17. Heart Attack

47 24 3
                                    

°°°

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

Hingga keesokan harinya, Sheila tak bisa barhenti memikirkan kejadian semalam. Mr. D memberi perintah dirinya untuk jangan pulang sendirian. Dan benar saja, semalam ada beberapa preman yang mencegatnya. Untung saja ia pulang bersama Nathan dan preman itu bisa Nathan hindari.

Dirinya tak bisa membayangkan jika ia pulang sendirian dan para preman-preman itu mengganggunya. Namun, bukan itu yang ia pikirkan. Sheila merasa jika ini bukan sebuah kebetulan tetapi ini adalah kesengajaan. Pasti ada dalang di balik preman itu. Dan mengapa Mr. D bisa tau jika ada bahaya yang mengintainya? Huftt. Mengapa semuanya terlalu rumit dan penuh misteri?

Saking asiknya melamun, Sheila tak sadar jika Pak Bondan sedari tadi memanggil namanya. "SHEILA!" Teriakan keras Pak Bondan sontak menyadarkan lamunannya. Guru Fisika itu sudah beberapa kali memanggil muridnya namun tak ada jawaban. Alhasil berteriak adalah jalan ninjanya.

Sheila lalu tersontak kaget dan menjawab dengan linglung. "I-iya ada apa ya Pak?"

Pak Bondan menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Pake nanya! Kamu dari tadi saya panggil tidak menyahut. Kalau tidak mau ikut pelajaran saya lebih baik keluar saja sana!" Gertak Pak Bondan.

Sheila menggeleng cepat. "Jangan dong Pak! Tadi saya cuma lagi nggak fokus aja kok."

Pak Bondan tak mau mendengar alasan apapun. "Halah alasan! Keluar atau mau saya hukum keliling bakso eh, keliling lapangan?"

Sheila menggeleng keras lalu dengan cepat keluar dari kelas. Tari malah cekikikan melihat ekspresi Sheila. Yang lain hanya diam melihat karena takut dihukum oleh guru killer tersebut.

Sedangkan seorang siswa dengan santainya berjalan ke luar kelas. Pak Bondan yang melihat itu melotot marah ke arah siswa tersebut. "Eh eh Biru! Mau kemana kamu ha!! Biru!!"

Biru hanya menoleh menampilkan tatapan datarnya. "Berisik!" Desisnya mengerikan. Setelah itu, iapun keluar dari kelas di mana para penghuni kelas itu sedang merinding karenanya.

Sedangkan Nathan, Vano, Bagas dan Adit yang tengah keheranan ingin menyusul Biru. Namun pergerakan itu terhenti kala Pak Bondan dengan wajah marahnya mengancam mereka. "Kalo kalian keluar dari kelas, saya akan laporkan kepada orang tua kalian!" Ancaman itu membuat mereka mengurungkan niatnya.

Di sisi lain Sheila yang bingung ingin kemana pun hanya diam menatap ke arah lapangan basket. Ia lalu duduk sambil menekuk kedua lututnya lalu memeluknya. Semilir angin menerbangkan helai rambutnya yang lembut, membuat rambut itu sedikit berantakan. Namun, sebuah tangan besar bergerak merapikan rambutnya. Sheila tersentak kaget kala di sampingnya sudah ada Biru yang tiba-tiba muncul.

"Biru, ngapain lo di sini, bukannya tadi masih pelajaran?" Raut wajahnya terlihat bingung.

"Males. Bosen juga, jadinya ngikut lo," jawabnya santai.

Sheila mengangguk. "Kenapa ikut gue, kan masih banyak tempat lain?" Herannya

Biru lalu beralih menatap matanya dalam. "Di mata gue cuma ada lo,"

Sheila mengalihkan pandangannya. Ditatap seintens itu membuat mukanya memerah. "O-oh hahaha iya-iya. Gue baru inget yang lain kan masih pada belajar. Jadinya cuma gue yang lo lihat. Iya kan?"

Mendengar itu Biru langsung menatap ke arah lain. Tangannya terkepal namun tiba-tiba saja menggenggam kedua tangan Sheila dengan erat. "Bukan itu maksud gue, Shei!" Ucapnya agak emosi.

Lagi-lagi Sheila dibuat terkesiap hari ini. Biru kenapa sih? Tiba-tiba bersikap aneh. "Lo kenapa, Ru. Sakit?" Tangannya memeriksa dahi Biru namun tak panas. "Normal kok. Kenapa deh?" Herannya.

Biru mengacak rambutnya frustasi. Ingin menyampaikan sesuatu namun terasa sulit. Mengapa gadis itu tidak mengerti apa yang ia maksud. Lalu tangan besar itu menuntun tangan Sheila mengarahkan ke jantungnya.

Deg deg deg deg.

Detakan jantung yang memompa cepat bagaikan orang yang baru saja berlari kencang. Sheila merasakan itu pada jantung Biru di depannya. Ia hanya terdiam kaku belum mengerti apa maksud lelaki itu.

"Jantung gue selalu gini setiap ketemu lo. Dan lo penyebabnya Shei," mendengar itu Sheila diam tak berkutik.

"Lo heart attack kalo ketemu gue? Kalo gitu, kita nggak usah ketemu lagi aja. Ini demi kesehatan jantung lo," Perkataan itu meluncur dengan bodohnya dari mulut Sheila yang membuat Biru semakin geram.

Biru menggeram rendah. "Iya Shei, lo penyebab sekaligus obat. Kalo kita nggak ketemu lagi bukan cuma jantung gue yang sakit, tapi juga hati gue." Ujarnya lalu melanjutkan, "Tuhan juga pasti tau kalo gue... takut kehilangan lo."

Sheila hanya mengangguk patuh. "Siap bos, hamba tidak akan kemana-mana, hehe." Gadis itu memberi gaya hormat. Mencoba untuk tak terbawa suasana haru. Ia merasa menjadi orang yang paling ditakutkan kepergiannya.

Sheila selalu merasa bahwa ia adalah orang yang tak pantas dicinta, tak pantas ditakutkan kepergiannya. Ia merasa rendah diri. Namun setelah bertemu Biru, ia merasa sangat dihargai. Sebenarnya Sheila tak bodoh dalam mencerna apa yang dikatakan oleh Biru. Sheila tau apa maksud lelaki itu. Ia hanya berpura-pura tak mengerti dan bersikap tak tau apapun. Karena, ia bingung ingin menyikapinya bagaimana. Disatu sisi ia nyaman dengan Biru yang perhatian.

Namun ia juga belum bisa percaya sepenuhnya pada orang yang tak ia sangka akan menjadi orang yang memegang rahasianya. Trauma membuatnya tak mudah percaya. Biru adalah orang yang tak pernah ia sangka akan mempunyai sifat yang tak ia duga. Orang yang tak pernah ia sangka akan sangat baik pada dirinya.

Kepala Biru bergerak untuk menumpukan dahinya pada bahu Sheila. Ia hanya diam tak berbicara apa-apa. Namun setelahnya, sebuah pengakuan lirih dari Biru membuat Jantung nya sama seperti lelaki itu. Jantung yang berdebar kencang. Jantung yang Sheila leluconkan sebagai heart attack.

"I love you Sheila. You're my world now."

°°°


Di tengah hiruk pikuk kantin sekolah, Sheila yang sedang membawa semangkuk bakso panas bersusah payah untuk sampai di mejanya bersama dengan Tari. Kebetulan kantin hari ini sangat ramai. Jika ia menunggu makanannya diantar, waktu istirahat akan habis. Karena yang pesan pun cukup banyak. Jadinya ia dan Tari mengambilnya sendiri. Tari sudah berada di meja dan duduk dengan santai. Entah mempunyai kekuatan apa gadis itu bisa sampai dengan sangat cepat. Mungkin kekuatan menerobos eh lebih tepatnya mengusir orang yang menghadang jalannya.

Saat sedang fokus berjalan agar baksonya tak tumpah, tiba-tiba seorang gadis dengan sengaja menabrak dirinya dengan amat keras. Alhasil bakso yang ada di tangannya pun tumpah dan mengenai seragamnya. Sheila yang melihat itu tak terima dan segera mencekal si pelaku yang hendak kabur. Saat ia melihat gadis itu, ia tak menyangka jika itu Naya. Raut marah sangat kentara di wajah cantik Sheila. Ia tersenyum miring seakan sudah menyiapkan rencana jika hal ini terjadi.

"Cih! Lets play girl," batin Sheila menyeringai.

°°°

Piw piw heart attack gatuhh.
Biru confess nya maloe² nih🤫🤗
Janlup vote ⭐ karna pertengkaran akan segera dimulai
HAHAHA (ketawa jahat)😏😏

The Story Of SheilaWhere stories live. Discover now