35. | Ingatan membawa kegugupan

42.4K 4.7K 1K
                                    

Aku datang, Bestie KagenBi~
So sorry, kalau bagi beberapa pembaca terkesan ngilang semingguan, tetapi untuk diketahui ya ... aku budaq korporat yang punya tanggung jawab daily working, sehingga saat pekerjaanku itu lebih menyita perhatian ya cerita ini terkesampingkan.

makanya aku selalu bilang diusahakan update setiap Sabtu. I wish you guys understand ya.

.

Pas 3.450 kata untuk Bab ini
semoga kalian suka
bikin malming bahagia
meski khusus KagenBi, tunggu dulu ya, ngana belum berhak bahagia, pfftt #TeamIstriSelaluBenar

.

Vote & comment-nya jangan lupa
Terima kasih banyak ❤️

🌟

35. | Ingatan membawa kegugupan


"Lyre, would you bear my baby, once again?"

Ada degub yang bertambah, seiring rasa penasaran dan angan yang berkembang. Lyre mengatur napasnya dengan baik, berusaha berpikir dengan sejernih mungkin dan perlahan menarik tangannya dari genggaman Kagendra, mengangkatnya ke hidung mancung sang suami, memberi cubitan lembut.

"Modusmu, ya ... makin-makin aja!" tuduh Lyre.

Haish! Kagendra menolehkan wajah agar cubitan sang istri terlepas. "Enggak modus, beneran aku mau," pintanya sembari meletakkan kepala pada pangkuan sang istri, mencium-cium lembut ke arah perut. Ia juga belum pernah melakukan ini semasa kehamilan Ravel dulu.

"Ya, Lyre? Satu lagi anakku."

Lyre memastikan pikirannya waras dan menanggapi serius, "Jaminannya apa?"

"Jaminan?"

"Jaminan aku enggak copy paste kamu lagi? Jangan sampai dua kali hamil aku kebagian hikmahnya doang."

Kagendra tertawa, kembali menduselkan kepala agar tidak tergelak. "Kamu lucu ya, jadi pengin ngapa-ngapain."

"Nih, kan! Emang modus doang kamu tuh!" Lyre berusaha beralih menjauh, meski gagal karena dekapan Kagendra di pinggangnya menguat. "Lepas, enggak? Aku jambak nih?"

"Enggak, kamu enggak berani." Kagendra menggeser sedikit kepalanya, hingga cukup untuk memperhatikan wajah sang istri. "Kamu enggak berani jambak, mukul, nendang ... ngomong kasar aja enggak berani."

Lyre ingin langsung membuktikan bahwa dirinya berani, namun begitu meletakkan tangan ke helaian rambut Kagendra, seketika kehilangan minat. Ini bukan karena tidak berani, kilau berlian di cincinnya seolah jadi pertanda yang begitu permanen terkait posisinya sebagai istri.

"Usai menikah, Mama sempat merasa gelisah ... ada impian yang belum tercapai, ada angan yang belum kesampaian, keseharian yang mulai monoton. Dengan Papa yang juga sesibuk itu, Mama sudah berpikir, betapa kehidupan istri ini sedikit tidak adil. Tetapi, setelah menjalaninya, menyadari setiap penantian Mama berbalas kepulangan Papa ... setiap lapar yang Mama tahan, berbalas suapan perhatian penuh kasih-sayang. Situasi yang terasa tidak adil ini dapat diadaptasi sebagaimana impian dan angan Mama beralih menjadi tujuan agar rumah tangga kami tetap terjaga."

REPEATEDOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz