Ephemeral Love 54

20.3K 1.2K 2
                                    

Flora mengerjapkan matanya. Dia menatap tangan yang menggenggam jemarinya. Tangan kekar itu memakai cincin yang sama dengannya.

“Jadi mereka tidak saling mencintai sejak kami menjalin hubungan. Adrian tidak berbohong,” gumamnya.

“Sudah bangun ternyata. Dimana yang sakit? Di sini?” tanya Adrian. Dia mengelus dada istrinya dengan pelan.

“Geli, kamu mesum!” Flora menepisnya.

“Jangan menyebut suamimu mesum. Aku bahkan menahan diriku saat mencium mu,” ujar Adrian. Dia naik ke ranjang dan mendekap wanita itu.

“Flo... Flora.... Kenapa kamu selalu membuatku khawatir?”

Flora menatap suaminya dan tersenyum. “Karena kamu mencintai ku, bukan?” tanyanya.

Adrian mengangguk. “Lebih tepatnya karena kamu bodoh. Aku baru tahu ibunya Isvara mengalami sedikit gangguan. Maaf terlambat memberitahukan itu, kamu pasti sedih saat dia membentak mu. Mati-matian aku menahan diri agar tidak melukai perasaan mu, dia malah memarahimu," ujar Adrian.

“Tapi aku yakin ada sesuatu yang  Isvara dan ibunya tutupi.” batin Flora.

“Flo sayang, kamu masih di sini?” Adrian meniup pelan wajah Flora.

“Em, ya?”

“Kamu melamunkan apa?” tanya Adrian.

“Tidak ada. Mm... sepertinya hubungan ku dengan Isvara tidak baik.”

“Sebenarnya itu salahku. Aku ingin kamu tidak mengusik kehidupan ku dulu. Maaf,” ucap Adrian.

Flora menenggelamkan diri dalam dekapan itu. Dia tidak ingin bicara lagi untuk saat ini. Tubuhnya masih terasa lemas.

“Istirahatlah, aku akan menemanimu setiap saat.”

Flora mengangkat tangan kirinya dengan pelan. Tangan yang tersambung selang infus itu dia gunakan untuk memeluk suaminya.

“Eh? Kamu memelukku? Cintamu sudah kembali lagi, ya?”

“Jangan bergerak, Adrian. Tanganku sakit,” ujar Flora. Dia memejamkan matanya.

Pintu tiba-tiba terbuka. Para tamu yang datang itu melongo melihat mereka.

“Eh?” Flora berbalik dengan pelan.

“Ayah!” Dia berteriak dengan semangat. Dia langsung bangun dan mendorong tiang infusnya untuk menghampiri mereka.

“Ayah khawatir, Flo sayang.” Tommy memeluk putrinya dengan sangat erat dan cukup lama.

“Tommy, giliran ku. Mertuanya juga orangtuanya," ujar Ghina.

Flora tersenyum. Dia memeluk kedua mertuanya dengan erat.

“Aku baik-baik saja," ujar Flora.

Adrian bersandar dan melipat tangannya. “Ivy sayang, suamimu di sini.”

Flora menoleh.

“Jangan cemburu begitu, son!” Ghina memperingati.

Adrian pun menghampiri mereka dan duduk di sofa.

Flora terdiam sejenak saat mereka mulai menanyai keadaannya. Dia menatap Crish yang nampak tidak bersemangat itu.

“Crish, terimakasih sudah membantuku.” Flora memasang senyuman manis.

Crish menoleh. “Bukan masalah. Aku akan selalu membantumu, itu yang kukatakan padamu," balas Crish. Dia membalas senyuman itu juga.

Adrian hanya bisa menghela nafas. Dia takut kecemburuannya justru membuat Flora membencinya. Dia benar-benar tidak tahan dan ingin memukul sahabatnya itu saat ini.

“Vian tidak datang, ayah?”

Rahang Adrian mengeras mendengar itu. Dia melingkarkan tangannya di pinggang Flora dan merangkul posesif istrinya.

“Ada pesta di kediaman Ghaenom. Sebenarnya ayah juga diundang, tapi mendengar kabar mu ini, ayah langsung menundanya,” jawab Tommy.

Felix menggeleng. Tatapan putranya itu dan genggaman erat itu, benar-benar seperti dirinya di masa muda. Dia berharap putranya tidak mengasari menantunya karena sikap egois itu.

“Aku permisi sebentar, ada yang harus ku urus,” ujar Crish pamit.

Mereka mengangguk.

“Terimakasih dan hati-hati di jalan, Crish,” ujar Flora.

Crish tersenyum dan mengangguk. Dia pun pergi dari sana. “Kenapa justru aku semakin menginginkannya? Ini benar-benar kacau!”

Sementara di ruangan itu, mereka kembali mengobrol ria lagi.

Adrian hanya diam dan mendengar. Dia akan membahas maksud senyuman istrinya itu nanti.

Malam pun kian larut.

Flora menguap dan mengucek matanya.

“Sudah larut, kalian belum pulang? Bukan maksudku ingin mengusir tapi ...”

  “Iya, kami akan pulang.” Ghina langsung memotong.

“Aku ingin pulang juga," ujar Flora menatap suaminya.

“Kita pulang besok saja. Setelah ini, akan ada pemeriksaan lagi.” Adrian menolak.

Mereka pun pamit dan tinggallah suami istri itu.

Adrian menatap keluarganya yang sudah pergi dan mengawasi pengawal yang berjaga.

“Ambilkan susu dan makanan yang ada di mobilku," ucapnya pada Rendy.

“Baik, tuan.” Pria itu menurut.

Beberapa saat kemudian, dia langsung kembali dan memberikan apa yang tuannya minta.

“Terimakasih," ucap Adrian dan langsung mengunci pintu.

Para pengawal itu saling menatap. Mulutnya terbuka lebar dengan mata yang membulat. “Apa ini pertanda buruk atau baik? Tuan Adrian mengucapkan terimakasih?”

Sementara itu Adrian langsung menyediakan segelas susu coklat. Dia menunggu Flora selesai dari kamar mandi.

“Bajuku basah,” ucap Flora pelan.

“Sudah kukatakan agar aku ikut ke dalam.” Adrian menghampiri istrinya.

“Kamu mau mengintip, kan?” kesal Flora.

“Aku sudah pernah melihat semuanya. Kamu tidak ingat? Saat mama menyuruhku menjemput mu yang tidak kunjung keluar dari kamar. Pintu mu tidak terkunci saat itu,” ucap Adrian.

“Hah? Gila! Menjauh dariku!” Flora mendorong pria itu dan menutup wajahnya.

“Ganti dulu. Kamu bisa masuk angin,” ujar Adrian. Dia meletakkan susu itu di nakas dan duduk di ranjang.

Setelah beberapa saat, Flora kembali.

“Minum,” ucap Adrian.

“Ini bukan susu persiapan hamil, kan?” tanya Flora curiga.

“Hm.” Adrian menggeleng.

Flora tidak curiga lagi. Terakhir susu yang dia minum bewarna putih, bukan coklat. Dia pun meneguknya, saat rasanya tidak berbeda dari yang biasanya, dia meminumnya sampai habis.

“Ada beberapa cemilan juga, kamu mau?” tanya Adrian.

Flora mengangguk. “Aku ingin menonton film juga," ucapnya.

Adrian pun beranjak untuk mengambil makanan itu. Lalu dia duduk di samping Flora dan menyalakan tv.

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now