22. | ♪ Namanya kesayangan

Start from the beginning
                                    

Lyre minum beberapa teguk dan memperhatikan raut wajah suaminya yang muram. "Enggak ngambek? Jelas banget gitu muka kamu muram."

"Aku emang begini mukanya, enggak cuma ganteng aja."

Lyre menahan kekehan tawa. "What do you like the most about me?"

"Your warm embrace."

Itu bukan jawaban yang Lyre duga, ditambah Kagendra langsung menjawab dengan nada meyakinkan. "Kirain bakal jawab, your face."

Kagendra meringis. "Itu kesukaanku nomor sekian, well ya, pleasure to my eyes. Kamu memang cantik."

"Terus nomor duanya apa?"

"Your gentle voice." Kagendra sejenak menurunkan tatapan ke cincin kawin di tangan kanannya. "Dalam argumen sealot apa pun, kamu enggak pernah memakiku, berteriak aja enggak ... dan dalam situasi Ravel serewel dan setantrum apa pun, kamu selalu lembut bicara padanya."

"I wish I am a good mother."

Kagendra mengangguk. "Yeah, absolutely ... makanya aku takut kalau Ravel tahu, ada hal yang salah dari kamu."

"Aku enggak salah, ini bukan kondisi yang aku minta. Aku juga enggak mau terbangun dari koma dan enggak ingat apa-apa soal anakku."

"Dan soal suami kamu." Kagendra menambahkan. "Kamu tuh jangan apa-apa yang dipikirin Ravel doang, aku juga harus kamu pikirin, Re ... ini enggak adil juga buatku."

Lyre geleng kepala dan memandang curiga pada suaminya. "Sikap ribet kayak gitu yang bikin aku males punya pasangan ... you supposed to be cool."

"I am cool."

"Apanya, tadi itu clingy! Sebagai sesama orang dewasa, terlebih sepasang orang tua, sudah sewajarnya kita lebih peduli persoalan anak."

"I care a lot about my son. Tapi soal kita juga enggak bisa dientengin gitu aja."

"Kamu beneran enggak punya gundik? Minimal pelihara sugar baby gitu?"

"Astaga!" Kagendra hampir mengeluh dan segera mempertegas dengan menunjukkan lima jemari tangan kanan. "Ada lima hal penting, yang harus kamu ketahui soal aku. Ini serius."

Lyre memperhatikan setiap jemari yang ditekuk sembari Kagendra berbicara serius.

"Pertama, aku ayah yang baik untuk Ravel. Kedua, aku pekerja keras. Ketiga, aku suami yang setia. Keempat, aku suami yang bisa kamu harapkan. Kelima, aku enggak ejakulasi dalam lima menit. Semepetnya lima belas menit."

Lyre begitu saja menahan geli dan akhirnya mengangguk. "Iya deh, lima belas menit. Sepuluh menitnya nurunin celana sama gesek-gesek," ucapnya lantas meloloskan gelak tawa riang.

Kagendra sebenarnya masih kesal dengan tanggapan yang mengejek itu. Namun tawa Lyre membuatnya terpaku, biasanya dia hanya mencuri dengar suara tawa ini ketika istrinya bercanda bersama Ravel.

Lyre terkesiap karena tangan kanan Kagendra terulur, menyentuh pipinya dan mengelus lembut. Ia begitu saja memelankan tawa, berpandangan dengan sepasang mata gelap yang lekat memperhatikannya.

"Hal ketiga yang aku suka, your chirping laugh."

"Y-ya?" sebut Lyre dengan rasa gugup yang kembali mendera benaknya. Jantungnya terasa aneh, berdebar tidak menentu. Ini bukan sembarang modus dari seorang playboy. Kagendra terlihat serius dan tatapan matanya semakin menyorot lembut ke arahnya.

"Hal berikutnya yang aku suka, the way your face slowly blushing ... while I'm doing this." Kagendra memiringkan wajahnya, memberi ciuman lembut berulang ke pipi, dagu dan sudut bibir.

REPEATEDWhere stories live. Discover now