27. | Precious memory

33.5K 4.5K 1.3K
                                    

Ada yang masih bangun?
wakakaka efek ngopi sore-sore, belum bisa tidur juga.

coba absen, jam berapa baca cerita ini?
di HPku sekarang tepat 23.22 🙈

.

3.935 kata untuk bab ini -_-"
pelan-pelan aja bacanya, Bestie

happy reading
don't forget to be kind
stay fit and healthy

.

thank you~

🌟

27. | Precious memory


"Prof. Luki sama Bu Yaya kasihan banget, ya? Anak sulungnya amputasi, anak bungsunya malah amnesia."

"Ini mending dr. Esa masih hidup, wah dulu parah banget ... percobaan bunuh diri itu."

"Bunuh diri?"

"Hush, itu kecelakaan, justru dr. Esa lagi nolong orang tapi malah celaka sendiri, sampai amputasi. Waktu itu dia enggak suicide."

"Ya, sebelum-sebelumnya? Mbakku yang stase psikiatri waktu itu, nemenin dr. Hernowo kalau treatment, bisanya cuma nangis, tiap lihat pisau bedah maunya ngiris nadi. Gila banget deh."

"Hush! Udah, itu udah lama banget, sekarang orangnya sehat dan lagi—"

"Eh, eh, dulu kasus malpraktiknya terbukti enggak sih?"

"Enggak terbukti, tapi Ketua Tim dokter IGD yang jadi tumbal, mundur dan langsung ikut program relawan ke Afrika sampai sekarang ... sisanya diberesin sama Prof. Luki dan jajaran ketua tim dokter spesialis waktu itu."

"Wih, ngeri-ngeri."

"Tapi menurutku bukan salahnya dr. Esa juga lho, code blue emang hectic mana itu kecelakaan beruntun yang sebagian besar korbannya parah semua."

"Ya, tapi diantara semua korban parah kenapa dr. Thomas yang meninggal duluan, dia bahkan masih cukup sadar sebelum masuk OR, masih kasih instruksi ini dan itu ... dr. Thomas teman baiknya dr. Esa juga semasa kuliah."

"Hush! Sudah-sudah jangan dibahas lagi, kasihan kalau Bu Yaya yang dengar ... beliau baik banget."

"Iya, emang sial aja nasibnya."

Esa menghela napas panjang, merapatkan topi di kepalanya dan memeriksa keadaan sekitar. Rumah sakit ini juga sudah melalui beberapa renovasi sampai membuatnya pusing, padahal hanya berniat mencari kantin untuk membeli air mineral.

"Om Esa!"

Seruan itu membuat Esa terkesiap, begitu juga para perawat yang berkerumun membicarakannya. Empat perempuan itu saling pandang dan tampak kikuk.

"Halo, Mas ..." sapa Desire sambil menggandeng Ravel mendekat.

"Hai," balas Esa singkat dan mengangguk pada Waffa yang mengekor dengan salah satu tangan memegang tas belanjaan.

"Om Esa jenguk Mamaku, ya?" tanya Ravel antusias.

Esa tersenyum, setengah berlutut agar bisa menyamakan tatapan dengan keponakannya. "Jenguk Ravel juga dong? Coba kasih big hug, masih kuat enggak ini?"

Ravel melepas tangan Desire langsung berusaha memeluk Esa erat-erat. "Kuat kayak Spinosaurus."

Waffa terkesiap ketika Ravel membelitkan lengan ke leher Esa. "Eh, eh, lehernya Om Esa sakit dong ..."

REPEATEDOù les histoires vivent. Découvrez maintenant