Chapter 20

25.4K 2.1K 310
                                    

Dengan kaki jenjang yang menyilang, bibir Frey cemberut sambil menatap pria dewasa didepannya.

"Pokoknya gue gak mau lanjutin drama ini lagi, titik" keluhnya semenjak ia menginjakkan dikantor Bara.

"Gak, lo harus terus nglakuin apa yang sudah jadi kesepakan kita" jawab Bara.

"Gak mau! Gue gak kuat nahan ketawa liat kelakuan istri om, masa dia bilang om punya penyakit kelamin, mana ngatain gue pelakor lagi, bibir gue hampir aja kesleo gegara nahan tawa gegara tu anak"

Mendengar itu Bara tersenyum sampai gigi gerahamnya terlihat. Membayangkannya saja sudah sudah membuat hatinya menghangat apalagi melihatnya secara langsung.

"....Pokoknya gue gak mau titik"

"Ya udah, kalo gitu, tiket liburan ke Belanda gue batalin"

"Ck mana bisa gitu?"

"Bisa dong terserah gue"

"Ya udah ya udah, tapi gue gak janji bisa jaga rahasia kalo gue ponakan om" kesal Frey dengan Bara.

"So.....Lu harus dideket gue sampai Angkasa balik sama gue"

"Kecuali gue suka sama Angkasa" ujarnya dengan menjulurkan lidahnya.

"Punya lo cuma sekelingking bayi, ngayal jangan ketinggian yah ponakan om yang paling cantik" Bara berkata dengan menunjuk ujung jari kelingkingnya dimana hal itu membuat Frey kesal.

"Gue seme kayak om dan itu mutlak" jawabnya yang mengundang gelak ketawa Bara. Mau sampai kapan keponakannya itu mau sadar. Jika Angkasa, bolehlah jadi seme tapi kalau Frey?

Brak

Pintu dibanting oleh Frey yang merasa kesal karena dikatai oleh pamannya itu.

"Sesekali kepala anak itu harus dibentur batu biar sadar" gumam Bara dengan sedikit menggelengkan kepalanya.

.

Sedangkan Angkasa kini tengah menjenguk Faas bersama Aldi dirumah barunya.

Bima memboyong keluarga kecilnya itu kerumah yang halamannya sangat luas disertai kolam renang yang cukup besar.

Nata putranya butuh udara bersih dan tempat bermain.

Faas yang menjelma sebagai nyonya besar dirumah itu, bagaikan si itik buruk rupa yang menjelma sebagai angsa yang begitu cantik dan menawan.

Kulitnya yang dulu dekil dan hitam, kini menjadi putih bersih bagaikan porselen yang menyilaukan.

Namun satu hal yang tidak berubah dari diri Faas yaitu mulut bar barnya.

"ANJING. KALIAN MASIH INGET GUE!" Kesalnya, karena kedua sahabatnya itu sudah lama tak menjenguknya.

"Sorry Fa gue gantiin pak Kris di bengkel, pak Kriskan baru buka cabang" jawab Aldi sambil menyodorkan 2 kotak takoyaki yang mana tangan Faas masih menerimanya dengan suka rela.

"Terus lo Sa, lo liburankan? Sama siapa lu? Izin gak sama pak Bara?"

"Hah?" Binggung Angkasa. "Emngnya perlu izin ya?" Jawabnya polos.

Aldi dan Faas saling tatap mendengar jawaban itu "sudah gue dugong" geram Faas yang masih memaksakan senyumnya. Pasalnya Bara sempat bertanya dengan Faas perihal sosok temen Angkasa yang belum Bara kenal. "Ketaman belakang yok, gue mau pamer rumah baru gue" ajak Faas yang diikuti kedua temannya itu.

Angkasa dan Aldi terperangah melihat kebun macam macam buah seperti stroberi, apel, pir, beberapa jenis plum, beberepa jenis jeruk, kesemek, mangga dan pohon duren sesuai request Faas, biar kalau musim duren dia bisa makan yang baru jatoh dari pohon, karena selama ini dia selalu ketipu penjual yang bilang mateng ternyata gak ada rasa pas dimakan. Mana harganya 50 ribu lagi satu buah yang gedenya cuma sekepala bayi. Kan sayang duitnya.

Angkasa (End)Where stories live. Discover now