Rambo

40 8 13
                                    

Di lingkungan RT tempat Oni tinggal, ada berbagai jenis ayam yang dipelihara warga. Mulai dari ayam teletabis yang warna-warni, ayam kampung, ayam hutan yang hobi nangkring di pohon mangga, sampai ayam bekisar yang pergaulannya terbatasi oleh kandang kayu berukir yang mevvah.

Nah, Rambo adalah salah satu diantara populasi ayam-ayam itu. Dia ayam betina berwarna putih, besar, hobi makan rumput gajah, dan salah satu diantara margasatwa yang dipelihara Ale.

Rambo ini galaknya minta ampun. Terutama kalau makannya telat diantar, siap-siap deh kena patok dan diterjang. Damage patokannya lumayan, Oni yang paling sering kena. Sampai-sampai punggung tangannya berbekas luka disana-sini.

Dia juga hobi mengejar Meng dan menghajar Ncim. Nggak heran kalau kedua kucing yang sudah kehilangan harga diri itu pasrah aja kalau jatah dry food mereka dipalak Rambo. Sama Ale dan Aymard dia agak nurut, asalkan yaa, itu tadi. Jangan telat ngasih makan.

Nah, masalahnya, itu pula yang sedang terjadi pagi ini. Aymard dan Ale berdiri kikuk di depan kandang Rambo yang sudah dibuka pintunya. Aymard memegang mangkok berisi pakan ayam, sayuran cincang dan nasi dingin. Seserahan wajib untuk Rambo sebagai sarapan pertama.

Sementara Ale yang memegang mangkok berisi minuman ayam itu, berlindung di belakang punggung abangnya yang jangkung.

"Rambo, turun dulu sini," ajak Aymard sambil mengacungkan mangkok pakan. "Makan, yok."

Sang ayam bertuah bergeming, tetap berdiri di ambang pintu kandangnya sambil memiring-miringkan kepala ke kiri dan kanan. Kayak preman ngajak perang.

"Masukin aja makanannya, Mas," usul Ale sambil menarik-narik ujung kaos Aymard.

"Nggak! Nanti pasti dipatoknya tangan Mas, kayak tangan Bunda. Ogah," tolak Aymard.

Oni mengintip kedua anak itu dari pintu dapur, lalu terkekeh. 

"Rambo, mau makan nggak? Sini!" ucap Aymard lagi, mulai nggak sabar. Masalahnya ini Minggu, dan dia harus latihan renang jam 9 nanti. 

"Biar aja dia di sana, tuang aja makanannya," saran Ale lagi, kali ini mulai agak blingsatan.

Rambo menggeram rendah, mengembangkan sayap hingga pintu kandang tertutupi badannya. 

"Hah! Tengok lah lagaknya itu!" geram Aymard. "Gimana mau nuang makanannya ke dalam tempat makan kalo gini? Sini lah Rambo! Turun!"

Aymard mengambil kayu kecil dan mulai menusuk-nusuk pelan dada Rambo, membuat ayam itu berkotek heboh dan melompat ke tanah.

"Dia turun! Dia turun!" pekik Ale. "Waaa! Dia nyerang!" lanjutnya sambil terbirit saat Rambo merunduk dan menyasar kaki Ale.

Puas membuat Aymard dan Ale tunggang langgang, Rambo naik ke atap kandang dengan jumawa. Lalu mengepakkan sayap beberapa kali.

"Kukukooook!"

"Hah?" Ale dan Aymard bengong. "Kok dia berkokok kayak ayam jantan?"

Rambo melompat ke tanah dan berkokok beberapa kali lagi. Sementara kedua anak laki-laki itu melongo. "Dia ayam betina, kan?" tanya Ale ragu.

"Astaghfirullah!" pekik Aymard heboh. "Bundaa! Rambo transgender!" jeritnya lagi sambil menunjuk ayam itu dengan gaya berlebihan.

"Waaa! Mama!" sambung Ale. "Rambo tas ganjel!" serunya tak kalah heboh.

"Ya Allah," keluh Oni dalam hati. "Bisa nggak sih satu pagi aja berjalan normal di rumah ini?"




Another Sonshine (Spin Off The Sonshine dan After Sonshine)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ