9. Memasak Perasaan

2.2K 195 118
                                    

Sepuluh minggu pernikahan telah dijalani....

Pagi, setengah tujuh. Suara bawang putih diiris kecil-kecil terdengar dari atas talenan kayu, digerakkan dan dibunyikan oleh jemari panjang-panjang seorang lelaki dalam dapur. Juga, suara minyak mendidih yang tengah menggoreng tempe dan tahu.

Memasak bukan pekerjaan baru bagi Emeraldi. Sejak tidak punya orangtua, terpaksa ia melakukan ragam kemandirian secara disiplin. Dua bulan tinggal di rumah Bu Marni dan Zahwa, ia minta diajari memasak. Mulai dari cara mengupas, mengiris, dan mengulek bumbu-bumbu masakan, mengolahnya agar enak, hingga membersihkan ikan, daging, ayam, pokoknya semua yang Bu Marni ketahui dalam hal masak-memasak.

"Yang...."

Suara manja Medianna terdengar dari belakang punggungnya. Lelaki itu menoleh sepintas. "Kenapa, Yang? Udah laper, ya?" tanyanya dengan senyuman.

"Iya." Medianna mengangguk manja, memeluk punggung suaminya yang sedang memotong-motong kecil cabai dan bawang.

Emeraldi sepuluh kali lipat lebih semangat karena mendapat pelukan. Senyumnya mengembang sambil melanjutkan pekerjaan. "Bentar, ya. Tinggal goreng ikan sama bikin sambel iris," katanya lembut.

"Sambelnya mau yang digoreng, Yang. Jangan yang diiris, lagi nggak mau," kata Medianna.

Emeraldi terhenti sejenak. Sudah telanjur mengiris karena Medianna selalu suka, tapi ya sudah. Nanti diblender lagi saja sebelum digoreng.

"Iya," kata si suami, lalu menghentikan pekerjaan.

Medianna melepas pelukan dan bergeser ke sebelah kiri. Menatapi wajah suaminya beberapa detik.

"Jangan dilihatin terus, Yang. Nanti aku salting." Emeraldi berucap, lalu bergerak meraih blender bumbu di sudut meja. Tidak lupa, mengambil piring untuk tahu-tempe yang telah matang.

Sedangkan Medianna, tidak sedang mengagumi Emeraldi sejujurnya. Ia sedang memikirkan tiga konten yang ia buat, unggah, tapi tidak kunjung FYP di dunia maya. Padahal, sudah diberi jarak satu minggu per konten dan ini sudah tiga minggu semenjak konten ketiga.

"Di."

Lelaki itu mendekati kompor, lalu mulai mengeluarkan tahu-tempe dari penggorengan, meniriskan minyaknya sebentar, lalu meletakannya ke piring bersih.

"Kontennya nggak fyp-fyp. Kalau kayak gitu, nggak bakal bisa viral. Nanti nggak bisa naik gaji," kata Medianna terdengar murung.

Si suami tak langsung merespons walau menyimak. Ia mengambil tiga ekor ikan kembung yang telah dibumbui untuk segera digoreng. Pagi-pagi, ujaran istrinya sudah buat galau, tapi tidak salah juga.

Emeraldi menghela napas sambil memasukkan satu per satu ikan kembung. "Sabar, Yang. Mungkin belum. Kita kan baru bikin akunnya dua bulan," ucapnya menyabarkan sang istri.

Medianna refleks mundur mendengar suara gorengan ikan yang masuk minyak panas. Lalu, bersandar pada kulkas, melipat tangan di depan dada, melanjutkan pemikiran tentang bagaimana agar konten-kontennya viral.

"Mungkin karena nggak ada figur orang di dalamnya, Di," simpul si istri setelah beberapa saat. "Video-videonya kan cuma tentang kafe, pelanggan, donat, kopi, mesin espreso, kayak... hambar gitu. Nggak menarik. Harus ada modelnya deh kayaknya," tambahnya menguraikan.

"Ruby aja, Kak, yang bikin sama upload-upload kontennya. Kak Adi sama Kak Anna konsen di kerjaan masing-masing aja," sela orang paling muda di rumah.

Sepasang suami istri itu kompak menengoki arah suara, menyisakan suara ikan kembung yang tengah tergoreng dalam wajan.

Itu Ruby, ia ingin membantu. Cukuplah jadi beban kakaknya terus. Sudah tambah besar, ia sudah banyak tahu. Akan sangat senang bila dapat mengurangi repot yang dipikul kakak lelakinya tersebut.

CAN'T HURT YOU BACK ✔️Where stories live. Discover now