5. Perasaan yang Sama

933 151 17
                                    

Aku tak bisa lagi menetapkan batas kesabaran atas cemoohan Sonet. Aku tahu dia merupakan seorang pangeran, sosok paling berpengaruh di Eimeir, tetapi bukan berarti dia bisa bertindak seenaknya pada Helix.

Lagipula, topik awal dari perdebatan kami adalah karena Sonet berniat untuk mencelakaiku, lalu mengapa topiknya malah berubah menjadi penindasan terhadap Helix?

Dikuasai rasa kesal, aku mendorong tubuh Helix ke samping, lalu keluar dari punggungnya.

"Apakah kamu benar-benar seorang pangeran Eimeir, Yang Mulia?" Aku menekan dua kata yang mengungkapkan gelar kehormatannya, berniat seolah tengah mengejek.

Sonet melirikku dengan kerutan di dahi. "Apa?"

"Jika benar kamu adalah seorang pangeran, lantas sadarkah kamu perilaku tak terpuji apa yang sudah kamu lakukan? Apakah keluarga kerajaan tidak mendidik keluarganya dengan benar sehingga ada sosok yang gagal di dalamnya?"

Kelopak mata Sonet berkedut karena kesal. "Betapa lancangnya! Apakah kau benar-benar tidak tahu siapa aku?!"

"Aku tidak akan lancang jika kamu sendiri tidak bertindak sama! Bukankah pada awalnya pun, kamu berniat untuk mencelakaiku? Lalu, mengapa pula kamu merendahkan harga diri Tuan Helix ketika dia hanya berusaha untuk melindungiku? Apakah kamu bodoh?"

Sonet menggeram. Dia menunjukkan raut wajah masam, benar-benar kesal. Tangan kanannya naik dan mencengkeram daguku dengan kuat, aku yakin dia mengeluarkan kukunya hingga cengkeraman terasa perih.

"Nona, aku tidak sudi mendengar kalimat merendahkan dari bibirmu itu. Beraninya kau mencoba untuk mengolok keluarga kerajaan. Apakah kau sudah bosan hidup?"

Oh, dia mengancam. Ancamannya sedikit membuatku gentar. Jujur saja, dia adalah pangeran dan aku cuma putri Count yang tak berdaya. Dalam segi status kebangsawanan, Cerle tidak kalah, tetapi Malicia yang kalah. Namun, aku meneguk ludah dan menatap Sonet dengan tatapan menyipit.

"Lepaskan aku."

"Tidak. Kau sudah sangat lancang. Aku berubah pikiran, tidak hanya Helix saja yang akan dihukum, melainkan kau juga."

Aku mengerutkan dahi dengan kesal. "Kamu tidak memiliki hak untuk melakukannya padaku!"

Sonet menggeram kecil, lalu menarik rambutku tanpa segan. Aku menahan ringisan yang hendak keluar dari bibirku, lalu menatapnya dengan kerutan kesal.

"Aku memiliki hak karena aku adalah seorang pangeran dan kau cuma rakyat biasa. Betapa lancangnya kau sudah menghina keturunan suci keluarga kerajaan yang telah diberkati oleh Dewi Bulan."

"Sonet, lepaskan Nona," sela Helix, dia mencengkeram pergelangan tangan Sonet, tetapi Sonet langsung menepisnya.

Sebagai gantinya, Sonet makin menarik rambutku, dan aku mau tak mau mengikuti pergerakan tangannya supaya rasa sakitnya tidak bertambah parah. Namun, tentu saja aku tidak ingin diam saja, kedua tanganku sudah siap memukul wajah pucat alaminya.

"Diamlah." Sonet menangkap kedua tanganku dalam sekali gerakan, mengunci pergerakanku.

Sial.

"Helix, akan kubawa nonamu ini ke sarang anjing dan menghukumnya dengan benar, jika kau menginginkan nonamu kembali." Sonet menyeringai, lalu menjulurkan kaki kanannya yang dilapisi sepatu putih. "Jilat sepatuku, jilat hingga bersih, selayaknya seekor anjing yang patuh pada tuannya."

Aku sedikit membelalak.

Sonet di sini sangat gila, bahkan kegilaannya lebih-lebih dari yang dijelaskan di dalam novel. Bukankah Sonet saat ini sedang menindas Helix secara terang-terangan? Hanya karena Sonet adalah keluarga kerajaan yang diberkati oleh Dewi Bulan, sementara Helix adalah sosok yang dikatakan sebagai yang terkutuk, bukan berarti Sonet bisa melakukan apa pun pada Helix.

Accidentally, I'm Taking Over the Main Character's RoleWhere stories live. Discover now