"Iya kalo udah jadi," jawab Vino.

Vino melangkahkan kakinya keluar rumah diikuti oleh Vano.

"Ngapain si lo ngikutin gue?" tanya Vino setibanya di teras rumah.

"Nggak, cuma mau nanya," jawab Vano bersandar pada dinding sambil memasukkan kedua tangannya kesaku celana.

Vino menaikkan sebelah alisnya, "Apa?"

"Lo beneran udah naksir Safira?"

Vino diam beberapa saat memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan, "Gak tau gue bang."

"Wajar, baru kenal dua bulan. Intinya jangan main-main." Vano menepuk-nepuk bahu Vino pelan.

"Kenapa? Lo suka dia?" tanya Vino to the point.

"Kalo iya lo mau ngalah?"

"Kenapa nggak?"

Vano tersenyum, "Bodoh." Vano sudah hafal pasti Vino akan mengalah. Karena memang begitu sifat saudara kembarnya ini. Daripada bertengkar lebih baik mengalah, katanya. Kadang membuatnya gemas sendiri.

Vino menghembuskan nafasnya lelah, "Jadi iya apa nggak?"

"Nggak. Gue cuma suka aja bikin dia sewot," jelas Vano.

"Jadi intinya lo suka diakan?"

"Kepo ya?"

"Serah lo bang. Udah gue cabut," Vino melangkahkan kakinya menuju motornya yang sudah terpakir dihalaman rumah.

Vano tersenyum tipis melihat Vino. Lihat saja sekarang, lagi-lagi Vino lebih memilih mengalah daripada ujung-ujung harus ribut dengan dirinya.

"Tolong dong bukain pagernya," pinta Vino.

Menurut Vano juga kembarannya ini tentang hal sekecil apapun tak pernah lupa dengan kata tolong, makasih dan maaf.

Vano melangkahkan kakinya lalu membukakan pagar rumah, "Hati-hati."

"Hmm. Thanks," ucap Vino sambil melajukan motornya keluar dari pekarangan rumahnya.

*****

Vino memarkirkan motornya di halaman rumah Safira, lalu melepas helmnya. Setelahnya ia langsung berjalan menuju pintu rumah Safira. Kalau kalian bertanya-tanya apa Vino membuka sendiri pagar rumah Safira? Maka jawabannya adalah ya. Karena Vino sudah sering datang ke rumah Safira bersama teman-temannya yang lain untuk bermain bersama Elang.

Tok tok tok.

Vino mengetuk pintu rumah Safira beberapa kali hingga terdengar suara kunci diputar. Setelah pintu terbuka memperlihatkan wanita paruh baya mengenakan daster rumahan yang usianya sudah mendekati kepala empat tapi masih terlihat cantik.

"Sore tante," sapa Vino sembari menyalimi tangan Sera -bunda Safira.

"Sore Vin," balas Sera dengan ramah, "Oh iya Elangnya lagi keluar sama ayahnya."

"Vino gak mau ketemu Elang kok tan."

"Loh terus?" tanya Sera bingung.

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang