Headphones

121 24 1
                                    


Semua ini murni cerita fiksi dari apa yang aku pikirkan, semu ini tidak ada sangkut pautnya sama kehidupan nyata. Tolong bijak dalam membaca.

Happy reading.

...

Aku masih berdiri di tempatku tanpa berniat menghampiri mereka yang tengah asik mengobrol. Walaupun membingungkan, tapi aku yakin Jun sedang berusaha membujuk Jeno-tidak, sepertinya aku terlalu percaya diri.

Akan tetapi, oh tuhan... apa ini? Jeno berjalan kearahku. bodohnya kenapa aku jadi gugup seperti ini? jantungku...aku dapat merasakan debarannya begitu kencang dan jelas.

aku membulatkan mataku salking tidak percayanya. Jeno memegang tanganku. Ternyata Jeno menyelipkan potongan kertas yang sudah dia lipat di telapak tanganku.

Aku menghela nafas pelan, sepertinya aku terlalu berharap padanya. Sampai akhirnya aku mendengar Jun memanggilku.

"Sea!"

"apa" sahutku.

"kau tidak ikut pulang dengannya?" dengan santainya Jun berbicara sambil menunjuk Jeno yang sudah bersiap untuk pulang.

"tidak, jun. seperti yang aku katakan tadi. Jeno pasti masih menghindar-dariku. mana mungkin ia ingin pulang denganku."

Jun tersenyum padaku. aku tidak tau senyumannya tulus atau hanya ingin mengejekku. Tapi pada akhirnya Jun kembali bersuara. "apa kau sudah membacanya?"

"apa?" tanyaku bingung.

"kertas yang di berikan Jeno padamu"
Seketika aku sadar. Dengan cepat aku membuka kertas yang sudah di lipat rapi, lalu membacanya.

"aku minta maaf soal tadi, aku ingin menebusnya... Jadi pulanglah denganku"

Detik itu juga senyuman mengembang di bibirku. ternyata dugaanku benar, Jun benar-benar membantuku. Dengan senangnya, aku menghampiri Jun yang ternyata juga tersenyum padaku.

"terima kasih Jun!" Pekikku. Sepertinya aku terlalu senang sampai suaraku terdengar lebih keras dari biasanya.

"buat apa?" tanya Jun iseng.

"berhentilah bercanda Jun, aku tidak bodoh." lanjutku.

Namun, Jun malah terkekeh pelan lalu menjawab ucapanku. "oke, oke. Kalo begitu cepatlah pulang sebelum dia berubah pikiran" tegas Jun.

Tapi dengan caranya menyuruhku, aku tidak tau ini beneran perintah atau malah mengusirku. Walaupun begitu aku tidak peduli, dan satu lagi yang aku lupa, untuk kata sial yang aku ucapkan tadi, akan aku tarik kembali.

🌙🌊


Aku mengembangkan tanganku sambil menghirup udara segar, walaupun Kayuhan sepeda ini tidak menghasilkan angin sejuk, tapi terasa begitu nyaman. saat ini aku sedang bersama dengan Jeno.

Senyumanku luntur ketika suara klakson terus terdengar di belakang kami, aku tidak mengerti padahal sepeda kami tengah melaju di pinggir jalan, lalu kenapa dia terus-menerus membunyikan klakson sialannya itu? Atau, apa dia mabuk di siang menjelang sore hari ini? Dasar orang aneh.

Setelah berbagai umpatan aku ucapkan di dalam hati, aku mantap Jeno dari belakang, sekali aku menepuk bahunya pelan. Seolah mengerti Jeno menghentikan sepedanya di pinggir jalan-yang terdapat pohon besar dengan bangku yang tersedia dibawahnya.

tidak lama Jeno menatapku sambil menekuk alisnya.

"begini, aku melupakan sesuatu"

"apa itu?"

Cacat (Lee Jeno)Where stories live. Discover now