25

2.2K 129 7
                                    

"Kakek tahu jika semalam Sakala tidak hadir di acara ulangtahun ku, kan?" Seru Amanda dengan wajah memerah padam.

"Dia bahkan mengabaikan telpon dan chat ku."

"Tenangkan dirimu, Amanda."

"Papa."

"Papamu benar, Amanda. Kamu harus tenang jika ingin mendapatkan cucu kakek." Tegur Edwin yang seketika membuat wajah Amanda keruh. Dia semakin terlihat kesal karena ucapan pria-pria di depannya.

"Pak Edwin, tapi kita juga tidak bisa diam saja seperti ini. Dari hari ke hari, Sakala terlihat semakin sulit dikendalikan. Dia bahkan selalu mengabaikan putri saya."

Edwin yang sejak tadi menatap Amanda, kini menoleh ke arah samping. Di mana Amarisa, ibu dari Amanda yang kini angkat bicara.

"Jika dibiarkan seperti ini terus-menerus. Dia tidak akan setuju dengan perjodohan ini. Dan perusahaan kita tidak akan bisa saling bekerja sama jika seperti itu. Karena saya jamin, papa saya tidak akan suka jika cucu perempuan satu-satunya dikecewakan."

Amanda yang sejak tadi tampak memasang wajah sebal berangsur-angsur tersenyum puas. Senang karena ibunya kini melempar serangan balik dan membelanya.

"Kalian tenang saja. Sakala tidak akan pernah membatalkan perjodohan ini. Saya jamin dia tidak akan pernah berani melakukan itu."

"Lalu bagaimana jika Sakala memiliki wanita lain di hidupnya, Kek? Apa kakek bisa jamin jika dia akan tetap bersikap sama sedang ada wanita lain di hidupnya?"

"Sakala punya wanita lain?" Amarisa menatap putrinya tak percaya. Begitu pun semua orang di ruangan itu.

"Entahlah. Tapi aku rasa begitu."

"Sakala tidak akan pernah memiliki wanita lain selain dirimu, Amanda. Kakek bisa jamin itu."

Senyum puas semakin memenuhi wajah Amanda, hingga dia melirik ibunya yang kini juga tengah meliriknya. Melakukan hal sama hingga mereka saling lempar senyum puas satu sama lain.

*****
Rindu itu kian kuat dan pekat. Kian menggebu-gebu dan ingin bertemu. Padahal baru beberapa jam Ceisya tak bertemu dengan pria itu.

Sakala, juga semua sikap acuhnya, cueknya juga dinginnya. Pria itu bahkan tak pernah banyak bicara, berinteraksi dengannya pun hanya seadanya. Tapi entah bagaimana bisa Ceisya sangat merindukan pria itu dan segala tingkah diamnya.

Suaminya itu, bahkan sangat kaku dan dingin, namun entah bagaimana bisa  Ceisya kadang merasa lebih agresif jika berdekatan dengan pria itu. Seakan-akan, dia tidak bisa hanya berdiam diri seperti suaminya itu atau bersikap anggun seperti kebayakan wanita di luar sana.

Pria itu bahkan hanya diam tanpa melakukan apa pun, tapi cukup mampu selalu membuat Ceisya selalu ingin menerkamnya hidup-hidup.

Apa ini wajar? Ceisya rasa tidak. Dia belum pernah bersikap begitu agresif pada pria mana pun. Termasuk Daru.

Tapi dengan Sakala, dia bisa bersikap diluar kendali. Selalu ingin menempeli pria itu di mana pun dan kapan pun. Tanpa peduli apa pria itu nyaman atau tidak.

Menatap layar ponselnya yang redup, Ceisya menggigit bibir bawahnya kuat saat menemukan layar itu mati. Sedang perasaan ingin menghubungi pria itu begitu kuat dan hebat. Hingga dia selalu bergerak gelisah berkali-kali.

"Tidak. Jangan lakukan apa pun, Ceisya. Berhenti bersikap memalukan!" Tegurnya. Lebih pada dirinya sendiri.

Setelahnya, dia pun mendesah kuat saat perasaan ingin bertemu itu kian hebat.

"Aku rasa lebih baik aku turun ke bawah." Ujarnya. Dengan tergesa menjauh dari ponselnya sebelum perasaan ingin menghubungi Sakala kian hebat. Lalu menghubungi pria itu dan mungkin kian bersikap memalukan.

Suami Pengganti (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang