Ephemeral Love 22

34.1K 2.5K 10
                                    

Flora tidak bisa tidur malam ini.

Dia mengambil ponselnya yang berdering karena pesan. Wanita itu sudah menghapus semua foto-foto tadi.

Adrian love

Pintu dan jendela mu tertutup, kan?
_______________

Flora langsung bangun dan melihat jendela juga pintunya. Dia tidak tahu kenapa dia merasa lebih takut dari biasanya. Padahal wanita itu sudah tinggal sendiri sejak dulu.

Adrian love

Kenapa hanya di baca?

Sudah

Apanya yang sudah?

Aku sudah mengunci pintu dan jendela.

Baguslah
Selamat tidur
_______________

Flora mengerutkan keningnya. Setelahnya dia tersenyum, dia malu pada dirinya sendiri.

Pagi pun tiba.

Tommy masuk ke kamar Flora karena putrinya tidak menyahut dari tadi.

"Flo? Bangun sayang," ucapnya.

Flora pun mulai mengerjapkan matanya. "Lima menit lagi, ayah. Flora mengantuk," ujar Flora menolak untuk bangun.

"Kenapa masih mengantuk? Kamu harus minum obat tepat waktu, loh."

Flora pun bangun. Rambutnya sedikit berantakan, tapi tidak mengurangi kecantikannya. Justru dia terlihat lucu dengan itu.

"Mandilah! Vian menunggu mu di bawah," ucap Tommy.

"Eh? Vian datang, ya? Kalau begitu aku mandi dulu," ujar Flora. Wanita itu langsung masuk ke kamar mandi.

Flora pun segera bersiap-siap. Dia menuruni anak tangga dan menghampiri Vian yang duduk di ruang tamu.

"Hay Flora! Kenapa kamu bangun lama? Tidak biasanya kamu seperti ini," ucap Vian.

Flora cengengesan dan duduk di samping pria itu.

"Beberapa hari ini aku tidak melihat mu, makanya aku datang. Makanlah lebih dulu, aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Vian.

"Oke, kamu sudah sarapan?"

Vian mengangguk menjawabnya.

--o0o--

Tommy meraih ponselnya yang berdering.

"Ya, hallo?"

"Tom, aku ingin membicarakan pernikahan anak kita. Apa kamu ada waktu? Sudah lama kita tidak bersantai lagi," ucap Felix dari seberang.

"Boleh. Dimana? Apa hanya kita atau Flora dan Adrian ikut?" tanya Tommy.

"Ikut saja. Mereka terlihat sudah lebih akur," jawab Felix.

"Sepertinya Adrian mewarisi sikapmu. Baru saja dia meneleponku agar tidak membiarkan Vian mengantar Flora."

"Ya jujur saja, aku pun tidak mau menantuku diantar pria lain."

"Enak saja! Vian dan Flora sudah berteman sejak lama, mereka sudah seperti adik dan kakak." kekeh Tommy.

Felix tertawa kecil dari sebelah.

"Baiklah, akan ku katakan pada Adrian untuk tidak terlalu cemburu pada anak itu. Malam ini atau besok saja?"

"Sepertinya besok. Aku sedikit sibuk hari ini."

"Oke, baiklah."

--o0o--

"Flora! Kamu begitu keras kepala! Bagaimana jika jantungmu kumat lagi? Apa yang kamu pikirkan?" Yogi memarahi wanita di depannya. Pasien sekaligus juniornya itu bertindak sesuka hatinya lagi.

Sore tadi terjadi kecelakaan besar. Flora turun tangan merawat seorang pasien yang terluka parah. Banyak dokter di sana, namun ada kasus lain yang memakan banyak korban, sehingga dari dokter bedah jantung, tersisalah dirinya.

Setelah melakukan kesibukannya, Flora yang kelelahan diam-diam meminum kopi. Yogi melihat itu semua setelah kasus operasi yang dia tangani bersama dokter bedah jantung lainnya.

Flora hanya menunduk.

"Kamu membuat semua orang dalam masalah, nak Flora. Bagaimana bisa kamu berpikir egois seperti ini? Buang itu!"

"Pak Dio saja tidak marah," gumam Flora, tetapi dia menurut untuk membuang kopinya ke tempat sampah.

"Kamu tahu kenapa dia tidak marah? Pak Dio menyuruhku untuk memarahimu! Dia takut pada tuan Adrian."

"Maaf, dok. Aku berjanji untuk tidak meminum kopi dan melakukan aktivitas berat lagi," ujar Flora.

"Ini demi kebaikan mu. Jangan mengulanginya lagi! Sebentar lagi jam pulang, kamu istirahat saja."

"Baik. Maaf, dok." Flora pun pergi.

Baru saja melangkah beberapa meter, Adrian langsung menelponnya. Flora meraih ponselnya dan mengangkat panggilan itu.

"Ya?"

"Kenapa lama sekali? Aku sudah di luar, cepatlah!"

"Maksud mu?"

"Aku menjemput mu. Keluar dalam tiga puluh detik!" Tegas Adrian dan langsung memutus telepon mereka.

Flora mendengus. Tidak ingin mencari masalah, dia langsung membereskan barang-barangnya dan menghampiri Adrian.

Di depan rumah sakit, Adrian menunggu Flora di dalam mobil birunya. Dia menoleh ke luar, saat Flora sudah datang.

"Maaf membuat mu menunggu," ucap Flora. Dia pun langsung duduk.

Adrian menatap Flora. Wanita itu menggulung rambutnya, memakai kemeja lengan pendek berwarna biru muda. Kemudian matanya tertuju pada jemari Flora.

"Apa yang sudah ku katakan tentang cincin pertunangan kita, Flora?!"

"Maaf, aku membukanya karena merawat pasien tadi. Cincinnya tidak hilang, ada di dalam tas." Flora langsung mencari cincin itu.

Setelah memakainya, Flora menoleh pada Adrian yang mengemudi. Dia menatap wajah datar itu dengan lekat.

"Imajinasi Adelle benar-benar hebat. Pria ini sangat tampan," batinnya.

"Besok, keluarga akan membicarakan pernikahan kita. Sebenarnya aku sangat sibuk, tapi mama dan papa memaksaku untuk ikut," ucap Adrian.

"Eh?" Flora mengerutkan keningnya. "Ini yang ayah maksud tadi, ya?" batinnya.

"Jika sedang sibuk, tidak masalah jika kamu tidak datang. Lagipula aku sedikit malas untuk menghadirinya," ujar Flora. Dia bersandar lalu memainkan ponselnya.

"Kenapa?" tanya Adrian.

"Seperti biasa, kamu akan menolaknya lagi. Aku tidak masalah dengan itu. Jika dipikir-pikir aku juga belum siap menikah," jawab Flora.

"Apa? Kenapa?" Adrian menghentikan mobilnya dan menatap Flora. Dia benar-benar terkejut dengan respon wanita itu. Memang benar adanya, jika dia menunda-nunda sebanyak dua kali.

Flora menoleh dan tersenyum. "Aku ingin menaati perjanjian kita. Itu rahasia kita berdua, kan? Jika kamu mencintai wanita lain, aku tidak ada masalah dengan itu."

EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now