14

2.1K 175 6
                                    

Matanya terasa berat, kepalanya nyeri hingga membuat tubuhnya terasa luar biasa lemas. Itulah yang Ceisya rasakan saat ini, bahkan ketika ia berusaha membuka matanya yang begitu berat. Dan menemukan langit-langit kamar yang tampak asing. Ceisya mengernyit, merasa bingung hingga mengedarkan pandangannya.

"Sudah bangun?"

Pertanyaan dari suara seseorang yang terasa tak asing seketika membuatnya memutar kepalanya.

Kedua matanya seketika membola saat menemukan siapa seseorang yang kini duduk di sofa dengan kedua kaki bertumpu menjadi satu. Ada kaca mata yang membingkai wajah itu. Juga ponsel yang pria itu masukkan ke dalam saku celananya sebelum ia bangkit. Melangkah santai ke arahnya. Yang seketika membuat Ceisya mengedarkan pandangannya.

Wajahnya langsung berubah kaku saat menemukan di mana kini ia berada.

"A-aku,..." Ceisya tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi, dia ingat jika sebelum ini dia berada di toilet. Lalu dia muntah-muntah dan,..

"Sahabat kamu menghubungi ku tadi. Dia bilang kamu pingsan dan di larikan ke sini." Jelas Sakala, yang membuat Ceisya semakin kehilangan suaranya.

Dan dia hanya bisa menatap wajah itu-yang balas menatapnya kaku. Tidak ada senyum, wajah ramah dan juga tatapan bersahabat. Segala terlihat begitu datar tanpa ekspresi. Mendadak Ceisya memikirkan satu hal, apa pria itu tahu jika dia tengah hamil anaknya?

"Kamu mau minum?" Tanya Sakala, bergerak duduk di kursi yang berada di samping ranjang. Meraih gelas yang berada di atas meja nakas samping ranjang.

Mengulurkannya ke arah Ceisya yang kini bergerak bangkit, bersandar dengan tatapan menghindar. Namun wanita itu sama sekali tidak menolak saat Sakala mengulurkan gelas ke arahnya.

"Pelan-pelan." Ujarnya, yang entah mengapa membuat Ceisya malah melirik pria itu.

Sejenak pertanyaan yang sedari tadi mengusiknya kembali hadir. Terasa memenuhi kepalanya dan berputar-putar.

"Dokter bilang kamu kurang istirahat, asupan makanan yang kurang dan stress." Terang Sakala yang seketika mampu membuat seluruh tubuh Ceisya beku. Dia mematung dengan wajah tampak tertegun. Pria itu benar-benar tahu. Pikirnya mulai resah.

"Aku baik-baik saja." Ujar Ceisya, berharap pria yang kini menatapnya itu akan percaya.

"Semua keluarga mu menghubungi mu tadi. Mereka mengucapkan selamat atas berita kehamilan,... Itu." Terang Sakala yang seketika membuat Ceisya menatap sepenuhnya pria itu.

Dia menatap Sakala dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku tidak mengatakan apa pun, sepertinya sahabat mu yang mengatakan semuanya." Ucap Sakala dengan entengnya. Tangannya terulur untuk meraih gelas di tangan Ceisya. Meletakkannya di atas meja setelahnya kembali menatap wanita itu.

"Kamu ingin makan sesuatu?"

"Aku belum lapar." Tolak Ceisya tanpa pikir panjang. Setidaknya dia tidak ingin menunjukkan bagaimana kacaunya dia ketika selesai makan. Juga bagaimana tubuhnya akan begitu mengenaskan saat ada sesuatu yang masuk ke dalam perutnya. Dia tidak akan menunjukkan sisi lemahnya pada pria itu. Tidak! Tidak akan pernah.

Sudah cukup dia bersikap bodoh dan tolol. Kini, dia tidak akan membiarkan dirinya kembali melakukan kesalahan. Kesalahan yang suatu saat nanti pasti akan sangat ia sesali.

Sakala mengangguk sekenanya. Lalu dia bangkit dan berujar pelan. "Kamu butuh sesuatu?"

Ceisya menggeleng. "Aku baik-baik saja. Terima kasih karna sudah menjaga ku. Kalau kamu mau pergi, kamu bisa pergi sekarang." Ucap Ceisya. Yang entah mengapa dia merasa terganggu dengan keberadaan pria itu, sedari tadi. Namun dia tidak mungkin mengusirnya mengingat-setidaknya pria itu mau datang saat Nada menghubunginya. Dan mungkin dia tadi sempat membantunya ketika keluarganya menghubunginya dan menanyakan keadaannya.

Dan nanti, bisa jadi-mungkin dia akan membutuhkan bantuan pria itu, lagi. Jadi tidak ada salahnya dia bersikap biasa saja. Seakan melupakan segalanya. Meski sebenarnya dia tidak akan lupa, tidak ingin kembali berurusan dengan pria itu, juga melihat wajah itu yang kembali mengingatkannya bagaimana bodohnya dia kemarin. Yang mudah tertipu dan di bohongi. Yang lebih menyesakkan lagi, wajah itu mengingatkannya pada Daru. Pria yang berhasil membuat Ceisya sangat membenci hidupnya sendiri.

Sakala diam, menatap lurus bagaimana wajah yang masih tampak pucat itu. Bagaimana kedua mata yang masih tampak sayu itu menatapnya lurus. Tampak asing, jauh berbeda dengan saat pertama kali mereka bertemu.

Memikirkan itu, mendadak tubuh Sakala tersentak. Layaknya ada sengatan yang menyentak dadanya. Apa yang dia pikirkan tadi? Bagaimana bisa dia berpikir yang tidak-tidak?

Berdehem pelan, Sakala berusaha mengusir pikirannya yang mendadak terasa kacau. "Keluarga mu sudah tahu kalau kamu hamil sekarang." Dia balik tatap kedua mata itu, secara bergantian. Lalu diam dan membiarkan keheningan mengelilingi mereka. Lama.

"Setelah ini,... apa yang akan kamu lakukan?" Dia sedang bertanya rencana wanita itu. Kedepannya, apa yang diinginkan wanita itu. Dan mungkin, Sakala akan mempertimbangkan  keinginan wanita itu. Pun ketika wanita itu menginginkan dirinya untuk bertanggung jawab atas bayi yang berada dalam perutnya.

Ceisya memutuskan tatapan mata mereka, dia menunduk dan menatap kakinya yang terbalut selimut. Dia pandangi.

"Belum." Gumamnya. Begitu lirih. "Aku belum memikirkannya." Tambahnya. Berharap jika pria itu peka, jika ia enggan berbicara lebih lama. Enggan berada di dekat pria itu lebih lama lagi.

"Sore nanti kamu sudah boleh pulang."

Ceisya kembali mengangkat pandangannya. Lalu mengangguk sekenanya. Melihat itu Sakala pun ikut mengangguk.

"Aku sudah mengurus semuanya."

"Ya, terima kasih."

Lalu diam. Hening. Lama.

Sampai.

"Keluarga mu mengatakan akan datang." Ucap Sakala.

Ceisya mengangkat wajahnya, menatap wajah itu.

"Berkunjung...." Tambahnya.

"Aku akan mengatakan jika kamu sibuk dan tidak bisa menjagaku." Itu adalah alasan yang tiba-tiba terpikirkan oleh Ceisya. Setidaknya dia tidak akan membuat pria itu bertahan lebih lama di ruangannya. Menyakinkan jika dia baik-baik saja. Dan mungkin bisa mengatasi masalahnya yang-

"Ke rumah ku."

"Ya?" Ceisya yakin jika pendengarannya -mungkin tengah bermasalah. Atau,..

"Aku sudah mengirim alamat rumah ku pada keluarga mu. Dan mungkin mereka akan langsung datang ke sana."

Pendengaran Ceisya berdenging. Nyaring dan kuat. Membuat rasa mual itu hadir lagi.

Bahkan rasa mual itu hadir begitu hebat, membuat dia harus membekap mulutnya. Menghalau sesuatu yang ingin keluar. Atau memaksa keluar?

Apa pun itu, namun pria di depannya berhasil membuat tubuhnya kembali merasa lemas. Jadi-

"Ceis, kamu baik-baik saja?" Tanya Sakala bergerak mendekat. Dan setelahnya tubuhnya membeku saat tiba-tiba sesuatu mengenai pakaiannya.

Dia mematung dengan wajah kaku, begitu pun tubuhnya yang mendadak sulit digerakkan.

"Uekk..."

Kedua matanya terpejam, rapat. Lalu saat mendengar gumaman.

"Maaf,"

Sakala tidak tahu harus berbuat apa selain menatap wajah itu. Wajah yang menatapnya penuh rasa bersalah dan menyesal. Namun bukan itu masalah, melainkan kedua mata yang mendadak berembun dan berkaca. Saat ia menunduk, merasakan remasan di lengannya. Ia tatap kedua tangan yang memegang lengannya erat, kuat. Yang entah mengapa membuat segala perasaan tidak nyaman Sakala sirna. Tergantikan dengan perasaan asing yang terasa hangat. Apalagi saat ia menemukan sesuatu yang melingkar di jari manis wanita itu. Sesuatu yang sama persis-yang sama ia gunakan di jari manisnya.

"Maaf, Sakala. Aku benar-benar tidak bisa menahannya."

"Tidak masalah." Ujar Sakala yang cukup mampu membuatnya terkejut atas apa yang telah ia ucapkan itu. Hei, sejak kapan Sakala akan bersikap seperti sekarang ini? Tidak marah padahal pakaiannya kotor dan juga basah karna muntahan wanita yang kini menatapnya dengan bibir bawah digigit kuat. Lengkap dengan kedua mata berembun khasnya.

Suami Pengganti (SELESAI)Where stories live. Discover now