4. Helix dan Sonet

1.1K 154 28
                                    

vote dulu siniii?

***

"Saran yang bagus, Tuan Helix! Ajak aku berkeliling!" ucapku dengan senyuman antusias.

Helix menganggukkan kepalanya kecil, tampak puas dengan reaksi positifku. Helix lalu menggerakkan jemarinya dalam gerakan yang sederhana, vertikal lalu horizontal, sedikit memutar, lalu cahaya gelap keluar dari jemarinya dan menutupi tubuh kami berdua seketika.

Tepat setelah cahaya gelap itu menenggelamkan tubuhku, aku langsung merasa jika tubuhku dijatuhkan dari ketinggian ribuan meter di atas tanah. Kepalaku pusing seketika dan aku berteriak karena sensasi tidak menyenangkan ini, "Aahh!"

"Sshh! Kamu menarik perhatian, Nona!"

Sebelah tangan Helix menutup mulutku, memaksaku untuk menelan kembali teriakanku. Napasku sedikit terengah. Apa itu tadi?

Aku lalu membuka mataku dan ketika visiku sudah terbiasa dengan cahaya natural, aku mengerjap. Di hadapanku, bukan sebuah kamar mewah khas bangsawan, melainkan banyak pejalan kaki yang menimbulkan suara yang khas, ricuhnya para pedagang yang tengah menjajakan barang dagangan, tawa riang dari anak-anak yang berlarian, serta bunyi ringkikan kuda yang menarik kereta atau gerobak. Semuanya menyatu, menghasilkan harmoni tersirat bahwa terdapat kehidupan di sini.

Ini jelas-jelas ibu kota. Apakah Helix menggunakan sihir teleportasi tadi? Itu sangat instan. Mengecualikan betapa buruknya sensasi yang membuatku serasa jatuh dari ketinggian ribuan meter.

Aku lalu menyadari jika postur tubuh kami berdua terlihat aneh.

Helix masih menutup mulutku dengan sebelah tangan, dan punggungku menempel rapat pada tubuh Helix hingga aku bisa merasakan debaran halus di dadanya, sebelah tangan Helix yang lain mencengkeram lenganku lembut.

Jika posturnya begini, bukankah aku terlihat sedang ... diculik?

Aku tanpa basa-basi lagi langsung menepis tangan Helix dan memutar tubuhku sehingga kami berdiri berhadapan. Aku memasang wajah kesal.

"Tuan Helix."

Aku masih mengenakan gelar "tuan" dalam namanya karena aku menjunjung tinggi kesopanan terhadap yang lebih tua. Mau bagaimanapun, pria ini pasti sudah kepala dua, dan aku harus sopan pada yang lebih tua.

"Apa itu, Nona?" Helix tersenyum, terhibur.

"Mengapa kamu langsung berteleportasi ketika aku masih belum bersiap-siap?!"

Helix mengerjapkan matanya, lalu terkekeh kecil. "Aku pikir, kamu akan protes karena aku memelukmu barusan."

Aku merinding. "Jangan berkhayal, kamu tidak memelukku. Lagipula, topik kita bukan mengenai itu! Aku belum mengganti pakaianku, dan aku tidak membawa uang!"

Aku masih mengenakan gaun mewah khas putri bangsawan. Rupanya, Count Cerle, meski tak pernah memedulikan atau menengok putri bungsunya, dia tetap memberikan kemewahan dan hak seorang bangsawan. Aku pun sama sekali tidak protes, aku tidak membutuhkan kasih sayang Wayne Cerle, aku hanya membutuhkan uangnya. Gaun-gaun cantik, perhiasan mewah, sepatu manis, dan kemewahan lainnya yang bisa aku dapatkan hanya dengan mengunci diri di kamarku.

Lagipula, aku pergi ke tempat rakyat biasa dengan pakaian mewah. Tentu saja sedari tadi, banyak pasang mata yang tengah menatapku intens. Terdapat kesenjangan bahkan dalam cara kami berpakaian. Gaunku penuh renda, warna cerah, berkilauan karena berlian dan permata. Sementara, para rakyat biasa mengenakan pakaian monoton dengan warna cokelat, putih, atau krem.

"Tenanglah," balas Helix dengan santai. Dia juga mengenakan pakaian mewah berwarna hitam, sehingga bukan hanya aku saja yang mendapat banyak perhatian.

Helix menggerakkan jemarinya lagi, lalu sihir dengan warna gelap transparan menutupi kedua tubuh kami. Dalam hitungan detik, gaun dan pakaian mewah kami digantikan dengan pakaian yang dapat membaur dengan pakaian rakyat biasa.

Accidentally, I'm Taking Over the Main Character's RoleWhere stories live. Discover now