senanda || rumah sakit

1K 95 24
                                    

Every look, every touch
Makes me wanna give you my heart
(Moonlight - Ariana Grande) 

———

Senanda tidak bisa langsung ke rumah sakit saat mendapatkan pesan mengejutkan dari bundanya perihal sang adik. Bunda melarang, katanya Kaivan sudah diberi penanganan. Tapi ia bersikeras ingin melihat sendiri kondisi adiknya, maka dari itu bunda mengalah dan memperbolehkannya untuk datang saat jam sekolah sudah berakhir.

Senanda menjadi orang pertama yang keluar dari kelas begitu guru menyudahi pembelajaran dan pergi menuju ruang guru. Ia berjalan cepat, nyaris berlari kalau saja ia tidak mengingatkan diri untuk berhati-hati agar tidak membuat masalah yang merugikan siapapun, terlebih untuk dirinya sendiri. Lorong kelas ramai oleh murid sekolahan yang juga ingin pulang. Senanda memilih berjalan di pinggir.

Sembari memelankan langkah, ponsel di saku Senanda keluarkan. Ia tidak mau merepotkan Adit untuk mengantarkan ke rumah sakit yang berlawanan arah dengan tempat tinggalnya. Karena itulah ia berpikir untuk menggunakan jasa ojek online saja. Dengan fokus yang tertuang pada layar ponsel jelas membuat Senanda sedikit lengah sehingga tidak menyadari sekitar, dan tanpa sengaja menyenggol lengan seseorang.

Senanda spontan berhenti dan menoleh cepat. "Maaf—eh?" raut panik tadi berganti lega. "Kak Ai."

Sosok itu, Aiden, yang tadi memang sengaja berdiri di luar gedung angkatan kelas 10 menunggu Senanda, pun tersenyum. "Buru-buru banget, Se."

"Aku harus segera ke rumah sakit." Senanda kembali menghidupkan layar ponselnya yang menggelap, namun Aiden malah merampas benda itu, membuatnya protes. "Kak!"

Aiden tidak menanggapi dan menarik Senanda ke tempat mobilnya terparkir. "Kalau punya pacar itu dimanfaatkan dong, Sayang. Masuk dulu, biar gue antar lo ke rumah sakit."

Senanda merasa tidak punya waktu untuk berpikir dua kali, jadi ia langsung masuk begitu Aiden membuka pintu mobil bagian kiri yang untuk penumpang. Ia memeluk tasnya dengan tangan gemetar dan napas agak tersendat karena rasa cemas dan panik yang mendera.

"Se," panggil Aiden. Cowok itu belum menyalakan mesin. Dia mengamati pacarnya yang duduk tegang di kursi samping. "Atur napas dulu coba, Se. Gue belum akan menjalankan mobilnya kalau lo nggak juga tenang."

Senanda menoleh, mendapati ekspresi serius di wajah Aiden membuatnya menelan ludah susah payah. Mau tidak mau, ia pun mengikuti instruksi dari Aiden untuk menarik napas dan mengeluarkan perlahan. Setelah merasa mendingan, barulah Aiden membawa mobilnya keluar dari area sekolah. Senanda juga sudah mengatakan nama rumah sakit yang akan mereka tuju.

Untuk kesekian kalinya Senanda mengecek kembali ponselnya. Ia tadi sempat berkomunikasi singkat dengan sang bunda, bertanya mengenai kondisi terbaru Kaivan. Hanya saja belum ada balasan dari bunda sama sekali, membuatnya kembali diserang rasa cemas yang berlebihan, yang kemudian menimbulkan perasaan takut. Senanda amat menyayangi adiknya. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Kaivan.

Ia sampai tidak menyadari mobil yang dikendarai Aiden sudah berhenti di tempat parkir rumah sakit. Sedari tadi hanya menatap kosong ke bawah, entah pada apa.

"Se, astaga."

Mendengar suara Aiden serta rengkuhan di sisi wajahnya lah yang akhirnya menyadarkan Senanda dari lamunan. Jempol Aiden bergerak perlahan di pipinya, seperti menghapus sesuatu, hingga kemudian ia menyadari matanya yang basah. Ia menatap Aiden nanar. "Kak ..." panggilnya pelan dengan suara bergetar.

"Ada apa? Siapa yang masuk rumah sakit sampai bikin kamu menangis kayak begini, hm?" Aiden membawa Senanda ke dalam pelukan. Menenangkan melalui usapan di kepala dan punggung.

Senanda.Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ