9. Dirga: Tuan Penggoda

71 10 2
                                    

"Ntar kasih tau tuh ama si Galen, ntar istirahat kedua suruh temuin pak Gani, sibuk bahasin masalah gelar karya. "

Darlene mengangguk sembari menyunggingkan senyum. Zila balas menatapnya kemudian menepuk bahu gadis itu pelan, sorot khawatir tercetak jelas di netral coklatnya. "Maaf ya, gue bener-bener sibuk ngurusin event kali ini, tolong banget Lene. "

"Santai aja sayang. " saut gadis itu pelan, mengedipkan sebelah mata. "Apa yang nggak buat kamu. "

"Dih. " Zila hanya bisa menertawakan kekonyolan teman sekaligus rekan kerjanya itu, lantas permisi untuk mengerjakan tugas lain, Darlene pun mengiyakan.

Liona yang hanya diam menyaksikan sedari tadi membuka mulut. "Ikut dong, bosen nih. "

"Boleh, gue juga males kalo sendirian. " saut Darlene.

Darlene itu, bisa dibilang paket lengkap. Cantik, berwibawa, periang, pintar ditambah lagi wakil ketua umum ekstrakurikuler yang berkecimpung didunia seni pula. Rasanya mustahil jika ada yang tidak mengenal gadis itu. Setiap kali bertemu dengannya, ada aura mendominasi yang meliputi Darlene, sehingga orang-orang tak dapat menganggapnya remeh.

Tenang saja, kalo mode teman Darlene itu kelewat asik, walaupun tingkahnya rada-rada, ehm-belok.

Anaknya normal kok, masih suka cowok. Masih suka ngisengin temen temen cowoknya. Bayangin dia punya crush aja malah crushnya yang digodain sampe malu, sementara gadis itu malah terkikik geli dengan suara tawa yang jelek.

Liona itu tidak populer, namun karena berteman dengan Darlene dia ikut dikenal banyak orang.

Dampak positif berteman dengan orang terkenal. Giliran dipuji malah senyum senyum malu sambil ngelak. "Ah masak, gak terkenal amat kok. "

Halah tai.

"Nah, tuh laki gue. " ujarnya saat melihat sosok Galendra tengah berdiri didepan ruang seni dengan memegang kunci, sepertinya hendak mengambil beberapa alat musik untuk pelajaran seni budaya. Galendra yang mendengarkan ucapannya barusan hanya diam sembari melanjutkan kegiatannya, seolah maklum dengan ucapan gadis itu.

"Woi Len, ntar istirahat kedua jangan lupa datengin pak Gani, bahas masalah Gelar Karya. Katanya nanti mau nampilin ansambel dari anak musik, padus juga ikutan. "

"Oke. " Galendra mengangguk, kemudian melirik gadis yang berdiri disebelah Darlene.

"Halo Len. "

Galendra menyipitkan mata, maju selangkah kemudian ber-oh ria sambil nyengir. "Liona toh, haloo~ "

"Makanya pake kacamata. " ujar Darlene, kemudian netral coklatnya menatap laki-laki itu dengan geli. "Lo keliatan culun banget kalo gak pake kacamata. "

"Iyakah? " Galendra tertawa, melanjutkan ucapannya. "Gue anggap itu pujian kalo gue lucu. "

"Iyain. " Darlene memutar bola mata, kemudian melambaikan tangan singkat. "Bye, kita mau pergi lagi. "

"Ya, hati-hati. "

"Dih cuma balik ke kelas doang. "

"Emang gak boleh mengingatkan? " ujar Galendra, sudut bibirnya tertarik keatas membentuk senyuman manis. "Kalo semisalkan lo pada jatoh di tengah jalan gimana? Makanya gue ngingetin hati-hati. "

"Ya ya ya, makasih kaka Galendra ganteng. "

Liona melirik keduanya, kemudian membatin. 'Hebat lo pada kagak saling naksir. '

Darlene hanya mengaku dia suka Dalvin dan Barga, bahkan sulit untuk memilih antara keduanya. Tapi lebih anehnya lagi, Galendra yang hebat itu malah gak masuk dalam seleranya! Keduanya hanya menjalankan tugas sebagai ketua dan wakil, lalu berteman dengan baik. Yah, mungkin seorang no-life seperti Liona saja yang overreacting.

Dirga: Love or Lie? Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum