Lie

87 17 6
                                    

Dengan perlahan mata indah itu terbuka Semar, Jeno terkejut saat mengetahui dirinya sedang berada di kamarnya sendiri. Dengan perlahan dia mencoba untuk turun dari ranjangnya. Walaupun hampir tidak terdengar, Jeno merintih pelan saat merasakan tubuhnya seakan remuk. Benar saja kemarin ia sudah melalui banyak hal, terlebih ayahnya juga ikut memukulnya habis-habisan.

Tapi... Kenapa dia berakhir disini? Siapa yang membawanya kesini? Apa Mark? Sekilas senyuman tersirat di bibirnya, ia bahagia, setidaknya Mark masih peduli padanya.

"aden sudah bangun?"

"bibi?" matanya berbinar melihat bibi Minah berdiri di ambang pintu.

"Ah... benar saja, tidak mungkin Mark yang membawanya ke kamar."

Jeno memahami ucapan bibi dengan meresponsnya lewat senyuman tipis. Saat pandangannya tertuju pada makanan yang dibawa bibi, ia cepat melirik jam di nakas dan segera bangkit. Melihat Jeno hampir terjatuh, bibi dengan refleks membantunya.

"aden mau kemana?" bibi masih nunggu respon Jeno, seketika dia langsung teringat. "ah benar saja,"

Bibi meletakkan makanan di meja belajar Jeno, dengan cepat dia menulis sesuatu.

"den jeno mau kemana? Ini bibi sudah masakin bubur buat aden"

Jeno tersenyum membaca yang baru saja di tulis oleh bibi, setidaknya masih ada bibi yang perhatian padanya dirumah ini, beberapa bulan terakhir bibi cuti untuk pulang kampung, dan itu benar-benar membuat Jeno hampir tidak pernah makan dirumah.

"Bibi, terima kakasih"

"Buat apa?"

dengan cepat Jeno menjawab dengan tulisannya "karna bibi sudah bawa jeno kesini"

"bukan bibi membawa aden, bibi mana kuat... aden Mark menggendong aden kekamar."

Jeno menatap bibi serius, rasanya begitu aneh, tidak, apa dia salah mengartikan gerakan bibir bibi?

"Mark, yang membawaku kesini?" tanya Jeno memastikan. Hal yang tidak terduga bibi mengangguk membenarkan pertanyaan Jeno.

Dengan cepat Jeno turun dari ranjang untuk menuju ke kamar mandi.

"mau kemana, den?"

"sekolah"

"tapi den Jeno masih sakit"

"aku baik-baik saj, kok. bibi tenang saja"

"yaudah, hati-hati"

Jeno tersenyum, ia yang tidak sabar bertemu dengan Mark bergegas bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

Jeno mengendarai sepedanya sambil memakai headphone yang dikasih Sea waktu itu. Ia sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Mark dan juga Sea. Beruntung, dia memasuki gerbang tepat waktu, tanpa menunggu lama, Jeno bergegas menuju kelas. Kosong, Sea gadis itu tidak ada di bangkunya, Jeno menghela nafas pelan, dia tidak tau kenapa gadis itu masih belum hadir, ini hari ke dua sejak gadis itu tidak masuk sekolah tanpa berita.

Disisi lain Mark mengusap wajahnya kasar atas apa yang terjadi Kemarin, sebenarnya ada apa dengannya? Wajah menyebalkan itu, kenapa tiba-tiba dia merasa kasihan? Bukannya itu yang dia inginkan, melihat Jeno menderita?.

Mark melihat ke sekeliling mencari keberadaan Sea, merasa beruntung gadis itu tidak datang ke sekolah, dengan begitu dengan leluasa ia bisa bermain bersama Jeno sepuasnya tanpa ada yang menghalanginya. Tapi tanpa terduga, Jeno datang sendirinya untuk menghampirinya. Benar-benar bodoh.

Cih.

Mark mendecih pelan Lantaran Jeno tidak ada kapok-kapoknya. Tunggu, apa yang ia pegang? Note book yang berukuran lumayan besar?

Cacat (Lee Jeno)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang