Bagaimana dengan janjinya?

10 7 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Happy reading..

***

Sedari tadi Rana mengikuti kemana saja Elina pergi. Bahkan saat Elina menyuci di tempat cuci umum di kampungnya, Rana tetap mengikutinya.


Elina hanya memberikannya, ia tidak merasa terganggu dengan Rana yang terus mengikutinya. Saat akan kembali ke tempat cuci umum, Rana menghentikan langkahnya. "Bu, kenapa gak nyuci di rumah aja?" tanyanya.

Elina hanya terkekeh. "Lihatlah, cucian ibu banyak, kalo di rumah airnya gak bakal cukup. Di tambah, kalo di sana ibu bisa ketemu sama teman-teman ibu."

"Kenapa gak pake mesin cuci?" tanyanya lagi, seraya menyamakan langkah ibunya yang berjalan lebih dulu.

Elina menoleh dan menatap dengan tatapan bertanya. "Aneh-aneh saja."

Saat sampai di tempat yang jaraknya lumayan jauh karena harus melewati sungai yang mengalir air bersih. Rana terpukau dengan tenaga ibu-ibu yang masih tetap menyuci dengan tangan kosong dengan sebanyak itu.

Pikirannya memutar kembali saat Rana pertama kali menyuci dengan tangannya langsung. Cuciannya tak banyak, tapi Rana merasa tangannya sakit sampai berhari-hari.

"Bu, aku juga mau nyuci," ujarnya seraya ikut mendudukkan dirinya di pinggir kolam.

"Yakin?" tanya Elina seraya menatap heran Rana.

Rana mengangguk. "Iya, Bu. Rana mau belajar nyuci banyak, biar nanti kalo Rana udah punya keluarga bisa ngerjain sendiri."

"Soalnya Rana pernah coba nyuci pake tangan, terus berhari-hari tangannya pegel."

"Kapan kamu nyuci? Ikut ibu aja baru kali ini." Rana hanya menampilkan senyum kudanya.

Selama Rana menemani dan ikut menyuci bersama Elina ia merasa bahwa ini adalah kenangan yang tidak boleh di lupakan. Pantas saja Elina selalu ingin menyuci baju di tempat pemandian umum, walaupun jaraknya terbilang cukup jauh, tapi jika bersama-sama tidak akan terasa jauh.

Canda dan tawa mengindah di tempat itu, tempat yang terbuka dengan hanya ada beberapa kolam dan sekitarnya, dengan pemandangan yang tak jauh-jauh dari alam.

Rana mengakui bahwa tenaga ibu-ibu pada zaman itu tak ada bandingannya. Mereka bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang berdekatan. Tak ada kata keluhan yang keluar dari lisannya saat sedang bekerja.

Rana merasa malu, karena ia banyak mengeluh saat sedang bekerja. Walaupun Rana tau, pasti para ibu  ini melewati masa mudanya dengan tak mudah, sama sepertinya.

Tapi dari kembalinya dia, membuat banyak belajar dan semakin mempersiapkan diri untuk menyambut masa selanjutnya. Elina selalu mengingatkan untuk jangan sampai lalai dan terlalu tenang dengan masa yang di pinjaknya.

Rana pun ikut menimbrung percakapan perkumpulan ibu-ibu. Dirinya juga pernah berada di masa yang sulitnya untuk bersosial, tapi dengan cara ini bisa membuatnya mudah untuk bersosial.

Setelah selesai dengan cuciannya, Rana menyusunnya dengan rapih. "Bu, biar aku aja yang bawa. Ibu, duluan aja." Elina memberikan tatapan tak yakin.

Tertulis Indah (TERBIT)Where stories live. Discover now