16. Beberapa Kesempatan

1.3K 155 65
                                    

Tadi malam, mereka tidak jadi bercinta. Emeraldi tidak membangunkan istrinya untuk "bermalam mingguan". Padahal, sudah janjian di pesan Whatsapp, kalau Medianna tertidur, suaminya ia suruh membangunkan. Namun, suaminya tak mengusik sampai pagi tiba. Hasrat sang pria padam gulita oleh sebab pikiran yang berasal dari cerita bawaan adiknya.

Pukul setengah delapan di hari Minggu pagi. Menu sarapan kali ini adalah telur dadar daun bawang yang sedang diolah Emeraldi. Medianna tengah mencuci piring, gelas, dan sendok kotor yang cuma sedikit. Ruby di kamarnya, melanjutkan serial drama Korea favorit.

"Kenapa nggak bangunin aku sih tadi malem, Yang? Aku kan pengin...," ucap Medianna manja, sambil membilas cucian dengan air dari keran wastafel kecil.

"Capek aku, Yang. Maaf, ya. Kemarin aku makan, mandi, langsung tidur juga." Emeraldi beralasan, sambil mengocok telur di mangkuk plastik.

Lelaki itu menunggu, adakah Medianna akan bercerita sesuatu. Beberapa bulan lalu saat Jafan mengganggu di lingkungan kantor Medianna, perempuan itu mengadu. Sekarang, entahlah... mari menunggu.

"Kemarin pulang jam berapa sama Ruby?" Emeraldi bertanya, menghentikan kocokan dan beralih pada kompor gas satu tungku.

"Jam... berapa, tuh..."Medianna mematikan keran sambil mengingat, "jam setengah sepuluh kayaknya udah di rumah."

Emeraldi mengangguk saja. Menuang minyak, menunggunya panas dengan api sedang, sebelum memasukkan telur dari mangkuk plastik ke wajan penggorengan.

Medianna pergi ke meja makan. Duduk dan mulai memainkan ponselnya. Emeraldi melirik sekilas, membiarkan saja kesibukan istrinya.

Beberapa menit kemudian, telur dadar itu matang. Emeraldi mengangkat dan memindahkannya ke piring agak lebar. Lalu, membawa sajian itu ke meja makan. Nasi dalam penanak sudah matang pula, tinggal ambil sendiri-sendiri saja.

"Yang." Emeraldi memanggil seraya duduk di kursi sebelah Medianna.

"Hm?" Sang istri masih melihat pada layar pipihnya.

Emeraldi belum melanjutkan, ingin menatapi wajah istrinya dalam diam. Memperhatikan, mengagumi dalam keheningan. Mata, hidung, bibir, semuanya terpahat sempurna, kerap Emeraldi beri kecupan, jilatan, serta isapan. Seluruh tubuh indah Medianna sudah pernah ia nikmati ketika bercinta di atas ranjang atau saat-saat biasa tanpa bercinta.

Namun, entah mengapa masih gelisah. Emeraldi mengingat dirinya banyak kekurangan di lain hal. Ia sering membayangkan kejadian buruk akan menimpa. Walau Medianna sudah dimiliki seluruhnya, bisa saja hak kepemilikan itu dicabut oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Yang, kamu sayang aku, kan?" tanya Emeraldi setelah puas memandangi.

Medianna melepas ponsel, menatap suaminya dua sekon sebelum berujar, "Sekarang, aku duduk di sini sama kamu, tadi malam aku juga masih tidur sama kamu. Berarti...?"

Emeraldi tidak menjawab, hanya diam bersitatap dengan Medianna. Ia menginginkan jawaban tersurat, bukan yang tersirat. Namun, ya sudah tidak apa-apa. Lelaki itu pun enggan banyak drama.

Medianna tersenyum saja, lantas berdiri dari kursi makan. Sedikit membungkuk, mengambil dua piring yang ditata di atas meja makan. Kemudian, mengambilkan nasi untuk suaminya, juga untuk dirinya.

Emeraldi hanya diam, memandangi aktivitas istrinya. Usai mengambil nasi, perempuan itu beranjak santai, menuju kamar Ruby untuk mengajak makan bersama.

Kenapa kamu susah banget ditebak, Na? Waktu kita belum nikah, kamu nggak sesusah ini buat ditebak, tapi saat kita udah nikah, aku semakin susah nebak kamu....

CAN'T HURT YOU BACK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang