19. Mr. D ternyata?

37 20 1
                                    

°°°

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

Suasana markas Geng Zarloz tampak hening. Tak seperti biasanya yang penuh dengan keceriaan. Kini ada Nathan, Vano, Adit dan Bagas di sana. Sementara Biru? Entahlah, lelaki itu tak mengabari apapun kepada mereka semenjak perdebatan yang terjadi saat di sekolah. Memang sih di grup juga Biru jarang untuk nimbrung. Tetapi, biasanya jika mereka memberi pesan akan dibalas walaupun hanya beberapa kata. Namun, ini sama sekali tidak.

Salah satu dari mereka membuka percakapan. "Kalian berdua udah keterlaluan sih, terutama lo!" Vano menunjuk Nathan lalu melanjutkan. "Bisa-bisanya lo lebih belain orang yang baru lo kenal daripada sahabat lo sendiri. Gue kalo jadi dia juga pasti kecewa berat." Ucapnya disertai hembusan asap rokok yang ia hisap.

Nathan yang mendengar itu hanya mampu menahan rasa kesal. "Gue lagi nggak butuh bacotan lo! Lagian gue nggak seneng ada cewek yang suka main tangan. Gue nggak pernah liat dia begitu sebelumnya. Gue ngerasa dia berubah Van!"

Vano terkekeh kecil, "lo mikir deh! Kalaupun Naya yang ditampar Sheila, harusnya dia yang luka. Tapi di sana yang luka malah Sheila bukan Naya! Sadar Nath! Emang bener ya kata Sheila, punya mata dipake! Lagi pula menurut gue, bukan dia yang berubah, tapi lo." Ia mematikan puntung rokoknya yang sudah habis.

"Mau gimanapun mereka berdua tetep salah Van. Bikin keributan di sekolah juga termasuk pelanggaran," sela Bagas yang tengah memainkan hp nya.

Vano mengangguk. "Iya gue juga nggak membenarkan perbuatan mereka, Gas. Yang gue permasalahin omongan Nathan ke Sheila itu menurut gue udah kelewatan," ucapnya yang memang tertuju pada Nathan.

"Tapi bisa aja itu luka udah dari kemarin! Bisa aja itu luka dari bokap sama nyo--" setelah tersadar apa yang Nathan katakan barusan, ia langsung menghentikan ucapannya. Gawat! Ia keceplosan. Dalam hati ia sangat bersalah kepada Sheila.

Sontak mereka yang mendengar itu memusatkan pandangan ke arah Nathan. "M-maksud lo apa, Nath? Orang tua Sheila suka kekerasan?" Adit yang sedari tadi hanya termenung kini angkat suara.

Nathan memilih diam tak ingin menjawab. Yang lain pun tak ingin bertanya lebih. Takutnya malah mengganggu privasi. Kini hanya ada suara hembusan napas dari mereka yang sedang merokok. Bergelut dengan pikiran masing-masing dan merenungi apa yang terjadi.

Sebesar itukah pengaruh Sheila kepada mereka? Jelas! Sheila bagi mereka adalah sosok yang memberikan energi positif untuk mereka. Gadis itu mengubah sudut pandang mereka terhadap dunia. Mereka yang dulunya Geng urak-urakan di jalan, kini berubah menjadi Geng yang suka beramal dan membantu. Mereka berhutang besar pada Sheila. Sheila yang mereka sayangi.

The Story Of SheilaWhere stories live. Discover now