14. Ancaman

714 119 5
                                    

Aku melihat Helix tengah menyandarkan punggungnya pada dinding bertema klasik kala aku kembali ke kamarku.

Setelah menolak tawaran Cytreus, yang sebenarnya dia sangat ingin aku menerimanya, aku kembali ke kamarku. Tentu seluruh keluarga Cerle mengantar kepergiannya kembali ke istana.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Tuan Helix?" Suaraku bergema di dalam ruang kamar, membuat Helix langsung menunjukkan senyumannya padaku.

"Mengapa? Bukankah ini adalah kunjungan harian?" Helix menggedikkan bahu.

"Kunjungan harian?" Aku mengerutkan dahi. "Pasti karena kamu mengunjungi kamarku setiap hari, bukan? Dasar tidak tahu malu."

Helix tertawa, dia lantas melangkah mendekatiku. "Jadi, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, Nona?"

"Apa yang akan aku lakukan selanjutnya?" ulangku, sembari mengerutkan dahi.

"Kekuatan suci."

Aku mengerjapkan mata. Meski Helix bertanya pun, aku masih belum mengerti. Aku masih belum mengerti mengapa kekuatan suci justru jatuh padaku dan bukan pada Aurie seperti di alur novel. Mana mungkin Dewi Bulan melakukan kekeliruan, bukan? Makanya saat ini, aku bingung mesti melakukan apa.

"Nona, kamu adalah gadis suci saat ini," sambung Helix, membuatku langsung menatap wajahnya. "Kamu akan menjadi gadis yang hidup dengan sejahtera mulai sekarang. Sebab, hidup menjadi gadis suci adalah sebuah jaminan untuk membuat kehidupanmu dipenuhi oleh rasa aman dan nyaman. Namun, belum tentu hidup dengan damai karena kamu akan menjadi sosok yang paling sibuk di Eimeir. Nanti beri tahu aku rasanya menjadi publik figur di Eimeir, ya."

Aku menyipitkan mata. "Jangan memberikanku tekanan!" kataku, kesal.

Helix terkekeh. "Maaf, maaf, aku hanya penasaran akan pendapatmu, Nona."

"Mengapa?" Aku mengangkat alis.

"Mengapa kamu menolak tawaran Yang Mulia Cytreus, Nona? Jika kamu menerima tawaran Yang Mulia dan memihak kerajaan sebagai seorang gadis suci, kehidupanmu akan terjamin. Kamu akan terlepas dari Cerle dan bahkan bisa tinggal di istana."

Meninggalkan Cerle, ya? Jujur saja, frasa itu benar-benar membuatku cukup tergiur karena Cerle sudah sangat jahat pada Malicia. Namun, tentu saja alasan aku menolak pendapat Cytreus sudah jelas, aku tidak ingin dimanfaatkan sampai darahku kering, lalu aku mati hanya dengan menyisakan tulang saja.

"Aku mengerti itu, tetapi segala pilihan memiliki konsekuensi. Aku tidak bisa dengan gegabah asal memilih sehingga pilihanku di akhir bisa membuatku menyesal setengah mati."

Helix mengangguk sambil menipiskan bibirnya. "Aku mengerti. Kamu hanya berhati-hati, Nona. Lagipula, kamu juga tidak berekspetasi bahwa kekuatan suci akan jatuh padamu, bukan?"

"Sama sekali tidak." Aku bahkan sudah berekspetasi bahwa Aurie akan menjadi gadis suci, mendapatkan kekuatan suci, dan aku akan berhenti bermain peran sebagai antagonis novel, kemudian mendukung Aurie sebagai gadis suci. Itu saja.

Makanya untuk saat ini, variabel yang tidak kuketahui saat ini, tengah kupikirkan matang-matang. Aku perlu melakukan apa dengan kekuatan suci ini? Apakah aku perlu menerima peran sebagai gadis suci? Apa saja keuntungan dan kerugian dariku yang menerima kekuatan suci ini? Kemudian, ada Aurie. Bagaimana dengan dia? Jika kekuatan suci jatuh padaku, bukankah alur novel Aurie tidak akan dimulai?

Hei, aku baru menyadarinya. Cytreus datang ke kediaman Cerle, menawari protagonis suatu kesepakatan. Itu adalah alur novel yang seharusnya terjadi pada Aurie, pada sang protagonis novel, tetapi malah terjadi padaku? Apakah aku sekarang adalah protagonisnya?

Accidentally, I'm Taking Over the Main Character's RoleWo Geschichten leben. Entdecke jetzt