senanda || continue? or, stop!

Začít od začátku
                                    

Tidak mau kakaknya marah, Kaivan segera berucap. "Oke, oke. Maaf ya, Kak." namun, Kaivan tidak merasa menyesal sama sekali. Ekspresi Senanda sangat menghibur soalnya. Terlebih, dari situ dia menyadari seberapa besar suka Senanda pada Aiden hingga tidak ingin berpisah.

Senanda mendengus. Mood miliknya anjlok seketika. Sudahlah tidak ada kabar dari Aiden, ditambah dengan ucapan Kaivan, mau pulang saja rasanya dan mengurung diri di kamar sembari melanjutkan kegiatan menontonnya yang tertunda tadi.

Senanda kembali memakan satenya dengan membuat mulutnya penuh hingga pipinya menggembung, sementara Kaivan terlihat mendapatkan pesan, disusul sebuah panggilan telepon setelahnya.

"Kak, aku angkat sebentar, ya," ucap Kaivan sebelum beranjak keluar.

Alis Senanda terangkat sebelah, bingung. Kenapa pula Kaivan harus keluar sana hanya untuk mengangkat telepon. Sepenting itu, kah? Apa mungkin dari pacarnya, jangan-jangan? Senyum jahil Senanda muncul. Ah, Kaivan ternyata sudah besar. Jadi ketika Kaivan kembali, ia menusuk pipi adiknya sambil berkata, "Siapa, sih, yang menelepon? Pacar Kai, ya?"

"Bukan, kok," balas Kaivan dengan tenang, seolah memang begitulah adanya. "Aku udah mutusin buat nggak mau pacaran dulu sebelum tamat SMA. Aku nggak mau nilaiku terganggu untuk masuk universitas bagus."

Wah! Luar biasa sekali ambisinya.

"Aku nggak sabar, deh, mau satu sekolah sama Kai. Nanti pas aku kelas tiga, kamu kelas satu berarti, kan?" Senanda menyeruput tes hangatnya hingga sisa seperempat gelas.

Kaivan menoleh, lalu mengangguk. "Aku juga nggak sabar. Pokoknya kalau kita udah satu sekolah nanti, Kak Se harus sama aku terus pulang-perginya."

Senanda berpikir. "Kalau Kak Ai mau ajak aku pulang bareng?"

"Harus izin dulu sama aku." Kaivan tersenyum sombong. Sejak dulu dia memang selalu ingin sekali satu sekolah dengan Senanda, mengingat SD pun telah sama. Namun, sebelum hal itu terwujud, kejadian itu lebih dulu terjadi hingga Senanda tidak mau lagi pergi ke sekolah. Takut, katanya. "Pokoknya aku nggak akan membiarkan siapa pun menjahati Kak Se kedepannya. Aku bakal jagain Kakak sebisa aku."

Senanda tentunya merasa senang memiliki adik yang amat sayang padanya. Padahal seharusnya seorang kakaklah menjaga si adik, bukan sebaliknya. Tetapi, Senanda malah bahagia mendapatkan perlakuan seperti itu. Jadi, ditepuknya puncak kepala Kaivan dengan penuh sayang dan bangga. "Setelah ini kita langsung pulang, kan?"

Kaivan menggeleng. "Kita cari jajan lagi sampai Bunda telepon."

〰️

Ardinan menutup buku bacaannya, kemudian diletakkan di atas meja kerja, dekat cangkir kopi yang masih mengepulkan asap putih tipis. Ia beralih menyeruput pelan kopi buatan Anisa. Sejak tadi, fokusnya buyar terus. Pikirannya berkelana pada malam di mana Senanda mengungkapkan hubungan tidak biasa yang terjalin antara dirinya dengan seorang senior bernama Aiden Malik.

Ardinan tentu tidak asing lagi dengan nama itu. Ia mengenal anak muda itu. Mereka sudah saling bertukar obrolan juga saat pertama kali Aiden berkunjung ke rumah sesudah mengantarkan Senanda. Dari situ, ia punya first impression yang baik dan positif terhadap Aiden.

Aiden memiliki tutur kata dan perilaku yang sopan. Caranya berbicara mampu menyedot perhatian orang-orang untuk mendengarkan. Begitu atraktif. Mempunyai fisik yang menawan, hingga rasanya tidak akan ada satu pun perempuan yang akan menolak. Serta, berasal dari keluarga yang tidak biasa. Ardinan jelas tahu bentul jenis perusahaan apa yang dikelola dan dijalankan oleh orangtua Aiden. Perusahaan turun-temurun yang sampai sekarang masih sangat sejahtera.

Jadi, kenapa orang sehebat Aiden, dengan latar belakang keluarga yang hebat pula, memilih Senanda untuk dijadikan pasangan?

Ardinan tidak meremehkan anaknya. Senanda menarik dengan caranya sendiri. Hanya saja, tidak banyak orang yang memahami bagian menarik dari diri Senanda itu. Anak sulungnya ini bahkan tidak punya lebih dari dua teman, padahal anak lelaki normalnya punya banyak sekali teman. Tetapi, Senanda tidak. Anak satu ini begitu pemilih dan sangat hati-hati dalam berteman. Terlebih setelah kejadian yang menimpa di masa lalu yang meninggalkan trauma mendalam. Senanda semakin pendiam, tidak tertarik memulai obrolan dengan orang asing. Tidak pandai berbasa-basi.

Senanda.Kde žijí příběhy. Začni objevovat