35

573 54 15
                                    




Hening sesaat setelah kapal terjatuh ke dasar air terjun. Mereka cukup syok seperti tidak mampu berkata apa-apa. Dunia Baru mengerikan. Tidak! Maksudnya lautan memang begitu, tapi bagaimana dengan lautan terbelah? Air terjun? Ini bukan sungai, ini adalah lautan.

Dalam posisi duduk dan terkapar, mereka memandang satu sama lain, beberapa mengelus bokong dan mengeluh punggung mereka patah, mungkin tulang Brook sudah berserakan di lantai. Bayangkan saja terjatuh bersama kapal dari ketinggian. Ayolah, mereka pernah mengalami ini ketika dari Pulau Langit. Cuma kali ini tidak ada gurita besar yang menyelamatkan kapal, meski pun saat itu mereka jatuh di Markas Angkatan Laut. Itu hanya sebagian dari fenomena alam tidak terduga dari Grand Line. Mereka bahkan pernah mengalami hujan permen, melihat kelinci laut dan...sapi laut.

Masih hening sebelum tawa Luffy pecah. Melihat wajah teman-temannya adalah hal yang lucu, menurutnya begitu sebelum krunya berteriak kecuali Robin dan Shiryu. Sepertinya Jinbei sudah mulai stress dengan tingkah Luffy.

"APA YANG LUCU!"

Luffy menutup rapat mulutnya lalu kembali tertawa. Masih dengan posisi duduk, dia terbahak sampai air matanya keluar.

Usop terdiam dengan wajah kagum melihat wajah Luffy. Matanya sedikit melebar. Bukan Luffy yang dia lihat, kepribadian yang lain. Itu...Nika. Dia persis dengan wajah bersinar dan ceria. Suara tawanya seperti mengundang orang lain untuk tersenyum dan terbahak bersamanya.

"Maaf. Tapi wajah kalian sangat lucu," Luffy berhenti tertawa. Kali ini dia mengelus perutnya yang berbunyi, lapar. "Shishishi, Sanji." Menggaruk belakang kepala, "Meshi."

Sanji bangkit dari duduk tidak elitnya, mengambil sebatang rokok lalu membakar ujungnya menggunakan pemantik. "Aku akan melihat bahan-bahan makanan, ku rasa masih cukup hingga sampai ke pulau selanjutnya."

"Mau ku bantu? Memancing." Luffy menunjuk laut. Dia berdiri diikuti yang lain. Usop dan Chopper mengikuti Luffy menuju gudang penyimpanan, mengambil pancing dan umpan.

"Ah! Chopper..." dia tiba-tiba berhenti, berbalik dan memandang Chopper. Rusa kecil itu mendongak bingung tapi juga curiga.

"Umpan. Untuk mendapatkan ikan besar kita membutuhkan umpan yang bagus."

"Eh?" wajah Chopper lucu dengan ekspresi apa yang akan kau lakukan? Dia mundur beberapa langkah, Luffy maju seperti akan menangkapnya, wajahnya menyeringai.

"Dapatkan ikan yang besar, kapten. Aku mengandalkan mu." Sanji berjalan menuju dapur, dia terkekeh kecil, "Semangat Chopper!"

"Tidaaakkk. Jangan menjadikan ku umpan." Chopper lari dan Luffy mengejarnya. Jika ingat adegan Sanji dan Luffy mengejar Chopper di dalam kastil waktu awal bertemu, Chopper merasa de javu.

Shiryu berdiri, "Aku juga akan memancing." Sementara yang lain kembali ke aktivitas masing-masing seperti tidak terjadi apa-apa. Zoro memilih tidur, Nami memeriksa cuaca. Franky memeriksa keadaan kapal, Robin menuju perpustakaan mengambil buku, Jinbei menuju kemudi, dan Brook...dia masih di tempat. Tulang-tulangnya patah.

"Kau tidak apa-apa, Brook?" Chopper jongkok melupakan fakta bahwa dia sedang dikejar, bertanya dengan wajah iba.

"Tidak apa-apa, Chopper san. Tapi ku pikir aku sudah mati."

"Meski pun sebenarnya kamu sudah mati," sahut Chopper. Dia mengambil dialog Brook.

"Kejam sekali, itu kalimat ku."


*****


Kepakan sayap camar terbang di atas air. Paruhnya berjuang mencakup ikan-ikan kecil, sesekali terbang lebih tinggi saat usahanya tidak membuahkan hasil.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang