02. Mereka jahat

43 28 4
                                    

°°°

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

Sheila memasuki rumahnya dengan senyum manisnya. Suasana hatinya sedang baik dikarenakan tingkah Nathan yang selalu membuatnya tersenyum agar ia melupakan semua masalahnya. Namun, senyumannya memudar kala ia melihat kedua orang tuanya. Perasaan cemas dan takut seketika menghampirinya.

"Bagus ya, pulang sekolah bukannya pulang malah keluyuran. Mau jadi apa kamu!?" Suara bariton serta tatapan tajamnya membuat Sheila menunduk dalam, tak berani bertatapan langsung dengan pria paruh baya itu.

"M-maaf pah, tadi aku kejebak hujan jadinya harus neduh dulu," Memang tadi sepulang sekolah hujan turun dengan deras. Dan Nathan pun tak bisa mengantarkannya karena ada urusan yang harus ia selesaikan.

Seorang wanita memutar bola matanya malas. "Halahh, alasan! Bilang saja kamu habis cari om-om kan? Dasar murahan!" Tuduhnya menatap hina Sheila.

Sheila yang di tuduh seperti itupun mengelak. "Sumpah mah aku tadi nggak bisa pulang, hujannya deres banget," ujarnya dengan nada yang sedikit di naikkan.

Plakk

Pipinya memanas sakit tapi tak sepadan dengan sakit hatinya yang sudah berkali-kali di rendahkan. "Berani kamu ya berbicara dengan nada tinggi kepada istri saya!" Bentak pria itu dengan tangan yang menunjuk Sheila.

Pria itu mengambil ikat pinggangnya lalu mengarahkan pada gadis yang sudah tertunduk lemas di lantai.

Ctakk

Ctak

Bugh

Air matanya keluar tak bisa ia tahan. Demi apapun ini sungguh menyakitkan. Luka yang kemarin saja belum kering, ini sudah di tambah lagi. Sudahlah tak usah banyak mengeluh, ia masih hidup saja sudah bersyukur.

"MATI SAJA KAMU ANAK SETAN!!" Teriak pria itu yang masih mencambuknya dengan brutal. Sang istri yang hanya melihatnya kini berjalan ke arah Sheila lalu menjambak rambutnya hingga kepalanya mendongak.

Wanita itu tersenyum mengejek. "Hai gadis kecil, kenapa? Pasti sakit kan? Utututu kasian banget kamu." Ucapnya sambil mengelus-elus kepala Sheila namun bukannya merasa nyaman ia malah merasakan ketakutan yang luar biasa.

Tak lama, wanita itu menyeret kasar Sheila untuk masuk ke kamar mandi. Di bawalah gadis itu ke depan bathtub lalu dengan tak berperi kemanusiaannya ia menceburkan berkali kali kepala Sheila ke bathtub itu. Gadis itu menangis sambil berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Lima menit sudah berlalu, wanita yang sudah terlihat bosan itupun akhirnya melepaskan Sheila lalu pergi dengan angkuhnya bersama suaminya. Akhirnya Sheila bisa bernafas dengan lega.

"Sakit. Tolong Bunda semuanya sakit, Ayah, tolong aku," Isak lirih gadis itu memenuhi kamar mandi.

Sheila, gadis itu memeluk dirinya sendiri sambil sesekali memanggil nama ayah dan bundanya. "Mereka jahat Bun, mereka selalu nyiksa aku. Aku gak bahagia tinggal di rumah ini, Bunda sama Ayah kenapa pergi ninggalin aku? Aku sendirian di dunia ini, cuma ada Nathan yang selalu nemenin aku," suara gadis itu terlihat begitu lemah layaknya mengadu pada orang tuanya namun nyatanya tak ada siapapun di sini.

Sheila sudah sangat lelah, hidupnya sungguh berantakan. Setiap hari hanya ada penyiksaan yang ia rasakan. Penyiksaan itu selaku saja di berikan oleh orang tua angkatnya yaitu Arsenio Mahendra dan Lidya Herlina. Merekan berdua mengadopsi Sheila sewaktu ia masih berumur lima tahun.

Orang tuanya meninggal karena pembunuhan yang terjadi sewaktu ia berumur tiga tahun. Sheila yang pada saat itu masih kecil dan tinggal di panti asuhan senang karena akan mempunyai orang tua yang akan mengadopsinya. Memang pada awalnya mereka berdua bersikap lembut kepada Sheila dan selayaknya orangtua pada umumnya. Namun semuanya berubah saat Sheila mulai memasuki sekolah dasar tepatnya saat ia berumur tujuh tahun.

Orang tuanya berubah menjadi orang yang kasar dan selalu bermain fisik padanya. Tidak ada lagi kasih sayang dan perhatian yang di berikan pada Sheila.

Namun di tengah penderitaannya, Sheila menemukan sepercik cahaya dalam hidupnya. Ia bertemu dengan Nathan sang malaikat pelindungnya. Ia bersyukur kepada tuhan karena telah di pertemukan dengan manusia sebaik Nathan.

Hari harinya selalu berwarna setiap kali ia bermain dengan Nathan. Seakan penderitaan yang selama ini ia rasakan hilang dalam sekejap. Jika is bisa meminta kepada tuhan hanya satu yang ia minta, tolong jangan hilangkan Nathan dari hidupnya.

Tak lama kemudian Sheila tiba-tiba mengerang kesakitan karena sebuah memori acak, membuat kepalanya berdenyut pusing.

"Arghhh sakit! Pergi kamu!!" Teriaknya kesakitan sembari memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Tak tahan dengan rasa sakitnya ia dengan sadisnya membenturkan kepalanya ke tembok berulang ulang kali. Seakan sudah mati rasa Sheila tak merasa kesakitan sama sekali. Darah pun sudah keluar menghiasi kepalanya. Tak lama gadis itu terjatuh lalu bergumam lirih.

"Yah, Bun sakit ..bawa aku pergi, aku mohon. Mereka semua jahat sama aku," sesaat setelahnya Sheila tak sadarkan diri.

°°°

Welkombek semuanya 😇
I know part ini nggak ngefeel ya?
Mangap ya ges🙏
Btw mau ngomong apa sama:
1. Sheila
2. Arsenio
3. Lidya
4. Nathan
Kalo aku pengen ku smekdon ges si suami istri sinting itu🤬

 NathanKalo aku pengen ku smekdon ges si suami istri sinting itu🤬

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Janlup vote and commet ye😍

The Story Of SheilaWhere stories live. Discover now