"Tuan muda, sudah kami selesaikan."

Tersadar dirinya memeluk seorang pria, Leona menjauhkan diri. Memasang senyuman canggung dan takut, Leona ingin secepatnya pergi dari sini. "Te-terima kasih banyak."

Pria yang dipanggil Tuan Muda itu memandang sekilas Leona.

"Ka-kalau begitu saya pergi, permisi."
Saat Leona hendak pergi, suara pria tadi terdengar.

"Rahasiakan soal ini," katanya dengan tatapan menusuk.

"Baik," jawab Leona mengangguk ribut.

Melihat gadis lemah tersebut pergi, pria itu berjalan ke arah mobil hitam miliknya.

Ia bukanlah pria yang berbaik hati ingin menolong seseorang, dirinya merasa para preman ini pasti akan sangat menganggu kegiatannya.

"Bakar bangunannya," ucapnya sebelum memasuki mobil.

Pria itu duduk dengan tenang, memandang luar jendela. "Cari info gadis tadi."

Seorang sopir yang duduk di depan kemudi lantas mengangguk. "Baik, Tuan muda."

Sang sopir sedikit melirik Tuannya dari spion. Apa Tuannya akan mengawasi dan berjaga-jaga jika gadis tersebut melapor ke polisi?

***

Leona mendongak, menatap langit yang cerah, tetapi tidak secerah hatinya. Dari semalam Leona tidak bisa tidur karena terbayang para preman yang mengejarnya dan sekelompok pria menyeramkan berpakaian serba hitam.

Apa mereka sekelompok mafia? Mungkin saja iya, mereka membawa senjata api yang tentunya tidak sembarang orang mempunyainya.

"Semoga gue gak berurusan sama mereka lagi," gumam Leona melangkah memasuki lapangan sekolah.

Namun, langkah kaki Leona dihentikan tiba-tiba oleh tiga gadis yang menghadangnya.

Leona mengernyit bingung, ia hendak berjalan ke arah lain. "Misi––"

"Mau kabur ke mana, bangsat?" sela seorang gadis di samping kiri Leona, tangannya menarik rambut panjang Leona.

"Huh?" Leona meringis, tangannya mencoba melepaskan tarikan kuat di rambutnya, tapi gadis yang berada di tengah ikut menarik dasinya sehingga Leona merasa tercekik.

Leona menatap ke belakang, di mana gadis di samping kanan memegang erat tangannya. "Cabe-cabean ini kenapa?" batin Leona bertanya-tanya.

Matanya melirik ke sekitar, di mana para murid-murid hanya diam dan menonton saja. Leona tidak habis pikir, jadi seperti ini rasanya dibully di tengah lapangan seraya ditonton orang-orang?

Bukannya melerai, mereka malah berdiam diri?

"Sshhh..." Leona sekali lagi meringis, ternyata dirinya tidak dibiarkan melamun sebentar.

"Lihat apa lo?!" Gadis di kiri menarik rambut Leona agar menatap mereka.

Leona membaca nama mereka satu-persatu di name-tag, gadis yang menarik rambutnya ini bernama Lilian.

"Jadi murid baru songong banget, lo pikir 2 hari terakhir udah merasa aman?!"

"Gak jelas banget nih cewek." Leona memandang aneh Lilian, gadis itu sibuk menyeloteh tidak jelas.

Siapa yang songong di sini? Bukankah Lilian? Lihat, dia merasa berkuasa sekali di sini.

Lilian merasa berang ketika Leona sama sekali tidak menanggapi dirinya. "Lo––!!"

BRUAK!

"Arrghhh!" Lilian meringis kesakitan, tangannya memegang pinggangnya yang menghantam tanah.

"Pardon?" Leona mendekat, sedikit menunduk guna menatap Lilian. "Gue gak ada salah sama lo, gila. Jangan sok berkuasa di sini, lo itu gak waras ya?"

Setelahnya, Leona berjalan meninggalkan area lapangan.

Casey yang menyaksikan dari awal mulai ketar-ketir, ia berlari menyusul Leona yang perlahan menghilang dari pandangan.

***

"Na! Leona!"

Casey memegang lengan Leona yang duduk santai di kursi taman, menikmati susu pisang. "Lo dapat dari mana susu itu?" tanya Casey tak habis pikir.

"Tadi ada yang kasih," jawab Leona tak memedulikan Casey yang duduk di sampingnya.

"Siapa? Cowok?"

"Cowok, gak tau siapa."

Casey menghela napas kasar. "Lo kenapa bisa berurusan sama Lilian?"

"Dia duluan yang tarik rambut gue, gak jelas banget." Leona merenggut, kesal mengingat Lilian yang tiba-tiba menarik rambutnya.

"Lo gak tau dia siapa? Keluarganya keluarga terpandang di Makassar, Na. Ingat, jangan berurusan sama dia lagi." Casey memperingatkan Leona, ia sangat takut temannya ini terlibat masalah.

Leona hanya menghela nafas malas.

"Dengar gak?!" Casey berseru, kesal melihat Leona yang terlihat tidak mendengarkan dirinya.

"Iya." Leona bangkit berdiri, tangannya menarik Casey menuju kelas. "Ayo, bel udah bunyi."

Mereka tidak menyadari ada dua orang yang berada di atas pohon, mendengarkan percakapan mereka dari awal dan menonton aksi Leona di lapangan tadi––karena taman ini tidak berada jauh dari lapangan, jelas mereka dapat melihat.

"Dia menarik banget gak sih?"

Sang saudara terkekeh pelan. "Lebih menarik dari cewek yang pernah tidur sama lo?"

•••

I'm The ProtagonistWhere stories live. Discover now