Ephemeral Love 32

31.1K 2K 42
                                    

Adrian menatap Flora yang berjalan di depannya. Dia kagum dengan penampilan wanita itu. Berbalut dress soft pink dengan pita hitam yang menghias rambutnya. Sepatu dan tasnya juga bewarna hitam senada dengan pita itu.

“Apa dia memang selalu berpenampilan seperti itu?” gumam Adrian. Terlalu mengacuhkan Flora membuatnya tidak sadar betapa cantik dan anggunnya wanita itu. Hanya saja cara Flora mengejarnya mati-matian, membuatnya menatap rendah wanita itu.

Flora tersenyum menatap jauh ke danau itu. Cahaya langit senja terpantul sempurna di permukaan air. Benar-benar pemandangan yang memanjakan mata.

“Sangat indah,” ucapnya.

“Aku harus mengabadikan ini.” Flora langsung mengambil ponselnya dan mengabadikan sore itu.

“Bagus. Aku sudah jarang bersantai karena kesibukan ku,” gumamnya.

Dia pun berjalan menuju kursi yang menghadap ke danau itu. Adrian turut mengikutinya dari belakang.

“Kamu senang?” tanya Adrian.

“Kenapa kamu bertanya? Tapi jujur saja, ini menenangkan ku.” Flora menjawab dengan acuh. Bukan tanpa sebab, dia takut pada perubahan yang dia ciptakan dalam hatinya. Beruntung otaknya masih lebih berkuasa daripada perasaannya yang mulai terombang-ambing itu.

“Jika ini bisa menenangkan mu, ku harap itu bekerja juga padaku.” Adrian menatap Flora sebentar, kemudian menoleh pada pemandangan indah itu.

“Emosimu buruk. Kamu perlu mengendalikannya, Adrian. Cobalah cari sesuatu yang baik dan bisa menenangkan mu,” ucap Flora serius.

“Apa aku menakuti mu?”

“Ya, kamu menakutkan. Awalnya aku tidak menyukaimu saat pertama kali membaca kisah cinta yang buruk ini, aku semakin tidak menyukaimu yang selalu kasar dan jahat padaku. Tapi tidak apa karena semua itu bukan salahmu. Selain itu adalah ulah si pencipta, kamu juga punya alasan untuk semua itu.”

Adrian menoleh. Entah mengapa perkataan Flora itu sedikit menyentuh perasaannya. Emosinya memang benar membuat semua orang tidak nyaman bersamanya.

“Maaf jika aku melukai perasaan mu, Flora.” batinnya.

Flora menatap Adrian yang langsung membuang pandang. Dia tersenyum dan menepuk bahunya. “Tapi wajahmu menyelamatkan diri mu,” ucapnya terkekeh pelan.

“Jadi kamu mencintai ku karena wajah ku?” tanya Adrian menoleh.

“Menurut riset yang kulakukan, aku mencintaimu karena kamu tampan, kamu acuh dan dingin pada wanita lain, kamu kaya, kamu sebenarnya punya sisi baik yang jarang kamu tunjukkan, dan kamu pernah menyelamatkan ku dan membawaku ke rumah sakit saat jatuh di jalan. Itu bukan pertemuan pertama kita, jadi sebenarnya aku mencintaimu di pertemuan pertama kita. Saat ayah dan orangtua mu mengobrol bersama,” ujar Flora panjang lebar.

“Apa rasa itu masih sama, bertambah, atau justru berkurang?” tanya Adrian.

Flora menatap pria itu. Sebagai dirinya sendiri, dia mulai kagum pada Adrian. Dia naif karena belum pernah terlibat dalam hubungan asmara. Tapi dia adalah manusia yang tidak tertarik dengan cinta ataupun pernikahan. Lagipula dirinya hanyalah seorang penghalang sang karakter utama.

Adrian membalas tatapan itu. Tatapan yang sulit dibaca, dan tidak bisa dimengerti. Tidak ada lagi tatapan memuja dari manik itu, benar-benar sudah sangat berubah.

“Lihat! Pemandangan itu lebih indah dan tidak akan
menyia-nyiakan waktu mu,” ucap Flora mengalihkan pembicaraan. Dia menatap sang mentari yang mulai bersembunyi itu.

“Flo?”

“Mm?” Flora bergumam.

“Lihat aku, Flo,” ucap Adrian.

Flora pun menoleh. “Ya?”

“Aku mencintai wanita lain, kamu tahu itu kan?” tanya Adrian.

Flora mengangguk.

“Dia sudah tidak mencintai ku lagi. Sekarang, bisakah kamu mengembalikan perasaan mu padaku?” tanya Adrian.

“Aku bukan pengganti, Adrian. Berjuanglah pada cinta mu itu. Lagipula dilihat dari sisi manapun, pernikahan kita tidak akan terjadi. Kuharap kamu dan wanita itu bahagia, kalian saling mencintai.” balas Flora. Dia tersenyum lalu menatap kembali matahari tenggelam itu.

Adrian diam. Udara semakin dingin, dan ia tidak ingin memalingkan pandangannya dari Flora. Perkataan wanita itu menusuk ulu hatinya. Dia kecewa untuk kesekian kalinya oleh perubahan Flora.

Marah? Benar, dia sangat marah. Tapi untuk apa dia marah? Dia yang membuat semua itu terjadi. Adrian lah yang selalu mengacuhkan dan membiarkan Flora berjuang seorang diri.

“Maaf, Flo. Tapi aku tidak ingin mengecewakan orang tua kita. Aku menyetujui pernikahan ini,” ucap Adrian membuat Flora langsung menoleh.

“Dari awal, kamu sudah setuju. Pendapat dan penolakan mu tidak akan mengubah apapun. Jika kamu bisa menjelaskan pada orangtua kita, silahkan. Aku yakin kamu tahu bahwa mereka yang paling menginginkan pernikahan ini,” ujarnya.

=======
Hy Ezeng, ini Tania Ssi.

Terimakasih sudah mampir yawww...

Tapi demi apa, author dapat pesan bahwa cerita ini menguras emosi. Author cuman bisa ketawa karena ngetiknya juga rada kesal. Tapi bikin kalian kesal asik juga ternyata 😫😫

Gak laa.. bercanda. Tapi hope you like it. Stay tune buat kisah ini, yaa. Love you Ezeng 🤩💓


EPHEMERAL LOVE Where stories live. Discover now