senanda || bersama kesayangan

1.1K 99 18
                                    

Love you to the moon and to Saturn
(Seven - Taylor Swift)

———

Di pagi yang tenang itu, suara rengekan dari Senanda terdengar memenuhi kamar. "Sebentar lagiii."

Tidak tahu saja kalau Aiden sudah berkacak pinggang di samping kasur, menghela napas lelah. Biasanya tidak sesusah ini membangunkan Senanda dari tidurnya. Apakah ini efek mabuk semalam, jadi terasa berat untuk bangun?

Senanda masih memejamkan mata. Rasanya seperti ada lem yang melekat kuat di kedua kelopak mata. Belum lagi kepalanya terasa agak berat dan perut yang kurang nyaman. Karena itu, bukannya menjawab, Senanda malah menarik selimut hingga bahu. Ia bergerak membelakangi Aiden yang sedari beberapa saat lalu itu memang gencar sekali membangunkannya.

Setelahnya dapat ia rasakan kasur berguncang pelan, namun tetap mencoba tidak mempedulikan apa yang mungkin akan dilakukan Aiden. Ia saat ini tidak dapat mendengar apapun karena kalau tidur memang melepas alat bantu dengar, jadi ia hanya bisa merasakan jari Aiden yang menusuk pipinya saat membangunkan tadi.

Senanda mendesah lega dalam hati. Di pikirannya, ia sudah senang karena akan melanjutkan tidurnya lagi tanpa gangguan. Senanda memang merasa lapar, tapi di saat bersamaan ia juga merasa mual seperti ingin muntah.

Omong-omong, kenapa rasanya Aiden belum pergi juga?

Bukannya mendapat ketenangan lagi, tubuh Senanda malah dibalik hingga ke posisi terlentang, lalu ciuman brutal pun mulai terasa pada permukaan wajah. Bukan ciuman lembut, ringan dan hangat, tapi yang Aiden lakukan adalah membenturkan bibirnya dengan kuat pada setiap bagian di wajah Senanda, bahkan menggigiti pipinya hingga basah.

Senanda menjerit. Mau tidak mau, ia pun membuka mata dan mendorong Aiden. Ia beringsut menjauh ke bagian ujung lain kasur seraya menatap Aiden dengan dahi mengerut dalam. Dengan cepat ia menggosok seluruh permukaan wajahnya dengan lengan baju. Terutama bagian pipi.

Aiden tertawa saja melihat reaksi Senanda. Ia kemudian menunjuk kamar mandi di belakang Senanda, mengode, dan tanpa menanti tanggapan Senanda, Aiden sudah beranjak duluan keluar dari kamar.

Senanda menatap kepergian Aiden dengan helaan napas. Kalau sudah bangun seperti ini, akan sulit untuk tidur lagi. Jadi Senanda masuk ke kamar mandi dan melakukan ritual pagi, kecuali mandi. Mandinya nanti saja setelah makan. Makan lebih penting. Setelah merasa agak segar, ia lanjut menyusuli pacarnya ke dapur sembari memasangkan alat bantu dengar di masing-masing telinga. Kalau tidak begitu akan sulit baginya berkomunikasi.

Memasuki dapur, Senanda melihat Aiden yang tampak sedang mengaduk sesuatu di panci. Ia mendekat, bukan untuk melihat apa yang masak Aiden, melainkan untuk memeluk tubuh itu yang bisa ia pastikan hangat. Senanda mengeratkan pelukannya di pinggang sang pacar, menyenderkan pipi pada punggung kokoh itu. Pelukable sekali tubuh Aiden ini. Pacarnya.

"Masih mabuk, Sayang?" bukannya apa Aiden bertanya demikian, sebab Senanda yang dikenalnya jarang memulai sentuhan seperti ini. Selalu dia duluan yang memulai. Jadi saat Senanda memeluk tiba-tiba dari belakang, ada letupan rasa senang di hatinya.

"Kepalaku pusing, sedikit," keluh Senanda pelan.

"Salah siapa? Gue yakin lo tahu minuman apa yang diminum semalam, kan?"

Senanda terdiam, tidak dapat mengelak. Perlahan ia bersuara dengan ragu, "Awalnya penasaran aja, jadi coba sedikit."

"Sedikit?" Aiden meragukan.

Kepala Senanda menggeleng sembari mendongak menatap bagian kepala belakang Aiden. "Jangan dimarahin. Aku nggak akan minum itu lagi."

"Ya, harus! Awas aja kalau sampai ketahuan minum lagi. Langsung gue bilangin Bunda."

Senanda.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang