Empatdua

4.5K 111 1
                                    

Sesuai ucapannya tadi, Devan benar-benar mengajak Naura ke Rumah sakit.

"Kok ke rumah sakit sih Mas? sebenernya siapa yang sakit?" tanya Naura penasaran.

Sekarang mereka sudah berada di sebuah parkiran rumah sakit di daerah Jakarta.

Devan hanya tersenyum."Yuk keluar, nanti kamu juga tau." ia keluar dari mobil, di susul Naura.

Keduanya berjalan dari koridor rumah sakit, dengan Devan yang selalu menggenggam tangan istrinya.

"Dokter kandungan? Mas? siapa yang hamil?" tanya Naura setelah ia berada di depan ruang dokter kandungan.

Devan membalikkan tubuhnya, ia memegang pundak istrinya seraya menatap intens dan penuh cinta Naura.

"Kita periksa ya? kata Gibran, gejala yang kemarin aku alamin itu sama persis sama yang dialami sama istrinya saat hamil."

Naura yang langsung konek dengan ucapan Devan langsung menutup mulutnya,"Maksud kamu, aku hamil mas?"

Devan tersenyum tipis."Mas juga gak tau, makanya itu Mas mau kamu periksa, kamu mau kan?"

Naura terdiam sesaat."Tapi kalo ternyata aku gak hamil gimana? aku takut ngecewain kamu Mas."

"Hey, dengerin aku." ujar Devan lembut. Ia menghapus air mata istrinya yang jatuh."Aku akan tetep nerima apapun hasilnya, aku gak masalah kalo kamu nanti akan hamil atau nggak."

Naura mengangguk pelan, membuat Devan tersenyum lebar.

Ia langsung membuka pintu ruangan di hadapannya. Seorang dokter cantik yang berada di ruangan tersebut mendongak, lalu tersenyum ramah saat Naura dan Devan tiba.

"Akhirnya, saya kira kalian gak jadi datang." Ia berjalan, saat berada di depan Naura, ia mengulurkan tangannya."Bu Naura kan? perkenalkan nama saya Hana, dokter Kandungan."

"Naura Dok." Naura tersenyum kikuk.

"Sekarang Bu Naura, berbaring di brankar Biar saya periksa." titah Dokter Hana.

Naura patuh, ia berbaring di brankar dengan Devan yang berdiri di sampingnya, tangannya tak lepas menganggam tangan Naura. Sementara Dokter Hana mulai menyiapkan peralatannya.

"Ibu lihat? titik di layar tersebut? titik yang berbentuk sebiji kacang tersebut?" kata Dokter Hanna menunjuk kearah monitor di depannya.

Keduanya menoleh, lalu mengangguk.

"I-iya dok." jawab Naura.

"Nah itu adalah janin yang tumbuh di perut ibu. Itu artinya ibu tengah berbadan dua, alias hamil"

Devan dan Naura terdiam, seolah tak percaya dengan yang dikatakan dokter Hanna.

"Ini serius dok?" tanya Devan yang tersadar terlebih dahulu

Dokter Hanna mengangguk."Iya pak, selamat ya."

"Sayang, kamu hamil." Devan dengan semangat memeluk tubuh Naura yang masih terdiam.

"A-aku beneran hamil mas?" tanya Naura masih tak percaya.

Devan menjauhkan wajahnya, ia mengangguk dengan kedua mata memerah."Iya sayang kamu hamil, disini ada anak kita."katanya tangannya mengusap lembut perut rata Naura.

Tangis Naura pecah, ia balas memeluk suaminya tak kalah erat. Dia senang, sungguh senang. Setelah penantian nya selama beberapa bulan, akhirnya Tuhan memberikan dirinya seorang anak.

"Kita akan menjadi orang tua, yang. Makasih." ujar Devan penuh haru.

****

Setelah berkunjung ke rumah sakit, Devan langsung mengajak Naura untuk balik ke Mansion. Ia tidak mau istri dan anaknya terjadi sesuatu.

"Mas kok pulang lagi sih? aku kan mau jalan-jalan." rengek Naura.

"Mau kemana sayang? kamu jangan terlalu capek, inget di dalam perut kamu sekarang udah ada anak kita loh." ucap Devan.

"Tapi aku mau jalan-jalan Mas!"

"Tadi bukannya kamu udah ke Mall sama teman mu?" tanya Devan.

Naura mengangguk, tangannya bergelayut manja pada Devan."Iya, tapi aku belum puas. Tadi tiba-tiba, Andin langsung pulang jadinya aku kurang puas."

"Kamu mau kemana emang?"

Naura terdiam sesaat."Ke mall aja, aku mau makan sushi."

"Sayang, ibu hamil gak boleh makan sushi gak baik."

"Emang iya?" alisnya mengeryit samar.

"Gak tau juga."

Naura melirik nya sinis.

"Yang lain aja, jangan makan sushi."

"Es krim, gak ada penolakan!"

Devan menghela nafas pelan, dengan sangat terpaksa ia menuruti permintaan istrinya.

"Tapi cukup sekali ini ya? aku gak mau kamu sama Dede bayinya kenapa-kenapa."

Naura tanpa bantahan mengangguk senang."Makasih Mas Devan!"

Devan tersenyum, mengecup bibir mungil istrinya."Sama-sama sayangku."

Dijodohin Dosen Kampus [END] Where stories live. Discover now