senanda || bersama kesayangan

Start from the beginning
                                    

"Enggak, Kak Ai. Ampun, ya?" Senanda menggesek dahinya pada kaos di punggung Aiden.

Aiden tidak menjawab. Dimatikannya kompor, lalu melepas kedua tangan Senanda yang melilit pinggang. Dia kemudian berbalik menghadap Senanda dan sedikit menundukkan kepala. "Cium dulu. Morning kiss."

Senanda langsung mencium pipi kanan Aiden, hingga terdengar bunyi mwah. Namun, Aiden seolah mempermainkan dengan mengetuk pipi bagian lainnya untuk dicium juga. Senanda menurut saja agar Aiden senang. Takutnya kalau tidak dituruti, bisa-bisa dirinya yang habis diciumi.

"Oke, sekarang waktunya makan." Aiden mengusak rambut Senanda, membuatnya terlihat semakin berantakan. "Ambil piringnya sana. Mangkuk juga boleh."

Senanda dengan cepat mengambil mangkuk di rak piring, dan berdiri di sebelah Aiden, menunggu giliran untuk dituangkan sup. Aiden memasukkan cukup banyak wortel, kesukaannya, dan ada bihun juga yang teksturnya lembut. Senanda membawa mangkuk ke meja makan dan mulai menikmati kuah supnya terlebih dahulu. Gurih, hangat hingga ke perut.

"Enak." Senanda melempar senyum pada Aiden yang baru saja meletakkan segelas air putih di dekat mangkuknya dan ikut duduk di samping Senanda.

Aiden balas tersenyum. "Mau pakai nasi? Kayaknya sudah matang."

"Nanti aja, Kak."

Selesai sarapan dengan diiringi obrolan ringan, kini mereka sudah berpindah ke sofa. Selain tidak memiliki kegiatan apa-apa di luar sana, Aiden juga hanya ingin menghabiskan waktu seharian dengan Senanda di apartemen. Bermalas-malasan. Seperti makan dengan Senanda, nonton dengan Senanda, rebahan dengan Senanda, pelukan dengan Senanda, dan iseng mencium Senanda.

Pokoknya harus dengan Senanda. Semakin saja Aiden menempeli Senanda, menduseli Senanda. Sampai ingin ke kamar mandi pun Senanda ditanyai, dan diminta jangan berlama-lama. Seperti bocah yang takut ditinggal ibunya ke pasar.

"Ini weekend, mumpung lo menginap juga, jadi gue mau bermanjaan dengan kesayangan hari ini."

Begitu kata Aiden, plus dengan cengirannya.

Senanda hanya dapat mendengus. Terserah yang punya apartemen. Kalau menolak, takutnya Senanda yang diusir. Ah, enggak, dong. Mana mungkin Aiden yang bulol ini mampu melakukan itu, kan? Kecuali kalau pacarnya kesurupan.

"Lo tahu? Saat gue pulang ke apart tadi malam, sumpah, gue shock banget lihat lo udah tepar." Aiden tertawa. "Gue udah cari ke kamar sama dapur, eh, tahunya malah goleran di karpet."

Senanda merebahkan kepalanya di bahu Aiden, sementara lengan Aiden sendiri sudah berada di sepanjang bahunya, merangkul, membawa tubuh keduanya semakin merapat. "Jam berapa Kakak pulang tadi malam?"

"Jam berapa, ya? Mungkin sekitar ... setengah delapan?"

Senanda bergumam mengerti. Kedua tangannya bergerak memeluk pinggang Aiden, mencari kehangatan dari tubuh itu. Aiden juga membawa kedua kaki Senanda hingga menetap nyaman di atas paha cowok itu yang terbalut celana tidur panjang motif kotak-kotak. Setelahnya, tangan Aiden tidak berpindah sama sekali dari betis Senanda, malah mengusap perlahan.

"Kak, malam tadi, pas aku mabuk, aku ngapain aja?" tanya Senanda sembari menatap wajah Aiden dari samping. Cowok itu menatap lurus pada TV yang menyiarkan acara olahraga basket.

"Hem? Lo nggak ingat?" Aiden menyeret tangan yang tadi berada di betis hingga ke lutut Senanda.

Senanda tidak ingat banyak. Ia hanya samar-samar mengingat kalau mereka berciuman. Ciuman yang beda. Ciuman yang menggunakan lidah. Terbukti dengan bibirnya yang agak membengkak saat berkaca di kamar mandi tadi. Ahh! Senanda jadi malu sendiri mengingat hal tersebut, membayangkannya. Ia segera menyembunyikan wajah pada leher Aiden ketika merasakan pipinya memanas.

Senanda.Where stories live. Discover now