkan tubuh.

Lelaki tadi—yang ternyata kenalan Aiden dan bernama Ose—balas menyapa dengan anggukan. "Belajar. Lo?"

"Mau cari makan dulu."

Secara alami mereka bertiga sudah berjalan bersama ke arah lift di depan sana. Ose merupakan tetangga Aiden. Secara kebetulan mereka bertemu di depan nomor pintu apartemen masing-masing, sama-sama baru pindah ke tempat itu. Jadi sudah hampir 1.5 tahun lamanya mereka saling mengenal. Sesekali juga Aiden diajak Ose untuk mencari makan di luar. Terkadang pula Aiden yang mengajak Ose makan di tempatnya.

"Pacar lo?"

"Eh?!" Senanda tersentak. Ia yang memang berjalan di tengah keduanya pun menoleh pada Ose, lalu pada Aiden.

Tidak seperti Senanda yang panik, Aiden malah tertawa santai. Tangannya mengelus bagian belakang kepala Senanda. "Hooh. Ini lo mau belajar di kafe itu lagi? Yang deket kampus lo?" dijawab dengan anggukan, Aiden pun menambahkan, "Jauh amat belajarnya, Bang."

Senanda.Where stories live. Discover now