27

1.9K 134 6
                                    

Ceisya menatap jejeran hasil masakannya di atas meja dengan tatapan puasnya. Meski berkali-kali merasa tersiksa karena kehamilannya yang begitu mengganggu. Namun Ceisya sama sekali tidak menyerah untuk terus memasak. Setidaknya, dia ingin memasakkan sesuatu untuk Sakala.

Karena akhir-akhir ini, ia sedang ingin melakukan sesuatu untuk pria itu. Atau lebih tepatnya,.. untuk hubungan mereka? Pernikahan mereka? Atau,..

Entahlah, apapun itu, namun Ceisya sedang ingin memastikan sesuatu. Seperti, dia tidak ingin kalah dan mengalah begitu mudahnya.

"Bu Ceisya,"

Ceisya menoleh, menemukan Bu Karmila yang sedang mengangsurkan ponselnya. Ponsel yang sempat ia minta tadi.

"Ponsel anda."

"Terima kasih Bu Karmila." Ucap Ceiya begitu tangan Ceisya meraih ponsel dari tangan wanita tua di depannya. Yang dengan senyum sopannya, mengangguk beberapa kali.

Menatap layar ponselnya, Ceisya terlihat menimbang. Apa dia harus menghubungi pria itu, atau dia hanya perlu mengirimkan pesan saja?  Menanyakan pria itu, sudah makan siang atau belum? Menyuruhnya pulang dan makan siang bersamanya?

Menggigit bibir bawahnya resah, Ceisya benar-benar terlihat bingung saat ini. Sampai.

"Anda ingin menghubungi pak Sakala?"

Ceisya mengangguk beberapa kali, yang semua itu membuat bu Karmila kian menarik sudut bibirnya.

"Jika begitu anda bisa menghubungi beliau."

"Tapi-" Ceisya terlihat ragu untuk meneruskan ucapannya. Karena itu gigitan di bibir bawahnya kian terlihat kuat.

Mengangguk mengerti. Ceisya pun pada akhirnya menyerah. Dan mengatakan. "Baiklah." Semua itu kian membuat Bu Karmila tidak bisa menutupi wajah leganya. Lalu tanpa membuang waktu, dia segera berbalik saat istri majikannya itu terlihat sibuk dengan ponselnya. Tak lama menempelkan benda pipih itu di telinganya hingga mendengar nada dering.

"Hallo?" Sapa Ceisya begitu panggilannya diangkat.

"Ceis?"

Ceisya menggigit bibir dalamnya kuat, antara ragu dan malu. Mendadak segala yang ingin ia katakan tadi sulit untuk keluar. Segalanya hanya bisa berkeliaran di kepalanya tanpa tahu bagaimana cara mengungkapkannya.

Layaknya ombak yang tiba-tiba menerpa seluruh dadanya, membuat dadanya berdebar-debar tak karuan. Hingga membuat Ceisya kesulitan membuka mulutnya.

"Ada apa? Kamu butuh sesuatu?"

"Mmm,... Sakala?"

"Hmm? Kenapa?" Suara berat Sakala, juga nada bicara pria itu semakin membuat Ceisya ragu untuk mengatakan segalanya. Dia takut jika dia akan kecewa dengan jawaban pria itu.

"K-kamu sudah makan siang?" Ada debaran tak kasat mata, juga perasaan yang layaknya terhentak kuat dalam dadanya. Layaknya, Ceisya sedang menunggu sebuah keputusan untuk hidup dan matinya. Apa ia sedang berlebihan? Tapi, Ceisya tidak bisa menutupi segala perasaannya saat ini.

"Kenapa, Ceis? Kamu ingin makan siang denganku?"

Tak butuh waktu lama untuk membuat senyum Ceisya terbit. Lalu hatinya mendadak bergumam.

Akh,, pria itu peka dengan apa yang ia inginkan.

"Mmm,... mungkin baby kuingin makan siang dengan papanya." Itu adalah alasan yang akhir-akhir ini sering Ceisya katakan. Yang sering ia ucapkan saat ia sedang menginginkan sesuatu.

"Baby?"

Ceisya mengangguk dengan wajah sedikit cemberut. "Aku tadi masak makan siang. Untuk kita berdua. Karena baby kuingin makan siang dengan papanya. Jadi aku memasakkannya secara khusus untukmu."

Suami Pengganti (SELESAI)Where stories live. Discover now