senanda || fase galau

825 79 24
                                    

I'm obsessed with you
in a way I can't believe
(Just For Me - PinkPantheress)

———

Di Sabtu pagi ini, Senanda sudah berboncengan saja bersama Kaivan. Tujuan mereka adalah warung nasi uduk di dekat persimpangan perumahan. Tempat langganannya.

Mereka sekeluarga memang sering makan di luar untuk sarapan kalau weekend begini. Seringnya ayah dan bunda akan menitip, sementara Senanda dan Kaivan yang pergi membeli. Kali ini juga begitu, orangtua mereka menitip nasi uduk untuk dibawa pulang.

"Kak Se nggak ada kegiatan weekend begini?" tanya Kaivan saat mereka sudah mendapati tempat duduk, bergabung dengan beberapa pembeli lainnya di satu meja yang sama.

Senanda hanya menggeleng, tangannya sibuk membalas pesan dari abang sepupunya yang merupakan anak dari Amanda, kakak dari sang bunda, Anisa. "Memang sejak kapan aku jadi orang sibuk?"

Kaivan angkat bahu. "Ya, biasanya ada senior Kak Se datang ke rumah, terus mengajak Kakak main ke luar." dia mengambil satu gorengan yang tersedia di atas meja, memakannya sembari menunggu pesanan mereka datang.

"Nggak ada, tuh." Senanda menjawab sambil lalu. Ibu penjual kemudian datang membawa piring pesanan Senanda, yaitu nasi uduk, dan pesanan Kaivan, yaitu lontong sayur.

Setelahnya, mereka sibuk dengan makanan masing, melupakan topik pembahasan sebelum ini. Senanda memang tidak lagi berkomunikasi dengan Aiden sejak kejadian ngomong kasar di apartemen waktu itu. Lebih tepatnya, ia yang menjaga jarak. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah sebab ia merasa buruk karena sampai dimarahi Aiden. Senanda merasa tidak siap saja jika harus bertatap muka dengan cowok itu, terlebih harus bersikap seperti biasa seolah kejadian yang kemarin itu tidak pernah ada. Senanda tidak bisa. Ia butuh waktu. Jika dipaksakan, Senanda akan merasa canggung sendiri.

Sejak itu, tidak ada pesan-pesan Aiden yang ia baca. Sengaja ia senyapkan dan arsipkan. Telepon dari cowok itu juga tidak pernah ia angkat. Ia lebih sering berada di ruang keluarga atau main di kamar Kaivan dengan meninggalkan ponselnya di kamar. Di sekolah pun, Senanda juga sebisa mungkin tidak terlihat oleh Aiden. Ia tidak keluar dari kelas, dan hanya menitip belikan susu kotak pada Adit dan Bimo. Bahkan sengaja pulang dengan cepat tanpa menunggu Adit.

Melelahkan, tetapi itu terasa lebih baik daripada harus berkomunikasi dengan Aiden. Senanda belum siap. Ia memang cenderung menghindari sesuatu atau seseorang yang sekiranya dapat membuatnya merasa tidak nyaman. Senanda masih teringat jelas bagaimana ekspresi yang diberikan Aiden, dan ia gelisah. Sisi Aiden yang tidak pernah ia tahu.

"Kak Se, makan jangan sambil melamun."

Senanda mengerjap, menoleh menatap Kaivan, lalu lanjut makan dengan lahap. Makanan enak tidak boleh di sia-siakan.

"Sedang ada masalah, Kak?" tanya Kaivan penuh perhatian.

"Bukan masalah penting, kok." Senanda menyuapkan makanan lagi hingga mulutnya penuh. "Oh, iya, Kai. Abang Bara tadi chat aku."

Kaivan mengisi dua gelas dengan air putih. Satunya digeser pada Senanda. "Apa katanya?"

"Mengajak kita menginap sampai hari Minggu. Katanya Tante bikin makanan enak." Senanda meminum air dari gelas yang diberikan Kaivan, meneguknya hingga habis setengah.

"Iya-in aja, Kak. Apalagi Bang Bara punya alat game di kamarnya. Bisa bergadang mumpung libur."

Senanda mengangguk, lalu mengirimkan balasan untuk pesan sepupunya.

"Kak Se serius nggak ada yang mengajak main ke luar nanti?" tanya Kaivan lagi, memastikan.

"Iya. Jangan tanya lagi. Kita harus cepat pulang sebelum Bunda menelepon dan mengomel karena makanannya belum juga datang."

Senanda.Where stories live. Discover now