07. Memori pahit

39 29 3
                                    

°°°

"Bukankah rumah tempat ku bersandar?"

°°°

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

Bagaskara Syaputra, anak tunggal dari pasangan suami istri Rejandra Syaputra dan Sintia Margaretha.

Sebuah keluarga kaya raya dan di kenal dengan keharmonisannya. Namun, itu hanya bualan semata. Nyatanya sang anak tidak merasakan kebahagiaan itu. Yang ia rasakan hanya tekanan batin. Hidupnya seperti boneka, seperti di kendalikan.

Tidak boleh ini, tidak boleh itu, seolah ia tidak bisa memiliki pilihan. Nilai harus selalu sempurna, tidak boleh main. Bahkan jika ia memaksa untuk main, yang Bagas dapat hanya bogeman mentah dari sang ayah. Ibu? Sintia tak akan peduli dengan keadaannya.

Saat sang anak dipukuli oleh ayahnya pun ia hanya menonton. Yang ia pikirkan hanya belanja, hura-hura, menghambur-hamburkan uang. Huh memang, semuanya sama saja!.

Teman-temannya tidak tau masalah keluarganya. Yang mereka tau hanya ia adalah seorang murid teladan yang begitu ambisius dengan nilai. Padahal, ia juga ingin seperti anak yang lain. Bermain, tidak terkekang dan bisa memilih tujuan hidupnya sendiri.

Entah sampai kapan ini akan berakhir, atau ini semua tidak akan mungkin berakhir? Argh sial! Ia tak bisa apa-apa mau melawan pun pasti akan sia-sia.

Tekanan psikologis itulah yang menjadikan Bagas lelaki yang pendiam dan cuek terhadap sekitar.

Bagas menatap awan kelabu, menghela nafas lelah. "Tuhan ...kapan gue bisa hidup tanpa tekanan?"

°°°

Brakk.

Suara gebrakan terdengar keras dari arah pintu rumah. Dengan cepat Sheila turun untuk mengecek keadaan. Betapa terkejutnya ia ketika melihat orang tuanya sudah pulang dari liburan dengan raut marah yang sangat ketara. Sial! Ia lupa jika mereka hari ini sudah pulang.

Arsen memandang sekitar mencari-cari keberadaan Sheila. Setelah mengedarkan pandangannya, ia menemukan sosok gadis itu yang melihatnya dari atas tangga. Pria itu menyeringai lebar.

"KELUAR KAMU SHEILA! JANGAN COBA-COBA UNTUK MENGHINDAR!" Teriaknya menggema di seluruh rumah.

Sheila ketar-ketir di tempat. Wajahnya pucat pasi lalu perlahan menuruni anak tangga menghampiri kedua orangtuanya itu.

"P-papah sama m-mamah udah pulang?" Bodoh! Kenapa ia menanyakan hal yang jelas jelas sudah tak perlu di tanyakan lagi.

"Mata kamu buta hah!? Kenapa? Gak seneng liat kita pulang? Bahagia banget kamu kayaknya kita gak di rumah!" Lidya terus menyudutkan Sheila dengan tatapan mengintimidasi.

Sheila menunduk. "Nggak kok mah a-aku malah seneng kalian pulang." Paksanya untuk tersenyum.

Lidya menatap gadis itu tidak percaya. "Halah alasan!! Kamu itu tidak tahu diri! Masih beruntung saya pungut kamu dari panti asuhan miskin itu. Saya miris aja lihat kamu yang yatim piatu." Ucapnya begitu merendahkan.

Sheila yang di rendahkan seperti itu masih mencoba sabar. Sampai pada akhirnya kesabarannya telah habis ketika wanita itu dengan mulut busuknya menghina orang tua kandungnya.

"Saya heran, kenapa orangtua kamu sangat bodoh karena tidak bisa menjaga dirinya sendiri dan malah mati terbunuh dan menelantarkan anaknya ber--"

Ucapan itu di potong oleh Sheila. "Cukup! Anda tidak berhak menghina orang tua saya! Cukup saya saja yang di rendahkan! Dan soal anda yang mengadopsi saya, saya juga tidak meminta untuk di adopsi anda. Paham!" Sarkasnya tak peduli ia berbicara pada orang yang lebih tua darinya.

Fuck! Kalau ini disudah menyangkut kedua orang tuanya maka ia tak akan tinggal diam.

Lidya sangat marah mendengar bentakan yang Sheila ucapkan begitupun juga Arsen yang sedari tadi diam. "NGOMONG APA KAMU HAH? BERANI SEKALI KAMU MEMBENTAK SAYA!!" Hardiknya tajam.

Plakk.

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Sheila. Tentu saja pelakunya adalah Lidya. Keberaniannya yang tadi telah hilang sekejap mata.

Plak

Plak

Plak

Tiga kali tamparan kembali mendarat di pipi kiri dan kanan Sheila. Kali ini pelakunya bukanlah Lidya melainkan Arsen. Disusul dengan suara mengerikan milik pria itu.

"HAHAHA..SEBAIKNYA KAMU MATI SAJA MENYUSUL ORANGTUAMU DASAR ANAK SIALAN!" Tawanya menyeramkan seolah kehilangan akal.

Lalu pria itu kembali bersuara. "Asal kamu tahu, orang tuamu mati karena kamu! Karena mereka melindungi kamu Sheila!!"

Deg.

Jantungnya berdetak tak karuan. Air matanya mengalir begitu saja. Apakah benar orang tuanya mati karena melindunginya? Tubuhnya terjatuh ke lantai terisak pilu mengingat kedua orang tuanya. Sangat sesak sekali rasanya.

Arsenio dan Lidya yang melihat Sheila begitu terpukul merasa puas. Tersenyum miring lalu berlalu meninggalkan gadis itu sendirian.

"Akhh ...s-sakit!" Gadis itu memegangi kepalanya kesakitan.

Semakin lama, rasa sakit itu bertambah kuat. Ia menjambak rambutnya kasar saat beberapa memori berputar diingatannya.

"Arghhhh," Rintih gadis itu.

"Cepat lari sayang!! Sembunyi di dalam lemari. Ayo cepat nak!!"

"Hahaha, kalian semua harus mati! Terutama kamu Steven!"

"T-tolong jangan ganggu anak-anakku! Biarkan dia hidup, tolong."

"Hahaha baiklah, ku ampuni anakmu kali ini.Tapi, aku tidak berjanji jika suatu saat nanti aku akan membunuhnya!"

"Sudah siap menemui kematian?"

Jlepp

"ARGHHHH PERGI KAMU PERGI! SAKIT." Erangnya kesakitan semakin kuat menjambak rambutnya.

Seolah kehilangan akal, Sheila berlari keluar dari rumahnya menuju ke gang sepi. Ia berlari-lari seperti orang gila merintih kesakitan tak memperhatikan jalan yang membuatnya tersungkur ke aspal.

Di tengah-tengah malam yang gelap, sebuah mobil mendekat ke arahnya lalu menghentikan mobilnya dengan terburu-buru. Ia keluar dengan cepat lalu segera menolongnya, membawanya masuk tanpa sepatah katapun.

Belum sempat melihat wajahnya, gadis itu sudah pingsan karena tak kuat menahan rasa sakit di kepalanya. Orang itu pun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sesekali ia melirik ke arah Sheila.

"Sheila, what happened?"

°°°

Cmiww semangat gaiss\(^o^)/
Soalnya dunia suka bercanda😠.
Hihi😅
Janlup vote yaww🙏
See u to the next part😍😘

The Story Of SheilaWhere stories live. Discover now