Ephemeral Love 48

21.7K 1.4K 2
                                    

Adrian menatap istrinya yang memamerkan hasil masakannya. Ya, dia bisa menebak rasanya dari bentukannya yang kurang menarik.

“Kalian ke gedung belakang saja. Tinggalkan aku berdua dengan istri ku,” ucap Adrian.

Pelayan dan pengawal itu mengangguk. Para pelayan bergerak menuju bangunan khusus di belakang mansion, sementara para pengawal akan berjaga dari luar.

Flora menatap Adrian penuh semangat. Dia menunggu pria itu mencoba masakannya.

Adrian pun memakannya. “Meski kurang matang, garamnya pas.”

Flora tidak marah. Justru dia semakin sumringah.

“Terlalu kering, tapi aku suka karena tidak manis.” Adrian bergumam setelah mencoba brownies itu.

“Aku akan belajar lagi, Adrian. Jangan mengejek lagi dan habiskan itu semua.” Ujar wanita itu.

Malam pun tiba.

Flora yang baru selesai mengeringkan tangan dan kakinya, langsung di gendong bagai bayi oleh Adrian. Dia membaringkan istrinya dan menempelkan telinganya di dada wanita itu.

“Kamu merindukan ku, ya?" gurau Flora tertawa kecil.

“Ya,” jawab Adrian. “Kamu tidak ingin bertanya kemana aku pergi selama dua hari ini?”

“Kamu terlihat marah padaku, padahal aku tidak tahu salah ku apa. Aku mematuhi peraturan mu dengan baik.” Flora berucap. Dengan berani dia mengelus kepala pria itu. Adrian dibuat tenang dan merasa menang oleh perbuatannya.

“Aku tidak marah padamu, Flo. Bagaimana bisa aku melakukan itu padamu, hm? Aku tidak ingin memarahimu lagi," ujar Adrian.

Flora mengerutkan keningnya.

“Adrian, bisakah kamu berpindah posisi? Jantungku akan meledak jika kamu begini terus,” ucap Flora.

Adrian bergeser. Dia meletakkan tangannya di tekuk leher Flora dan menatap intens manik itu.

Adrian tersenyum. “Bagaimana hari mu?” tanyanya.

“Eh?” Flora melotot. “Apa yang terjadi padamu? Kepalamu terbentur, ya?”

“Kenapa?”

“Kamu biasanya seperti merapi, Adrian. Kenapa kamu bertingkah lembut begini?” tanya Flora serius.

“Karena ..., aku menginginkanmu. Aku mau perasaan mu kembali padaku, Flora.”

--o0o--

Pagi ini Flora menemani suaminya bekerja di kantor pria itu. Sepertinya Adrian tidak ingin Flora kembali ke rumah sakit, atau mungkin tidak ingin jauh dari wanita itu.

“Hay Crish,” sapa Flora pada Crish yang baru masuk.

Crish menoleh dan tersenyum. “Bagaimana hari mu? Kamu terlihat senang hari ini?” tanya pria itu. Crish mengantarkan dokumennya pada Adrian, lalu duduk di samping wanita itu. Tidak dekat, dia menjaga jarak karena tatapan tajam Adrian yang mengintimidasinya.

“Hari-hari ku menjadi membosankan jika tidak ke rumah sakit. Kalau di sana, teman-teman ku banyak dan aku bisa bekerja.”

“Kamu sedikit keras kepala, ya. Oh ya, aku membeli peralatan menyulam yang baru untuk mu. Ku dengar kamu menghilangkannya di suatu tempat.” Crish memberikan paper bag yang dia bawa.

Flora tersenyum lebar. “Kamu sangat baik, Crish. Terimakasih,” ujar Flora lembut.

Ini begitu sulit. Adrian sangat terbakar melihat itu, namun dia berniat untuk tidak memarahinya. Dia ingin Flora tidak takut lagi dan agar perasaan wanita itu kembali padanya.

“Dimana Isvara?” tanya Flora.

“Ada apa menanyaiku?” tanya Isvara dingin. Dia baru saja masuk untuk mengantarkan amplop coklat pada Adrian.

Flora menggeleng karena tidak nyaman.

“Permisi, saya dari divisi tiga.” Seseorang mengetuk pintu.

“Masuk.”

Wanita dengan rambut coklat panjang pun masuk. Dia mengantarkan beberapa berkas penting pada bosnya.

“Sudah beres, ya? Kamu cepat juga, Intan,” ujar Crish pada wanita itu.

Intan tersenyum. “Terimakasih, Crish. Semua ini karena bantuan mu.” Intan berucap pelan. Setelahnya wanita itu pergi dengan sopan.

Isvara terlihat tidak nyaman di sana. Kemarahan dipendam begitu baik dibalik wajahnya yang manis dan tenang.

“Aku pulang dulu,” ucapnya.

“Kenapa cepat sekali?” tanya Crish.

“Karena sepertinya kalian berdua punya kesibukan yang tidak berguna. Lebih baik aku menjenguk mama ku saja daripada di sini,” sarkasnya.

Flora menatap pintu yang tertutup itu.

“Apa menurutmu Isvara tidak nyaman dengan ku? Dia terlihat tidak ingin berbicara padaku padahal aku ingin meminta maaf padanya.” tanya Flora pada Crish.

Crish mengelus kepala Flora. “Tidak. Mungkin dia sedang ada masalah. Mamanya sedang sakit,” jawab pria itu lembut.

“Ku dengar Adrian menghilang dua hari ini." Crish berbisik pelan.

“Ya, dia tidak mengatakan apapun padaku.”

Crish menatap Flora yang murung. Hatinya begitu tersentuh setiap melihat wanita itu. Ingin sekali dia memeluk Flora yang menangis dan kecewa oleh perbuatan sahabatnya.

“Katakan jika kamu butuh sesuatu. Aku akan ada untuk mu, Flo.”

Crish kembali mengelus lembut pucuk kepala wanita itu. Dia pun pergi tanpa mengatakan apapun pada Adrian yang diam dan menatap tajam kedekatan mereka.

“Adrian, aku ingin mengemil.” Flora menoleh pada suaminya.

Adrian diam. Tatapan tajamnya mulai mulai mengendur dan kembali tenang.

“Tidak boleh.”

“Aku tidak berbohong.” Flora mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.

“Baiklah, daripada kamu berkeliaran lebih baik begini saja. Apa yang ingin kamu makan?”

EPHEMERAL LOVE Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz