31

2.3K 163 11
                                    

Ketakutan itu selalu hadir, selalu membayangi Ceisya bahkan hingga ke alam mimpi sekalipun.

Kadang Ceisya ingin lupa, ingin acuh dan tak memikirkannya. Namun saat segalanya tak sesederhana itu, ia gelisah. Ia ketakutan tanpa tahu apa alasannya.

Apa karena sudah terbiasa? Atau karena kini Ceisya telah menggantungkan segalanya pada Sakala?

Yah, mungkin keduanya.

Tidak ada yang bisa Ceisya lakukan, tidak bahkan ketika ia bangun tidur di pagi hari dan tak menemukan Sakala di sampingnya. Pun di kamar mereka sudah tidak ada keberadaan pria itu.

Oh tentu saja. Jam bahkan sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dan Ceisya bangun kesiangan karena semalam ia bahkan baru bisa terlelap nyaris subuh datang. Dan begitu ia bangun pagi ini, dia tak lagi mendapati suaminya di sampingnya.

Mungkin pria itu telah pergi, telah memutuskan untuk meninggalkannya seorang diri sebagaimana pilihan di layangkan padanya.

Menggenggam erat-erat ujung selimut yang membungkus setengah tubuhnya, Ceisya merasa hatinya remuk, hancur berkeping-keping layaknya sebuah kaca yang melebur. Menjadi kepingan-kepingan kecil yang tidak akan bisa di kembalikan seperti sedia kala.

Segalanya telah berakhir.

Seharusnya dia sadar jika ditinggalkan seperti sekarang ini, dia akan merasakan kesakitan. Akan merasakan kehancuran melebihi saat ditinggalkan Daru dulu.

Tangis Ceisya kian mengeras, kian tak lagi bisa terbendung lagi. Segalanya telah berakhir, semua harapannya hancur berantakan dalam sekejap. Sakala meninggalkannya.

Semalaman dia bahkan sudah memikirkan segalanya. Ingin rela dan berlapang dada ketika Sakala tak akan memilihnya. Namun, saat pagi ini benar-benar mengalaminya. Sadar jika segala usahanya berakhir sia-sia. Semua semakin terasa menyakitkan.

Sakit sekali, perih sekali hatinya saat ini.

Tangis Ceisya belum berhenti. Dia masih sesenggukan sampai pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Lalu setelah itu muncul sosok Bu Karmila yang menatapnya khawatir.

Wanita tua itu bahkan langsung melangkah ke arahnya tergesa. Tampak panik dan cemas.

"Bu Ceisya, ada apa?" Tanyanya begitu cemasnya. Yang dibalas Ceisya dengan tangisannya yang semakin keras. Dia menangis tanpa menjawab pertanyaan wanita tua di sampingnya yang terlihat semakin panik.

"Apa yang sakit, Bu? Apa kita harus ke rumah sakit? Anda ingin saya menelpon pak Sakala?"

Masih tidak ada jawaban, namun saat kembali mendengar nama Sakala, kembali diingatkan dengan pria yang pagi ini benar-benar membuat mood Ceisya berantakan, tangis Ceisya kian keras. Kian membuat Bu Karmila yang menatapnya pun semakin khawatir dan panik.

Wanita tua itu bahkan langsung berdiri dan berlari keluar kamar dengan tergesa. Yang saat menemukan Ceisya menangis kian keras dengan kedua tangan menggenggam ujang selimut kian kuat. Hingga semua tangannya tampak memutih nyaris membiru, semakin menambah ketakutan Bu Karmila.

Dia takut jika istri majikannya itu terluka atau kenapa-kenapa. Dan lebih parahnya, kesakitan karena sesuatu di tubuhnya. Apalagi saat sadar jika wanita muda itu tengah berbadan dua.

****

Entah berapa lama Ceisya menangis, sesenggukan sampai tenggorokannya terasa sakit. Mengabaikan segala pertanyaan dan juga kekhawatiran Bu Karmila yang sejak tadi mondar-mandir menanyainya.

Menatapnya khawatir juga cemas.

Ceisya bahkan memilih menenggelamkan wajahnya diantara lututnya. Memeluknya dengan tangis yang nyaris membuat tubuhnya lemas tak lagi bertenaga.

Suami Pengganti (SELESAI)Where stories live. Discover now